Jumat, 4 Juli 2025

STN: Awas ! Mafia Impor Dibalik Panja Gula DPR

JAKARTA- Serikat Tani Nasional (STN) mencurigai masih ada operasi senyap para mafia import gula putih dibalik panja gula DPR RI untuk mendesak pemerintah agar tetap mengizinkan import gula putih yang tidak diproses didalam negeri. Karena itu STN mendesak KPK untuk mengawasi jalannya kerja anggota Panja Gula DPR RI karena rawan dengan gratifikasi untuk meloloskan rekomendasi Panja Gula DPR RI agar menyarankan  pemerintah untuk melakukan import gula putih bagi kepentingan para mafia import gula putih. Hal ini disampaikan oleh Binbin Firman Tresnadi dari Pengurus Nasional STN kepada Bergelora.com di Jakarta, Jumat (8/4)

Saat ini menurutnya ada 11 perusahaan yang mendapatkan izin untuk melakukan impor gula rafinasi dan mendirikan industri gula rafinasi. Namun beberapa waktu yang lalu diberbagai media Abdul Wahid yang menjadi Wakil Ketua Panja Gula DPR RI menyatakan bahwa ada 9 dari 11 perusahaan  industri gula rafinasi yang bodong. DPR meminta pemerintah mencabut  izin 9  perusahaan itu

“Ini  aneh. Sepertinya Abdul Wahid pura-pura tidak tahu kalau tanpa adanya industri gula rafinasi maka akan terjadi kelangkaan gula nasional dimana kekurangan kebutuhan gula nasional itu mencapai 6 juta ton lebih sedangkan produk gula nasional hanya berkisar 2 juta ton/ tahun,” ujarnya.

Sebagai informasi dari proyeksi kebutuhan gula nasional pada tahun 2015, kebutuhan gula nasional mencapai 5,77 juta ton. Lalu 2016 sebesar 5,97 juta ton naik ditahun 2017 sebesar 6,17 juta ton. Pada tahun 2018 sebesar 6,39 juta ton dan terakhir 6,61 juta ton.

Ia menjelaskan bahwa ketahanan pangan saat ini sedang dibenahi oleh pemerintah Jokowi. Salah satunya dalam hal ketahanan pangan adalah kebutuhan gula nasional yang belum bisa disupply dari dalam negeri.

“Kekurangan akan kebutuhan gula didalam negeri banyak disebabkan oleh banyak faktor salah satunya adalah kegagalan pemerintahan era Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) selama 10 tahun dalam melakukan revitalisasi perkebunan tebu  dan pabrik gula yang dikelola oleh BUMN,” jelasnya.

Hingga saat ini menurutnya, semua pabrik masih menggunakan teknologi lama sehingga berpengaruh dengan besarnya hasil rendemen yang tidak optimal serta tidak adanya tambahan lahan untuk perkebunan tebu. Hal ini dibuktikan dengan tidak optimalnya produksi gula oleh Perusahaan BUMN Gula yang menurut Kementerian Pertanian (Kementan) tidak lain karena tertundanya pembangunan pabrik gula baru. Padahal, seharusnya pembangunan pabrik gula baru sudah dilakukan pada Tahun 2010 lalu, namun hingga tahun 2014 belum ada tanda-tanda pembangunannya.

“Karena itu pada era pemerintahan SBY dibuat sebuah kebijakan untuk melakukan import bahan baku gula putih yaitu gula rafinasi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan Industri makanan dan minuman,” jelasnya. (Enrico N. Abdielli)

 

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru