Terawan dituduh melanggar kode etika seorang Dokter, sehingga harus dipecat keanggotaannya.
“Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia, Yassona Loay dan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, segera melakukan revisi terhadap undang-undang praktik kedokteran dengan dukungan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, bukti di masa mendatang izin praktik bagi seorang Dokter, merupakan ranah Pemerintah sehiingga tidak perlu lagi harus terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari Ikatan Dokter Indonesia,” kata Panglima Jambul, Kamis, 7 April 2022.
Menurut Panglima Jambul, Pemerintah akan membuat regulasi yang memutus mata rantai bahwa keberadaan IDI sekarang, bagian dari mafia dunia farmasi produksi luar negeri, sehingga industry farmasi di dalam negeri, tidak bisa berkembang sesuai harapan.
Dikatakan Panglima Jambul, kalau dicermati setiap kali akan dipanggil IDI, Dokter Terawan selalu berlindung tidak mendapat izin dari Kepala Staf Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, karena memang yang bersangkutan seorang anggota militer.
Ini pertanda memang Pemerintah Indonesia, sudah tidak suka lagi dengan IDI. Karena Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, bagian dari Pemerintah Indonesia. Untuk praktik, Dokter Terawan bisa menggunakan rekomendasi dari Ikatan Dokter Militer Indonesia, agar mengantongi izin dari Kementerian Kesehatan, sehingga tidak lagi harus berurusan dengan IDI.
Terawan memang bagian dari Ikatan Dokter Militer International, sehingga mustahil tidak bisa diselesaikan kasusnya dengan IDI, jika memang tidak ada agenda lain dari Pemerintah Indonesia, untuk kemandirian industry farmasi di Indonesia.
“Masalah IDI, masalah oknum dokter tukang sales industry farmasi, sudah menjadi rahasia umum. Ini yang kelihatannya ingin diputus mata rantainya. Sama dengan sertifikat halal yang dulunya ada di tangan Majelis Ulama Indonesia, karena selalu bermasalah, sekarang di bawah kendali Kementerian Agama Republik Indonesia,” ujar Panglima Jambul.
Panglima Jambul, mengatakan, banyak sekali dokter potensial lulusan luar neger sekarang, tidak bisa bekerja di Indonesia, karena terkendala belum mendapat rekomendasi dari IDI, dengan sejumlah alasan yang tidak masuk akal.
IDI membuat aturan sepihak setiap direktur rumah sakit, harus berlatar belakang seorang dokter. Padahal manajemen rumah sakit, harus terpisah dari urusan medis, sehingga seorang dokter yang menjadi direktur sebuah rumah sakit, tidak bisa maksimal melayani masyarakat di bidang personal medis. (Aju)