JAKARTA- Presiden Joko Widodo perlu segera mengevaluasi kebijakan Kementerian Pertahanan saat ini. Salah satunya adalah soal kerjasama antara Kementerian Pertahanan RI dengan DIRI (Defense Institution Reform Initiative) Amerika Serikat yang mempengaruhi penyusunan kebijakan strategi pertahanan. Hal ini disampaikan oleh Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) 2011-2013, Laksda TNI (Purn) Soleman B. Ponto kepada Bergelora.com di Jakarta, Senin (28/3)
“Seharusnya asing dalam hal ini Amerika Serikat tidak perlu ikut menyusun dan terlibat dalam pembuatan renstra (rencana Strategis) pertahanan RI,”ujarnya.
Ia mengingatkan bahwa lewat kerjasama dengan DIRI, Amerika Serikat telah secara terang-terangan melakukan intervensi berbagai kebijakan pertahanan strategis Republik Indonesia.
“Saya tidak tahu mengapa Kementerian Pertahanan tetap menggunakan DIRI dalam menyusun strategi Pertahanan. Akibatnya renstra Pertahanan kita dipengaruhi kepentingan Amerika Serikat. Saya tidak juga mengerti apakah ini sepengetahuan Presiden atau tidak,” ujarnya.
Pada Tahun 2014, DIRI telah ikut penyusunan Renstra 2015-2019. Staf dari DIRI terhitung 8 kali berkunjung ke Jakarta, bekerja bersama dengan staf Kemhan, Mabes TNI dan Mabes Angkatan.
DIRI telah terlibat dari tingkat strategis sampai dengan teknis. Selama tahun 2014 juga, program DIRI telah melibatkan Kementerian Pertahanan melalui Ditjen Renhan yang memfokuskan program pada aspek perencanaan strategis dan perencanaan anggaran.
Pada tahun 2015 Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq telah menolak secara tegas keterlibatab DIRI dalam penyusunan Renstra Pertahanan. Alasannya, penyusunan renstra pertahanan tidak boleh ada campur tangan pihak asing karena menyangkut kedaulatan Indonesia.
“Renstra menyangkut kedaulatan Indonesia. Itu sudah pasti menjadi otoritas penuh Indonesia. Tidak boleh asing ikut membantu menyusun, apalagi terlibat dalam pembuatan renstra,” tutur Mahfudz Siddiq pers di Jakarta, Kamis (8/1).
Menurutnya, pihak asing hanya bisa dilibatkan dalam kerja sama militer, baik dalam bentuk pertukaran teknologi alat utama sistem pertahanan (alutsista) maupun bentuk pelatihan militer.
Sangat Berbahaya
Saat itu juga, pengamat militer, Mufti Makarim mengatakan, keterlibatan Amerika Serikat dalam penyusunan renstra pertahanan harus diselidiki lebih jauh. Jika bantuan penyusunan renstra hanya bersifat base line atau dasar dan masukan, bisa saja diperbolehkan karena belum masuk dalam renstra.
“Namun, jika AS masuk dalam penyusunan renstra, tentu akan berbahaya bagi strategi pertahanan dalam negeri karena informasi pertahanan dalam negeri bisa dengan mudah diketahui oleh asing. Kalau sudah masuk ke tahap pelaksanaan atau teknis, harus hati-hati. Ini sangat berbahaya,” ujarnya.
Pada 2014, DIRI telah ikut menyusun renstra Kemenhan untuk 2015-2019. Staf DIRI terhitung delapan kali ke Jakarta, bekerja sama dengan staf Kemhan dan Mabes TNI, Mabes AD, Mabes AU, dan Mabes AL. DIRI mengatur pengembangan pertahanan, mulai dari tingkat strategis sampai teknis.
Sebelumnya pengamat militer Rizal Dharmaputra mengatakan keterlibatan asing dalam menyusun renstra sangatlah janggal. Pasalnya, renstra merupakan refleksi pertahanan Indonesia di masa depan sehingga pihak asing dilarang ikut campur menyusun renstra tersebut secara langsung.
Kepada pers Rizal mengutarakan, DIRI terlibat dalam penyusunan renstra sampai ke tingkat teknis seperti pemeliharaan pasukan, pembangunan minimum essential force, dan prioritas pembelanjaan alutsista. Ia heran pihak asing justru lebih mengetahui kebutuhan Indonesia.
“Ini sudah tidak benar. Apalagi menyangkut hal operasional bagaimana pengerahan pasukan, bagaimana pemeliharaan pasukan, membangun minimum essential force, dan prioritas pembelanjaan alutsista dengan ke terbatasan anggaran. Kalau disusun pihak luar, itu aneh,” cetusnya.
Rizal menambahkan, DIRI bahkan terkesan lebih tahu potensi ancaman di Indonesia ketimbang TNI. Padahal, potensi itu merupakan domain militer Indonesia terutama terkait dengan ancaman eksternal berupa ancaman senjata. (Web Warouw)