Jumat, 4 Juli 2025

Nah ! BPK : JKN dan BPJS Tidak Efektif Layani Peserta

JAKARTA- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan pemeriksaan pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) atas 5 objek pemeriksaan, yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Kementerian Kesehatan, dan 3 rumah sakit pemerintah. Hasil pemeriksaan atas JKN menyimpulkan bahwa penyelenggaraan program JKN belum sepenuhnya efektif dalam memberikan pelayanan kepada peserta. Hal ini disampaikan oleh Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) kepada Bergelora.com di Jakarta, Senin (30/5) berdasarkan laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II tahun 2015 yang dibuat oleh BPK.

Laporan BPK itu menyebutkan bahwa Permasalahan yang terjadi pada penyelenggaraan JKN antara lain, kajian penetapan besaran iuran Penerima Bantuan Iuran (PBI) belum dilaksanakan secara memadai karena konsultan tidak dapat memenuhi hal-hal dalam kontrak. Hal tersebut memungkinkan tidak adanya analisis/kajian yang mendasari penetapan iuran PBI.

“Akibatnya, Kementerian Kesehatan belum mendapatkan nilai iuran PBI yang ideal untuk Program JKN. Pelaksanaan program rujukan sebagai salah satu bentuk dukungan pelaksanaan JKN di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional DR. Cipto Mangunkusumo (RSCM) belum optimal, sehingga program rujukan yang ditetapkan pemerintah belum sepenuhnya berjalan efektif,” ujar Sekjen Dewan Kesehatan Rakyat (DKR), Web Warouw mengutip laporan BPK tersebut.

Laporan BPK yang ditanda tangani oleh Ketua BPK, Dr. Harry Azhar Azis, M.A di Jakarta, pada bulan Maret 2016 itu menyebutkan bahwa BPK telah memeriksa penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Nasional pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan TA 2014-semester I 2015, Kementerian Kesehatan TA 2010-semester I 2015, Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Ciptomangunkusumo (RSCM) TA 2014-semester I 2015, Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati TA 2014-semester I 2015, Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah (RSJPD) Harapan Kita TA 2014-semester I 2015.

BPK menyebutkan, penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional JAMINAN Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak.

Peserta Jaminan Kesehatan Nasional terdiri atas Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan Peserta NonP enerima Bantuan Iuran (NonPBI).  Peserta PBI adalah fakir miskin dan orang tidak mampu, sedangkan peserta NonPBI adalah setiap orang yang tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu, yang membayar iurannya secara sendiri ataupun kolektif ke BPJS Kesehatan.

Kemana Dana BPJS?

Sekretaris Jenderal DKR, Web Warouw mengingatkan bahwa yang terjadi justru sebaliknya. Walaupun seluruh rakyat Indonesia berhasil dipaksakan untuk masuk dalam sistim asuransi yang dijalankan oleh BPJS Kesehatan dengan wajib bayar iuran, namun tidak semua pelayanan, obat, alat kesehatan dan konsultasi dokter di bayar oleh BPJS Kesehatan.

“Akibatnya, selain setiap bulan harus bayar iuran sesuai tarif yang ditetapkan, peserta juga harus membayar biaya yang tidak ditanggung atau diluar kuota BPJS. Kalau pasien memang tidak punya uang maka pilihannya adalah kembali ke rentenir, atau  pegadean. Kalau tidak dapat sama sekali. Maka dokter atau rumah sakit yang dipaksa BPJS untuk menanggung kekurangan,” jelasnya.

Hal ini menurutnya juga berlaku bagi pasien Penerima Bantuan Tunai (PBI) yang semenjak awal karena miskin maka iuran bulanan BPJS Kesehatannya ditanggung oleh pemerintah.

“Makanya dokter dan rumah sakit mengeluhkan kekurangan bayar yang dilakukan oleh BPJS atas pelayanan kesehatan yang sudah dilakukan pada pasien,” ujarnya.

Seharusnya BPK menurutnya bukan semata memeriksa soal besaran iuran yang harus dibayar pemerintah untuk PBI, tetapi memeriksa kemana dana milik Jamsostek dan Askes ratusan triliun yang sudah disetor ke BPJS Kesehatan.

“Belum lagi setoran untuk PBI dari APBN yang sudah dilakukan 4 kali dengan besaran yang selalu naik. Kemana setoran iuran peserta mandiri masyarakat yang sudah 4 kali naik? Kemana setoran APBD dari daerah yang menitipkan rakyatnya pada BPJS? “ ujarnya.

Sementara itu menurutnya masyarakat, dokter dan rumah sakit mendapatkan kesulitan dalam pelayanan BPJS, karena  ada pembatasan kuota yang dibayar BPJS,–direksi BPJS dibayar 500-an juta rupiah. (Aan Rus)

 

 

 

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru