JAKARTA- PT TMS (Tambang Mas Sangihe) harus berhenti operasi, mematuhi Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Manado, Sulawesi Utara, yang mengabulkan gugatan 56 perempuan warga Pulau Sangihe atas izin lingkungan Pada PT TMS yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara Kamis (2/6) lalu. Hal ini ditegaskan oleh pengamat hukum Zeth Kobar Warouw, SH di Jakarta, Selasa (7/6) menanggapi niat dari PT TMS untuk tetap beroperasi karena PTUN Jakarta menyatakan menolak gugatan atas ijin pertambangan yang dikeluarkan oleh Kementerian ESDM.

“Putusan yang di Manado adalah putusan PTUN terakhir yang harus dipatuhi, walaupun sebelumnya masyarakat kalah di Jakarta sebulan yang lalu,” ujar zeth Warouw, SH.
Menurutnya jika putusan di PTUN jadi yurisprudensi bermakna sebagai sumber hukum, maka yang berlaku adalah azas lex posterior derogat legi priori yang artinya putusan terbaru meniada putusan sebelumnya.
“Oleh karena itu PT TMS sudah sepantasnya mengikuti putusan hukum terbatu yang dimenangkan oleh rakyat Sangihe di PTUN Manado,” tegasnya.

Rencana banding Pemerintah Sulawesi Utara menunjukkan sikap pemerintah yang tidak berpihak pada hukum dan kepentingan rakyat Sangihe.
“Banding adalah hak dari Pemerintah Sulawesi Utara. Namun negara punya kewajiban menegakkan hukum dan melindungi masyarakat dari kerugian akibat penambangan yang akan dilakukan oleh PT TMS,” tegasnya.
Pengamat dan praktisi hukum ini juga menegaskan masyarakat Sengihe atas nama hukum juga berhak menghentikan operasi penambangan oleh perusahaan tersebut.
“Dan negara atas nama hukum wajib melindungi rakyat Sangihe mempertahankan tanah leluhurnya dari operasi pertambangan yang membahayakan lingkungan hidup dan rakyat Sangir sendiri,” tegas Zeth Kobar Warouw, SH.
Zeth Kobar Warouw, SH juga menyerukan agar masyarakat Sulawesi Utara dan Indonesia lainnya pihak ikut membantu menegakkan putusan hukum yang sedang diperjuangkan oleh rakyat Sangihe.
“Kasus Rakyat Sangihe melawan perusaahan tambang emas ini menjadi pelajaran semua pihak, bahwa rakyat dan negara seharus bersatu dan bersolidaritas mengawal dan menegakkan putusan hukum yang sudah benar,” tegasnya.
Pemprov Rencana Banding
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan sebelumnya, Pemprov Sulawesi Utara menyatakan bakal melakukan upaya banding terkait keputusan tersebut ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) di Makassar.
“Kita akan mengajukan banding, kita (saya) sudah koordinasi dengan Dinas Penanaman Modal-Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) yang memberikan kuasa ke Biro Hukum apakah ini akan kita banding, penyampaian sebagai tergugat kita akan banding ke PTTUN di Makassar,” kata Karo Hukum Pemprov Sulut, Flora Krisen kepada pers, Jumat (3/6/2022).
Adapun Majelis Hakim PTUN Manado menyatakan Keputusan Kepala Dinas DPM-PTSP Pemprov Sulut soal Pemberian Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan Emas PT Tambang Mas Sangihe di Kabupaten Kepulauan Sangihe bernomor Nomor: 503/DPMPTSPD/IL/182/IX/2020 tanggal 25 September 2020 itu batal atau dicabut.
Sebelumnya diberitakan, aksi protes warga terhadap izin operasi pertambangan emas di Sangihe kian kencang. Kelompok masyarakat yang mengatasnamakan Gerakan Save Sangihe Island (SSI) bakal melayangkan gugatan terkait izin operasi pertambangan emas yang dikeluarkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Warga menyebut Pulau Sangihe berukuran kecil sehingga tidak layak dijadikan areal pertambangan. Sebelumnya, Wakil Bupati (Wabup) Sangihe Helmud Hontong membuat surat permohonan pembatalan izin operasi pertambangan emas di Sangihe kepada Menteri ESDM Arifin Tasrif.
“Iya kita gugat ke Kementerian ESDM di PTUN Jakarta. Kan kalau di Manado cuman izin lingkungan. Kami akan fokus izin operasi produksi yang dikeluarkan oleh ESDM. Karena ada pelanggaran hukum. Sangihe itu klarifikasi pulau kecil. Luasnya hanya 736 km2. Jadi tidak ada alasan pemerintah memberikan izin untuk ditambang,” kata Koordinator Gerakan SSI, Jull Takaliuang, saat dimintai konfirmasi pers, Sabtu (12/6/2021). (Calvin G. Eben-Haezer)