JAKARTA- Orang Dayak di Kalimatan yang tergabung dalam Masyarakat Adat Dayak menyatakan sikap menolak tegas program transmigrasi baru ke Kalimantan. Pemerintahan Joko Widodo diminta memperhatikan keadilan bagi masyarakat Dayak di Kalimatan dan menjalankan amanat Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 35/PUU-X/2012 Tentan Hutan Adat. Hal ini disampaikan dalam surat terbuka yang tertuju kepada Presiden RI Joko Widodo, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT), Marwan Jafar.
Dibawah ini surat lengkap yang diterima Bergelora.com di Jakarta, Kamis (23/6) pagi dari Masyarakat Adat Dayak.
Kepada presiden RI Joko widodo dan bapak menteri Marwan Jaffar
Di tempat
Salam hormat.
Dengan Tanpa Mengurangi Hormat dan Tanpa Mengurangi Rasa Persatuan Republik Indonesia, Kami MASYARAKAT ADAT DAYAK MENOLAK TEGAS PROGRAM TRANSMIGRASI BARU KE KALIMANTAN
Alasan Penolakan Program Transmigrasi Baru :
Pemerintah Pilih Kasih
1) Pemerintahan Joko Widodo melalui Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi mencanangkan pembukaan 9 juta lahan untuk transmigrasi yang akan dihuni 4 juta Kepala Keluarga. Setiap transmigran mendapatkan biaya hidup Rp 3,5 juta/bulan (selama 18 bulan), mendapatkan rumah, mendapatkan pendampingan selama 5 tahun, tanah bersertifikat yang siap pakai untuk kebun hortikultura, mendapatkan kebun sawit 3 hektar. Program ini diutamakan di Perbatasan Malindo (Malaysia-Indonesia-Kalimantan)
2) Pernahkah MASYARAKAT PRIBUMI di areal transmigrasi mendapatkan perhatian pemerintah yang sedemikian bagus?
Menghindari Konflik Agraria
3) Kawasan seluas 9 juta hektar (dua kali lebih luas dari provinsi Kalimantan Selatan). Fokus ke perbatasan (Kalimantan Barat dan Kalimantan Utara), dimana penghuni kawasan itu rata-rata ORANG DAYAK. Mereka sudah hidup sana sejak berabad-abad silam, jauh sebelum negera ini terbentuk. Jika pemerintah membuka kawasan ini, apalagi dengan paksaan, maka bertentangan dengan amanah Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2012 tentang hutan adat, serta adat istiadat yang berlaku di kalangan masyarakat Dayak.
4) Pembukaan lahan 9 juta hektar pasti menimbulkan konflik (perebutan lahan, kriminalisasi serta pelanggaran atas hak asasi manusia pribumi). Jangankan 9 juta, pembukaan lahan gambut 1 juta hektar di Kalimantan Tengah (di dalamnya ada juga transmigrasi) saja terbukti meninggalkan sejuta masalah dan sejuta bencana (banjir saat hujan, kabut asap ketika kemarau, perampasan lahan, pembabatan kayu gratis, dsb). Sehingga proyek lahan gambut 1 juta hektar layak disebut PROYEK SEJUTA DUSTA – SEJUTA DURHAKA. Sampai tahun 2012 saja ada 439 kasus konflik akibat pencaplokan lahan di Kalimantan yang mengorbankan hak-hak masyarakat pribumi. Dimana konflik itu belum tuntas dan justru semakin bertambah. Melaksanakan program transmigrasi ini sama saja menciptakan semakin banyak pelanggaran agraria, khususnya perampasan lahan masyarakat lokal.
5) Luas Pulau Kalimantan itu 54,9 juta hektar, sekitar 78 % atau sekitar 43,08 juta hektar sudah dikavling untuk perusahaan tambang, sawit, HPH, migas, dan sebagainya. Artinya sisa yang diperuntukan bagi rakyat hanya 11,8 juta hektar. Dengan mengeluarkan izin sedahsyat itu Pemerintah SUDAH MEMBUNUH masyarakat pribumi, dan menanam bencana di masa depan atas nama pertumbuhan ekonomi saat ini. JIKA DIAMBIL LAGI SISA LAHAN 11,8 JUTA ITU SELUAS (anggap saja 9 JUTA), BERARTI SISA KAWASAN BUAT MASYARAKAT PRIBUMI HANYA 2,1 JUTA HEKTAR. Program ini bertentangan dengan rasa keadilan bagi warga pribumi, sehingga nilai-nilai Pancasila sila kelima dilanggar oleh Perencana Program, yakni pemerintah.
Merusak Ekosistim
6) Kawasan yang ditunjuk hutan terakhir di Pulau Borneo, sebagai pabrik oksigen serta bank bagi flora dan fauna. Mengubah kawasan hutan menjadi kebun dan pemukiman atas nama kemajuan ekonomi otomatis mengubah ekosistem Borneo. Sekarang Borneo sedang sangat kritis oleh penggundulan hutan, penambangan yang masif serta akan semakin kritis akibat 78 % kawasan yang sudah dialokasikan untuk investasi.
7) Membuka hutan 9 juta hektar dengan serta merta akan menambah beban baru bagi dunia. Karena Borneo sebagai paru-paru dunia menjadi kehilangan arti atau tidak sehat lagi. Jika program itu berjalan, maka akan mengakibatkan dua bencana, pada musim kemarau akan terjadi kebakaran hutan dan kabut asap yang kronis, sementara pada musim penghujan akan menyebabkan banjir yang dahsyat. Kami masyarakat pribumi menolak rencana ini dikarenakan kami dan anak-anak kami yang akan menjadi korban pertama jika bencana itu terjadi.
Melukai Azas Keadilan
8) Dari sisa kavlingan investasi 11,8 juta dikurangi 9 juta hektar, maka tersisa 2,1 juta hektar. Jika dibagi kepada puak pribumi (Dayak, Melayu, Banjar, Kutai) di Kalimantan yang berjumlah sekitar 10 juta jiwa (berdasarkan sensus tahun 2010), maka masing-masing orang mendapatkan lahan 2.100 meter persegi. Jika dibandingkan dengan transmigran yang mendapatkan 20.000 meter persegi (2 hektar) serta tambahan lahan sawit 3 hektar, program ini sangat-sangat menodai rasa keadilan. INILAH PERAMPASAN PALING DAHSYAT sejak Indonesia terbentuk.
9) Berdasarkan penelitian Darmae Nasir, Ph.D pada kawasan transmigrasi sebelumnya, akibat kehadiran transmigrasi, penduduk lokal atau pribumi merasa tersisih. Mereka merasa terjajah ditanah leluhurnya oleh program-program yang tidak adil. Dalam sebuah permukiman transmigrasi dibangun dan disediakan berbagai fasilitas, pesertanya mendapatkan rumah, ternak, peralatan pertanian, biaya hidup selama dua tahun, pupuk, pelatihan, lahan yang siap olah dan besertipikat. Sehingga mereka benar-benar difasilitasi oleh pemerintah. Namun ini bertolak belakang dengan penduduk setempat yang sudah ribuan tahun ada di sana. Dimana tanah dan kawasan masyarakat lokal sampai sejauh ini belum diakui oleh pemerintah, tidak pernah disentuh dengan pembangunan infrastruktur, pemberdayaan sebagaimana layaknya hak-hak sebagai warga negara.
Menolak Politik Mayoritas
10) Memindahkan 4 juta kepala keluarga (1 kk = 2 anggota, suami dan istri, belum termasuk anak) atau berjumlah 8 juta orang ke kawasan Kalimantan, dengan serta-merta menjadikan puak lokal atau pribumi di sini sebagai kalangan minoritas. Puak manapun, tidak ingin menjadi minoritas di kampung halamannya. Karena hal itu bukan saja berdampak kepada politik praktis, namun politik ekonomi, politik penganggaran, politik sosial budaya, politik perwakilan, politik pembuatan Undang-Undang (perda, pergub, perbub/perkot), dan sebagainya.
11) Dengan demikian, pemerintah tidak perlu menyelesaikan persoalan lama (kemiskinan di Jawa) dengan membuat persoalan baru di Kalimantan.
Keadilan Bukan Transmigrasi
12) Sejak bergabung dengan NKRI, hak-hak kami pribumi sebagai Kalimantan atas tanah dan ulayat, selama ini tidak diakui oleh pemerintah. Terbukti dengan banyaknya perampasan dan pencaplokan kawasan warga di Kalimantan dengan atas nama investasi yang diputuskan secara sepihak pemerintah. Kalimantan selama ini menjadi lumbung SDA (Kayu, Sawit, Batubara, dan sebagainya) yang menghidupi pulau Jawa. Ribuan triliun rupiah sumber daya sudah dikeruk dari pulau ini, namun alokasi dana untuk penyediaan infrastruktur, pengembangan masyarakat dan sumber daya manusia dianak-tirikan. Dikarenakan sistem pembagian keuangan negara berdasarkan jumlah penduduk, bukan berdasarkan darimana sumber uang itu berasal.
13) JIKA pemerintah Indonesia (khususnya Presiden Joko Widodo) ingin membangun Kalimantan, maka (1) berikan anggaran yang sesuai dengan luas kawasan dan jumlah sumbangan Kalimantan ke Indonesia, (2) bangun infrakstruktur perbatasan dengan tetap mempertahankan fungsi hutannya sebagai pabrik OKSIGEN dan PARU-PARU DUNIA, (3) moratorium perizinan baru (ingat 78 % Kalimantan sudah dikuasai Kapitalis), (4) utamakan hak-hak warga lokal dalam pengakuan kawasan, pengelolaan kawasan, (5) bangun infrastruktur pendidikan dan kesehatan di KALIMANTAN, (6) tuntaskan persoalan agraria yg merugikan masyarakat pribumi, (7) sahkan RUU Masyarakat Adat.
Dengan demikian kami Masyarakat Adat Dayak :
1) MENOLAK DENGAN TEGAS PROGRAM TRANSMIGRASI BARU KE KALIMANTAN
2) MENUNTUT PEMERINTAH PUSAT MEMPERHATIKAN KEADILAN BAGI MASYARAKAT PRIBUMI, MENJALANKAN AMANAT KEPUTUSAN MK NO. No. 35/PUU-X/2012 TENTANG HUTAN ADAT.
Salam sejahtera
Masyarakat adat dayak
Surat terbuka ini disebarkan dalam akun Facebook Pulau Dayak yang beranggotakan 22.234 anggota yang tersebar diseluruh belahan dunia (Web Warouw)