JAKARTA- Dalam krisis global ini, Non Alliance Movement (NAM) dituntut untuk berperan lebih aktif memprakarsai langkah-langkah damai dengan membangun sinergi dengan BRICS guna mengimbangi kekuatan ekonomi dan militer dari AS, NATO dan sekutu-sekutunya. Hal ini disimpulkan dalam Konferensi Bandung- Belgrade-Havana yang berlangsung sampai hari ini.

“Dalam menghadapi hegemoni dan dominasi Barat yang berkelanjutan sejak zaman kolonial sampai hari ini, negara-negara anggota BRICS dan NAM perlu melakukan sinergi untuk mengimbangi kekuatan Barat dan mengubah tata-dunia sebagaimana dicita-citakan oleh Bung Karno,” tegas Ahli pertahanan dan intelijen, Dr. Connie Rahakundini Bakri di Jakarta Senin (14/11).
Forum itu menyampaikan pertanyaan besar,– enam puluh enam tahun setelah konferensi bandung, impian apa yang masih tinggal impian, tantangan apa yang harus dihadapi, proyek apa yang perlu dirumuskan agar impian menjadi kenyataan?

“Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, konferensi difokuskan pada “warisan” dan “aktualisasi warisan” Konferensi Bandung,” jelasnya.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, dalam semangat ini menurut Connie, konferensi ini juga dipersembahkan bagi peringatan 60 tahun Konferensi Nonblok Beograd dan 55 tahun Konferensi Tiga Benua Havana, yang merupakan tindak lanjut Konferensi Bandung yang paling menonjol. Indonesia merupakan tempat yang tepat untuk memperingati tiga konferensi tersebut karena menjadi saksi atas peran kunci Indonesia dan Presiden Sukarno,
selain para pemimpin Bandung lainnya, dalam sejarah perjuangan internasional untuk perdamaian, keadilan, dan kemakmuran global.

“Kebetulan Indonesia adalah ketua G20 dari 1 Desember 2021 hingga 30 November 2022, dan KTT G20 ke-17 akan berlangsung di Bali pada 15-16 November 2022. Karena itu, Pernyataan/Deklarasi Akhir konferensi disiapkan untuk diserahkan kepada pemerintah Indonesia sebagai negara anggota GNB dan G20,” jelasnya.
Prof. Darwis Kudori menjelaskan, dari konferensi di empat kota, dihasilkan beberapa rekomendasi strategis. Di Jakarta direkomendasikan pentingnya literasi arsip nasional sebagai rujukan sejarah dan pijakan masa depan.
“Usulan ANRI dalam mengajukan arsip NAM dan Pidato Bung Karno “To Build the World Anew” di PBB tahun 1960 sebagai MOW UNESCO perlu mendapat dukungan dari kalangan akademisi internasional,” jelasnya.
Ia mengatakan perlunya mengenal pemimpin-pemimpin dunia yang berperan besar dalam perubahan tata-dunia dari yang bersifat hegemoni dan dominasi menjadi yang bersifat damai, adil dan makmur bagi semua. Tujuh tokoh dunia yang paling perlu dikenal adalah Jawaharlal Nehru, Zhou Enlai, Sukarno, Gamal Abdel Nasser, Josip Broz Tito, Kwame Nkrumah dan Fidel Castro.
IMF Alternatif
Di Bandung direkomendasikan Pidato Bung Karno di PBB tahun 1960 layak menjadi rujukan dan titik tolak pembangunan
tata-dunia baru berdasarkan perdamaian abadi, keadilan dan kemakmuran bagi semua.
“Di bidang tata-ekonomi dunia, diperlukan tiga pilar untuk mewujudkan tata-dunia yaitu membangun sistem perbankan baru yang relevant dengan kebutuhan pembangunan,” tegasnya.
Ia juga menyampaikan konferensi merekomendasikan penerbitan mata-uang baru berdasarkan sumberdaya alam dan manusia, bukan berdasarkan spekulasi dan ekploitasi.
“Dibutuhkan sebuah alternatif tandingan bagi IMF yang mampu memberikan likuiditas dan stabilitas berdasarkan mata-uang lokal, regional dan sumber daya alam,” ujarnya.
Green Bandung Wood
Prof Isaac Bazié dari Prancis yang mengikuti konferensi tersebut juga menyampaikan rekomendasi dari konferensi di Surabaya yaitu agar pidato Bung Karno di PBB tahun 1960 bisa dijadikan paradigma bagi pembangunan tata-dunia baru yang multidimensional, baik dari segi politik, ekonomi, kebudayaan maupun militer.
“Perlunya dibangun perangkat perekonomian dunia sebagai alternatif dari perangkat kapitalisme Barat seperti IMF, Bank Dunia dan Bretton Wood. Perekonomian alternatif ini bisa disebut “Green Bandung Wood”,” tegasnya.
Di bidang gender menurutnya perlu dilakukan langkah-langkah bersama untuk mengakhiri sistem patriarki dan kekerasan terhadap perempuan.
Di bidang sosial-media, terjadi kesemrawutan digital (digital disorder) yang berdampak pada kesehatan mental dan ekonomi masyarakat, baik yang bersifat positif maupun negatif.
“Perlu dibangun system perundang-undangan yang mengatur transformasi digital agar dampak negatifnya bisa dihilangkan atau diminimalisir,” katanya.
Di bidang tata-dunia, perlu digali dan dikembangkan imaginasi dan pemikiran
berdasarkan Bandung Spirit.
Di bidang ekologi, perlunya dilakukan mitigasi terhadap kerusakan lingkungan dan ditetapkan prinsip-prinsip perancangan lingkungan dan perkotaan yang berdasarkan atas kebutuhan setempat, dan bukan atas buku-buku panduan dari negara asing. Pembangunan habitat yang berkelanjutan perlu menata ulang hubungan desa-kota dan memberikan prioritas bagi pembangunan perdesaan.
Menggalang Solidaritas
Sementara itu Prof Beatriz Bissio dari Brazil menyampaikan di Bali disimpulkan kolonialisme, neo-kolonialisme dan imperialisme Barat masih bercokol di negara-negara Asia, Afrika dan Amerika Latin.
“Untuk itu, gerakan-gerakan sosial dan politik di negara-negara Asia, Afrika dan Amerika Latin perlu bersatu untuk menggalang kekuatan dan solidaritas
guna mengakhiri kolonialisme, neokolonialisme dan imperialisme serta memebangun alternatif tata-dunia baru berdasarkan perdamaian, keadilan dan kemakmuran abadi,” tegasnya.
Ia menjelaskan, perang masih terjadi di berbagai bagian dunia, baik di Afrika, Asia, Amerika maupun Eropa. Peperangan tidak hanya terjadi secara fisik, tetapi juga secara virtual, digital, melalui sosial-media dan secara ekonomi melalui sanksi-sanksi negara-negara Barat terhadap negara-negara yang tidak sesuai dengan kepentingan Barat.
“Perang yang terjadi di Ukraina saat ini bisa dipahami sebagai perlawanan Rusia terhadap agresi Barat yang sudah berlangsung secara bertahun-tahun melalui sanksi-sanksi ekonomi dan media,” tegasnya.
Perang di Ukraina menurutnya adalah perang antara AS-NATO melawan Rusia. Perang ini sudah memakan korban jiwa tapi juga berdampak pada krisis global di bidang pangan, energi dan keuangan. Kampanye untuk menghentikan perang perlu terus dikumandangkan,
termasuk seruan untuk menghentikan pasokan senjata dari Barat kepada Ukraina.
“Untuk itu bangkitnya Asia sebagai kekuatan ekonomi dan pemain geopolitik global merupakan peluang bagi kebangkitan kekuatan Asia (China, India, Indonesia) untuk memimpin dunia
menuju perdamaian, keadilan, dan kemakmuran abadi,” tegasnya.
Perjalanan Konferensi
Konferensi ini berlangsung berturut-turut di empat tempat yang memiliki arti khusus dalam gerakan perjuangan kemerdekaan Indonesia dan hubungan khusus dengan Sukarno: Jakarta (07/11), Bandung (08-09/11), Blitar (09/11), Surabaya ( 10-12/11) dan Bali (13-14/11).
Konferensi ini melibatkan sekitar 140 sarjana dari berbagai disiplin ilmu dan praktisi dari berbagai bidang profesional serta aktivis gerakan sosial dan solidaritas, yang berbasis di wilayah geografis yang beragam di Afrika, Amerika, Asia, Australia dan Eropa. (Web Warouw)

