Jumat, 4 Juli 2025

Indonesia, Tumpah Darahku!

Oleh : Ubaidillah Achmad*

Pada malam sahur ini, tanggal 12 Juni 2016, sambil menunggu masakan istri untuk sahur bersamanya, terbersit sebuah energi nasionalisme yang muncul mengiringi detik-detik imsak malam sahur bersama Istri. Energi ini bersumber dari sebuah penggalan penegasan, “Indonesia, Tumpah Darahku”. Tempat terlahir beta, tempat terlahir para leluhur dan pemakaman Kiai Cebolek yang bertempat di desa Kajen Margoyoso, Pati. 

 

Betapa berat menjaga tanah air, tradisi, dan kesatuan berbangsa bangsa Indonesia. Banyak kepentingan yang mengitari harga sebuah bangsa dan ideologi yang mengikat kebangsaan, yaitu sebuah ideologi yang tumbuh dan berkembang dari tata nilai dan sistem hidup para leluhur bangsa Indonesia.

Ideologi Pancasila inilah yang sekarang telah tersusun menjadi lima butir sebagai landasan kekuatan bangsa. Mereka yang tidak merasakan sebagai putra tanah air dan memahami ketulusan para leluhur menjaga prinsip keutamaan membentuk alam bawah sadar, maka tentu akan mudah dipengaruhi oleh isu isu anti pancasila. Meski terlahir di tanah air sendiri, akan ada saja sosok yang mengingkari fitrah nasionalisme, yaitu berupa sikap penghianatan terhadap ideologi nasional. Ironisnya, sosok penghianat ini banyak dipengaruhi oleh gerakan komunal yang sering mengatasnamakan agama. 

Para pemimpin bangsa Indonesia tidak seperti para pemimpin negara super power, Amerika Serikat, yang segera menindak siapa pun yang anti amerika. Para pemimpin negeri ini lebih takut terhadap hantu “PKI” dari pada harus segera menindak mereka yang ingin mendirikan khilafah Islamiyah di Indonesia. 

Hal ini karena banyak kekuatan politik di luar sistem kepemimpinan bangsa Indonesia. Namun karena kekuatan ideologi pancasila yang tumbuh subur dari para leluhur, maka tetap saja ideologi pancasila akan sulit dihapus dari memori nasionalisme masyarakat indonesia. Tidak berlebihan jika muncul simpulan, bahwa kekuatan Amerika Serikat dapat dilihat dari kekuatan akar neoliberalisme sebagai fondasi negara, namun justru yang menjadi kekuatan fondasi bangsa Indonesia, adalah ideologi pancasila. 

Dalam konteks bagaimana bangsa Indonesia mengendalikan perkembangan ekonomi bangsa? Di Amerika, sistem ekonomi neoliberalisme bekerja untuk bangsa Amerika dan dikendalikan oleh negara. Sedangkan, di Indonesia para pemodal bermain dengan dukungan negara neoliberal dan mengendalikan penguasa pemerintah Indonesia.

Karenanya, berbagai isu tidak mudah bisa dikendalikan oleh negara, namun justru negara dikendalikan oleh isu dari kelompok kepentingan yang telah bermain dengan neoliberalisme. Bangsa ini penuh dengan isu dan mudah dimainkan oleh isu. Sehingga banyak yang lucu, misalnya, ada gerakan anti barat, namun justru ia merupakan penyokong kelangsungan Barat dan neoliberalisme. Dalam konteks ini, dapat dilihat bagaimana peran Arabis yang anti liberal dan barat, namun menjadi pupuk kemajuan dan kekuatan barat. Kaum Arabis tidak pernah berbicara pada isu kemanusiaan, namun lebih jatuh pada isu konflik keberagamaan yang menjadi kedok kelangsungan neoliberalisme.

Meskipun demikian, Indonesia dengan ideologi Pancasila masih tetap mengikat kebangsaan rakyat indonesia, sehingga tidak mudah runtuh oleh goncangan kelompok komunal yang bercita cita mendirikan khilafah Islamiyah dan goncangan neoliberalisme. Dua goncangan yang selalu bersimetris memunculkan isu-isu yang merusak kesatuan bangsa Indonesia.

*Penulis adalah penulis Buku Islam Geger Kendeng, mengajar di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Walisongo, Semarang

 

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru