Oleh: Hari Subagyo *
CHINA konsultasi ke WTO merespon ulah sepihak AS. Biang onar perang chip global. Pertumbuhan bisnis sektor ini 601 miliar dolar. Semikonduktor jadi komoditas “minyak baru” dunia.
Bagi China bukan hasil arbitrase yang dibutuhkan tapi acuan tindakan balasan apa nanti ke depannya. China negara manufaktur terbesar dunia. Mampu memproduksi chip 5nm atau 7nm. Bahkan sedang bergerak ke teknologi paling canggih.
AS selalu klise memakai persepsi sendiri berdalih “national security” ketika bisnis semikonduktornya kewalahan bersaing dengan produsen inovatif dan massal China.
AS pegang supremasi. Semua mau diaturnya sendri. Siapapun pebisnis yang berpotensi menjadi pemenang, maka bisnisnya bakal dibajak AS.
ASML Belanda, Samsung Korsel, TSMC Taiwan dan perusahaan lain di Jepang. Produsen terbesar Nexperia Inggris dan Elmos Jerman dilarang share akuisisi dengan China.
9 Agustus 2022 Biden meluncurkan UU Chip mengalokasikan subsidi 54 miliar dolar untuk pendirian pabrik baru, biaya R&D, kredit pajak 25 persen bagi pengusahanya.
7 Oktober 2022 AS melarang China impor mikrochip (Nvidia dan AMD) dan teknologi tinggi lain dari manapun. Padahal bagi Belanda dan Jepang, China itu pasar penting potensial. Ceruknya 34.6 persen dari total pasar global.
AS bikin daftar hitam (entity list) lebih 31 perusahaan China, termasuk YMTC perusahaan top yang sempat mau dibeli Apple.
AS mendirikan Aliansi Chip 4 atau dikenal Insiatif Fab 4, beranggota Taiwan, Korsel, Jepang.
China menilai ini aksi bunuh diri Korsel dimana pendapatan industri chipsetnya bakal anjlog. Mitra dagang terbesar Korsel adalah China, tetangga terdekatnya.
Kemunduran kapitalisme Amerika memang tak mampu hambat uletnya kemajuan sosialisme China. Dulu 1970-an warga AS pekerja berketrampilan, tapi ketika ekonomi bergeser dari industri ke keuangan, jantung ekonominya tak mampu memompa.
Imperialis Yang Benalu
Industri chip selalu kolaboratif dan sudah lama membentuk ekosistem rantai pasok suku cadang lintas negara. “US Chip Act ala Biden” bertujuan menghancurkan keadaan ini.Tiga dekade industri manufaktur domestiknya merosot kalah teknologi dibanding produsen utama lain seperti Taiwan dan Korsel.
Bikin sekelas chip 5nm saja AS belum sanggup. Bayangkan 1 unit mesin pembuat chip jika harus terbuat dari ratusan ribu komponen yang berasal dari ratusan korporasi dari berbagai negara.
Lenin benar bahwa tahap tertinggi kapitalisme adalah imperialisme, yang dengan secara paksa mendorong “Made in America”.
Raja perang chip multinasional TSMC ditekan saat lawatan Ketua DPR Nancy Pelosi ke Taiwan supaya terus menerus memperluas pabrik di sejumlah negara bagian. Selain sudah lama membuka kawasan industri di Camas (Washington), Austin (Texas), San Jose (California) terakhir bangun lagi 6 pabrik di Phoenix Arizona.
Kompleks manufaktur chip sangat rentan resiko cuaca ekstrem. TSMC di Texas pernah stop produksi akibat badai salju dan pemadaman listrik yang mengganggu suplai air bersih.
TSMC bisa jadi sial membangun pabrik baru di Arizona karena Sungai Colorado debitnya menyusut ketika butuh 10 juta galon air bersih per hari. Setara 300 ribu konsumsi air bersih rumah tangga.
Sejauh ini China tidak menginginkan perang baru tapi akan berjuang jika AS melewati garis merah. Berbalas melalui alasan serupa demi “keamanan nasional” dengan melarang penggunaan pesawat komersial AS. China membeli 300 jet Airbus Eropa, dan bukan Boeing produk AS.
ASML Belanda produsen fotolitografi tercanggih EUV sedunia kini teknologinya telah dibayangi Huawei China. Washington selalu ingin memisahkan rantai pasok industri mereka.
Setiap Presiden AS akan dipandang sebagai “politisi yang buruk membunuh bisnis dan persahabatan yang baik”.
* Penulis, Hari Subagyo, Pengamat Geopolitik Global, analis Komite Persahabatan Rakyat Indonesia – Rusia (Indonesian – Russian Comradeship Committee)