Minggu, 13 Juli 2025

18 Mei 1998 Yang Terlupakan

Oleh : Telly Nathalia*

Bulan Mei bagi bangsa Indonesia identik dengan kata Reformasi. Lama kelamaan bulan Mei 1998 yang penuh perjuangan,–kini terbiasa dilupakan setelah 18 tahun berlalu. Padahal demokrasi dan elit politiknya saat ini tidak akan pernah ada,–tanpa kemenangan rakyat dan mahasiswa di bulan Mei 1998. Aku tulis catatan ini untuk mengingatkanmu kembali.

Jakarta dipenuhi hiruk pikuk demonstrasi di jalan-jalan utamanya. Semua kampus telah menjadi pusat-pusat komando perlawanan mahasiswa terhadap kediktaktoran Orde Baru dan Presiden Soeharto. Bukan hanya di ibukota, semua kota besar mahasiswa dan rakyat bergerak menduduki gedung-gedung DPRD setempat.

Jakarta, 18 Mei 1998,– 18 belas tahun yang lalu, ratusan mahasiswa dari beragam universitas swasta dan negeri di Jabodetabek berkumpul di luar pagar gedung DPR/MPR Senayan. Hari itu adalah dimulainya hari pertama demonstrasi besar mahasiswa se-Jabodetabek pasca peristiwa penembakan mahasiswa Trisakti 12 Mei 1998 yang diikuti oleh kerusuhan berbau sentimen ras pada 14 dan 15 Mei 1998. Belakangan tim investigasi Komnasham menemukan kerusahan berbau sentimen ras digerakkan oleh sekelompok aparat negara dengan menggunakan preman dari luar kota.

Demostran mahasiswa yang tergabung dalam Forum Kota (Forkot) mengecam penembakan Trisakti dan kerusuhan yang menyisakan puing-puing gedung yang terbakar dan korban pemerkosaan itu. Walau demikian Forkot tetap pada tuntutannya utamanya: Bubarkan DPR/MPR; Turunkan Soeharto; dan Bubarkan Orde Baru.

Yang berjaga-jaga di depan pagar utama gedung DPR/MPR hari itu dari ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia).Mahasiswa dan rakyat menduduki gedung DPRD Mei 1998 (Ist)

Para mahasiswa berusaha untuk memasuki gedung para “wakil rakyat” saat itu tapi tak mulus. Sementara beberapa simpul mahasiswa sibuk berorasi. Ada 12 simpul mahasiswa yang didaulat melakukan negosiasi dengan aparat keamanan dari ABRI agar para demostran dapat diijinkan masuk ke halaman gedung tersebut.

Untuk bernegosiasi, kedua belas mahasiswa, dua diantaranya perempuan, dibawa masuk ke balik pagar, terpisah dengan rekan-rekan mereka di luar pagar.

Saat bernegosiasi, tiap negosiator mahasiswa itu ditodong senjata laras panjang dari empat sisi.

Masih teringat ketika salah satu dari mereka berbisik setengah memberi instruksi kepada kesebelas teman lainnya, “Kalau sampai negosiasi ini gagal dan kita ditembak, semuanya, usahakanlah berlari menggapai kolam, kita merahkan kolam itu dengan darah kita. Itu yang bisa kita lakukan.”

Wajar saja ia berkata demikian. Dibawah todongan laras senjata, suasananya memang menegangkan. Sementara 12 orang negosiator itu terpisah dari massa demonstran lainnya. Gedung “para wakil rakyat” masih cukup jauh didalam halaman yang luas. Yang terlihat hanya kolam hias yang indah, sementara gedung kura-kura masih jauh di kejauhan.

Puji syukur, negosiasi berhasil. Seluruh demostran diperbolehkan masuk ke halaman gedung DPR/MPR dan berdemonstrasi di depan tangga “gedung kura-kura” dengan pengawalan ketat anggota ABRI lengkap dengan senapan siap dikokang.

Memasuki halamam itu sudah membuat jantung berdegub. Tiba-tiba beberapa demostran dengan jaket almamater hitam dari ISTN (Institute Sains dan Tehnologi Nasional) mengerek spanduk berlatar hitam dengan tulisan putih bertuliskan: Bubarkan DPR/MPR RI.

Mahasiswa aksi disetiap kampus menuntut Orde Baru bubar Mei 1998 (Ist)Tanpa dikomando, para serdadu mengokang senjata dan mengarahkannya ke arah massa mahasiswa. Laras senjata membidik mahasiswa, menunggu perintah.

Suasana hening seketika. Para wartawan yang ada di tempat itupun spontan menghentikan aktivitasnya. Yang terdengar hanya deguban jantung masing-masing.

Beberapa menit kemudian mulai terdengar shalawat dari masa demostran. Para simpul ratusan mahasiswa itu meminta pendemo untuk duduk.

Tak ingin berlama-lama, para simpul mahasiswa kemudian berkumpul ditangga dan bersiap melakukan jumpa pers. Saat itu datang beberapa puluh massa berjaket kuning dari Universitas Indonesia yang bergabung dengan Forkot. Suasana masih tegang.

Tak lama berselang, tiba-tiba sebuah mobil membawa seorang laki-laki dalam balutan jas dan dasi memasuki pelataran gedung sambil meneriakan hal-hal berbau Reformasi. Tidak ada yang ambil peduli pada laki-laki parlente itu. Belakangan baru diketahui orang itu bernama Amien Rais.

Konsentrasi wartawan terpecah, mereka mengejar laki-laki itu dan meninggalkan para simpul mahasiswa yang bersiap memberikan pernyataan kepada media.

Banyak pemberitaan yang kemudian mengaitkan demostran mahasiswa yang sudah ada sejak pagi hari,– sebagai demostran yang dibawa oleh Amien Rais. Padahal buat para demostran nama Amien Rais baru diketahui justru dari pemberitaan media belakangan.

Sejak tanggal 18 Mei itu, tiap hari mahasiswa berdemo ke gedung DPR/MPR dan bahkan mendudukinya. Sampai pada 21 Mei 1998, gerakan mahasiswa dan rakyat berhasil mendorong pengunduran diri Soeharto, Presiden RI kedua yang telah berkuasa selama 32 tahun.

Ya, 18 Mei 1998 hanya dikenang oleh mereka yang menjadi pelakunya.

*Penulis seorang jurnalis dan mantan aktivis Forum Kota (Forkot)

 

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru