JAKARTA- Presiden Joko Widodo dan Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti sudah melarang sweeping dan pemusnahan buku, namun pelaksana tugas (Plt) Kepala Perpustakaan Nasional, berniat memusnahkan buku-buku kiri. Perlu diselidiki siapa yang memerintahkannya untuk mengeluarkan pernyataan itu. Sebagai unsur pembangunan kaum buruh amat menyesalkan pernyataan tidak ilmiah sekelas PLT Kepala Perpusnas kemarin. Untuk itu Konfederasi Konggres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) akan pasang badan melawan segala bentuk penindasan atas pernyataan-pernyataan terbuka Dedi Junaedi.
Hal ini disampaikan oleh salah satu pimpinan Konfederasi Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Eka Pangulimara Hutajulu kepada Bergelora.com di Jakarta, Selasa (17/5).
“Ini sensasi belaka. Manuver begini terlihat sekali hanya memanfaatkan momentum panas di tanah airu. Dedi Junaedi boleh jadi bertujuan untuk memastikan kewenangannya sebagai pejabat pelaksana tugas hingga definitif sebagai Kepala Perpusnas,” jelasnya
Namun, menurutnya, jika ia betul-betul berniat melakukan pemberangusan buku-buku karya ilmiah yang ada. Maka Ia hanya jadikan dirinya korban konstelasi kepentingan politik sesaat yang tengah berlangsung.
“Saya ingatkan dan agar ia tidak macam-macam. Sebab dirinya penjaga kepustakaan besar di republik ini. Apapun argumentasi yang dia lontarkan, terang saja berkebalikan dengan nalar dan tradisi berpikir ilmiah. Seharusnya dia tidak ditugaskan menjaga perpustakaan nasional,” tegasnya.
Menurut Eka Hutajulu, Hari Buku Nasional yang pernah dicanangkan Mendiknas tepat pada tanggal 17 Mei ini, semoga menjadikan momentum semua pihak untuk segera melihat masa depan.
“Tanpa buku, kita akan kembali ke jaman kegelapan. Dengan buku, kita akan menyongsong pembangunan anak bangsa menuju cita-cita UUD 1945, Pancasila dan hidup berBhineka Tunggal Ika,” tegasnya.
Sebagai unsur pembangunan kaum buruh amat menyesalkan pernyataan tidak ilmiah sekelas PLT Kepala Perpusnas kemarin. Tentu saja KASBI akan pasang badan melawan segala bentuk penindasan atas pernyataan-pernyataan terbuka Dedi Junaedi.
“Saya berharap, lontaran kegaduhan yang mensubversif akal sehat, ala Dedi Junaedi, harus disudahi. Agar kita semua tidak bertindak berlebihan dan mengangkangi hak azasi, menulis, berkarya dan membangun,” tegasnya.
Ia mengingatkan juga pernyataan Menkopolhukam, Luhut Binsar Panjaitan, agar semua tak perlu berlebihan terhadap apa yang hanya sebatas issue.
“Saya berpendapat, kalau sekarang jamannya Revolusi Mental. Agaknya, pengalaman beberapa hari ini, mulai menguak, pejabat-pejabat dungu, sasaran Revolusi Mental. Yang kian hari menggerogoti mentalitas bangsa Indonesia yang plural, majemuk, menghargai, dan menurut saya, harus bermental Patriotik!” tegasnya.
Meresahkan
Sebelumnya, razia atribut dan buku-buku yang berhubungan dengan Partai Komunis Indonesia akhir-akhir ini juga menjadi perhatian khusus Perpustakaan Nasional (Perpusnas). Pelaksana tugas Ketua Perpusnas, Dedi Junaedi, mendukung pemberangusan buku-buku berisi pemikiran kiri tersebut.
“Saya setuju. Karena dengan adanya buku-buku aliran kiri ternyata meresahkan. Zaman Orde Baru buku-buku itu dilarang untuk diedarkan. Untuk baca, harus ada izin kejaksaan,” kata Dedi saat ditemui seusai konferensi pers di Auditorium Perpusnas Jakarta, Senin (16/5).
Menurut Dedi, Perpusnas sebagai lembaga pembina berkewajiban untuk menyimpan koleksi buku-buku tersebut. Namun, ucap Dedi, di zaman Orde Baru harus ada izin dari pihak berwajib untuk bisa mengakses buku-buku tersebut.
Sehingga, jika saat ini razia banyak buku berbau kiri yang dirazia TNI dan Polri, Dedi mendukung tindakan itu.
“Terutama untuk kebaikan anak-anak kita, ya. Buku-buku semacam itu tidak sesuai dengan Pancasila,” kata Dedi.
Menurut Dedi, secara umum masyarakat menginginkan adanya kondisi yang damai.
“Kalau ada buku itu nanti meresahkan, nanti terprovokasi.”
Dedi menambahkan, beberapa buku aliran kiri juga tersimpan di Perpusnas. Namun koleksi Perpusnas kebanyakan terbitan lama. Untuk buku-buku berbau kiri yang baru terbit, Dedi justru menyangsikan adanya International Standard Book Number (ISBN).
“Kalau buku-buku baru, coba dicek. Ada ISBN atau tidak?” katanya.
Menurut Dedi, pihaknya akan melapor seandainya ditemui permintaan ISBN untuk buku-buku yang berbau kiri. “Meskipun hak Perpusnas untuk memberikan ISBN tidak terkait isi. Itu ke penerbit, di luar tanggung jawab Perpusnas,” kata Dedi. (Web Warouw)