Minggu, 24 Agustus 2025

Sampai Kapan Atlet Tenis Meja Kita Harus Menunggu?

Oleh: M. Nigara

INI tahun ke-10, ratusan atlet bahkan mungkin, ribuan calon atlet tenis meja di seluruh tanah air, tidak tahu arah? Bukan, bukan lantaran mereka tak tahu jalan.

Penulis bersama Menpora Zainudin Amali, di Hari Pers Nasional di Kendari awal Februari 2022. (Ist)

Ini benar-benar tahun ke-10, mereka para atlet dan calon atlet tenis meja dipaksa untuk menyaksikan tontonan tidak lucu. Tidak, mereka sesungguhnya tidak ingin menyaksikan hal itu.

Sekali lagi, sudah sepuluh tahun para atlet tenis meja tidak bisa berlaga dengan baik. Bahkan berlatih pun tak bisa mereka lakukan dengan benar.

Sungguh, 3,650 hari sudah mereka lalui dengan kepedihan. Bayangkan, 520 minggu sesama atlet saling curiga. Lalu, 120 bulan harus mereka lalui tanpa kepastian. Masihkah mereka harus menunggu?

Masihkah masing-masing ego individu pimpinan atau yang mengaku pimpinan PP dan PB, terus akan dikembangkan? Berapa lama lagikah mereka harus menunggu?

Sekedar bertanya: Duhai Pak Oegro Seno? Wahai Bung Layardi, tidakkah tergetar dengan pekik dan penderitaan para atlet yang katanya bapak dan Bung pimpin? Masihkah masing-masing akan membentangkan ego?

Demi atlet dan Indonesia

Kalau Bapak dan Bung sungguh mengaku sebagai pemimpin. Jika Bapak dan Bung mengaku pencinta tenis meja. Tidakkah kepentingan atlet yang harus dikedepankan?

Seandainya Bapak dan Bung benar-benar memimpin atlet tenis meja, sedihkah melihat keadaan ini? Sedihkah melihat atlet terpaksa terkotak-kotak?

Rasanya tidak perlu saya ragukan bahwa Bapak adalah prajurit yang senantiasa mengedepankan kepentingan rakyat dan bangsa ketimbang diri sendiri.

Tidak juga saya ragukan, Bung sebagai pebisnis, pasti memiliki orientasi pada keuntungan. Tak ada pebisnis yang mau dengan sengaja menanggung kerugian, apalagi disebabkan oleh ulah kita sendiri.

Nah, jika mengacu pada dua latar belakang itu, mengapa harus terus dipertahankan soal dualisme PTMSI? Mengapa karut-marut itu tetap dipelihara? Sepuluh tahun waktu yang tidak sebentar.

Lalu, di manakah kepentingan rakyat (atlet) dan bangsa didahulukan? Jika mengacu pada bisnis, keuntungan apa yang dapat diraih dengan situasi seperti ini?

Dulu, tim putri jika tak keliru sempat berada di posisi 16 dunia, dan putra 19. Sekarang, sudah melorot di bawah 60.

Dulu, kita memiliki bintang-bintang tenis meja yang bukan kaleng-kaleng. Ada Empie Wuisan, Abdul Rojak dan Sugeng Utomo, prestasinya begitu luar biasa. Menempati posisi 6 Asia, 11 dan 16 Dunia, era 1970-an. Lalu Anton Suseno yang mampu tiga kali menembus Olimpiade 1992, 1996, dan 2000. Dari putri, kita punya duet maut Rossy Pratiwi Dipoyanti dan Ling Ling Agustin yang mampu lolos ke Olpiade 1992 dan 1996.

Sekarang, sepuluh tahun terakhir? Mohon dijawab sendiri ya Pak dan Bung. Mudah-mudah mampu menggetarkan hati.

Nah, sekedar saran. Pak dan Bung, setelah melihat itu semua, bisakah untuk tidak lagi melihat masalah ini dari sudut diri sendiri? Katakanlah Bapak benar dan atau Bung tidak keliru, tapi ujungnya tetap dualisme yang membuat prestasi sangat jauh tersembunyi. Masihkah ingin berkeras?

Kalau saja saya jadi Bapak atau Bung, demi kepentingan atlet dan bangsa, akan saya benamkan ego diri sendiri ke dalam bumi. Bahkan saya tak ragu untuk meminta maaf karena telah menyengsarakan para atlet serta bangsa begitu lama.

Dengarkan

Pak dan Bung, ayo kita renungkan. Kita cermati perlahan-lahan. Kita dengarkan
jeritan itu. Ya, dengarkan dengan hati dan nurani.

Disadari atau tidak, diakui atau tidak, telah menjadi yang terbesar dipekikkan oleh mereka dari kalangan tenis meja.

Sementara mereka, para individu yang mangaku pimpinan baik di PP maupun PB, asyik berseteru dengan memegang prinsip ‘kebenaran’ masing-masing. Mereka seolah, atas ‘nama hak’ merasa paling benar.

Sekali lagi Pak dan Bung, tulisan ini saya maksudkan untuk membuka mata dan hati kita masing. Ingat pepatah kuno Apa yang kita anggap benar, belum tentu berbuah baik bagi pihak lain

Maaf, saya menyitir ayat Quran, Surah Al-Baqarah Ayat 216: Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.

Semoga selalu ada pencerahan, aamiin ya Rabb…

Penulis, M. Nigara, Wartawan Olahraga Senior, Mantan Wakil Sekjen PWI, Penasehat PWI 09.00.2205.03, Anggota AIPS (International Sports Press Association)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru