JAKARTA- Komisi Nasional Hak Azasi Manusia Komnas HAM) menengarai ada gerakan untuk menjatuhkan kekuasaan sipil lewat demonstasi 4 November 2016 yang akan datang. Hal ini disampaikan oleh Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai kepada Bergelora.com di Jakarta, Rabu (2/11).
“Kami berharap seluruh kekuatan negara harus bersatu untuk bersikap dan bertindak atas nama negara dan bangsa karena saya menduga ada indikasi pimpinan sebuah institusi negara yang memiliki kemampuan sedang berada dalam gerakan penggalangan massa dengan memiliki niat mengancam kedigdayaan sipil yang telah diperjuangkan oleh kami bersama teman-teman martir yang gugur 16 tahun silam,” ujarnya.
Menurutnya, demonstrasi tanggal 4 November 2016 yang akan dilakukan oleh sekelompok komunitas muslim yang bertujuan mendorong proses penegakkan hukum terkait dugaan ada atau tidaknya tindakan penistaan agama merupakan hal yang wajar dalam negara demokrasi dan negara yang menjunjung tinggi Hukum dan Hak Asasi Manusia. “Demonstrasi merupakan salah satu instrumen demokrasi dalam menyampaikan (ekspresi) hak kodratia manusia baik pikiran dan perkataan. Demonstrasi juga merupakan salah satu sarana memperjuangkan keadilan ditengah rendahnya kejujuran (fair trial) dalam sistem peradilan pidana (criminal justice system),” ujarnya.
Namun menurutnya kualitas penyampaian harapan, permintaan dan tuntutan para demonstran tidak sekedar dilihat dari ungkapan kata-kata dan dinamika demonstratifnya tetapi apakah demonstrasi akan dilakukan secara terpimpin, terkontrol, tertib, aman dan damai.
Menurutnya juga, tugas negara khususnya kepolisian dan dibantu kesatuan lainnya hanya memastikan adanya jaminan keamanan dan ketertiban selama demonstrasi berlangsung.
“Kami percaya dan apresiasi pernyataan Panglima TNI atas sikap menjaga kebinekaan bangsa dan integritas nasional,” katanya.
Namun Natalius Pigai, sebagai pembela kemanusiaan yang diberi tugas untuk menjaga dan mengawal demokrasi dan hak asasi manusia juga meminta Panglima TNI tetap menjaga agar negara tetap di kelola dalam kedigdayaan sipil (civilian control).
“Demikian pula Pimpinan Pusat NU, Muhamadyah, Prabowo Subianto juga kepada Presiden yang mempu melakukan berbagai upaya agar demonstrasi berjalan baik dan lancar,” jelasnya.
Menurutnya, sikap bijak dari SBY sebagai mantan Presiden memiliki magnet tersendiri untuk mengujur objektivitas sebagai seorang negarawan yang berada diatas semua golongan.
“Kami mengamati komitmen dari pimpinan ormas Islam dan umat muslim yang akan melakukan demonstrasi secara, aman dan damai serta menolak adanya penyusupan dengan maksud dan tujuan yang melenceng dari tujuan demonstrasi yang menginginkan adanya proses hukum secara jujur dan adil,” tegasnya.
Awas Provokasi
Sementara itu sebelumnya, Direktur Kajian Hukum Indonesia Development Monitoring (IDM), Dewinta Pringgodani lewat Bergelora.com meminta agar pihak Polri memberi pengamanan ekstra pada aksi yang bakal digelar Jumat, 4 November. Masyarakat dan aparat penegak hukum diminta tak mudah terprovokasi.
Dewinta Pringgodani mengatakan, menjelang aksi unjuk rasa besar-besaran pada 4 November mendatang, semua pihak harus bisa menahan diri agar tidak terprovokasi isu anarkistis.
“Harus disikapi dengan kepala dingin,” kata Dewinta, Senin (31/10).
Dewinta mengapresiasi pelaksanaan Pilkada DKI 2017 yang sudah memasuki tahapan kampanye dengan mulus.
“Namun, hajatan demokrasi Jakarta yang sudah maju ke depan ini jangan dirusak oleh isu SARA (Suku Agama Ras dan Antaragolongan) , yang mendompleng kegiatan Pilgub DKI,” ujarnya.
Menurutnya, IDM selaku lembaga yang fokus terhadap pembangunan masyarakat, meminta penegak hukum memberikan jaminan keamanan Ibu Kota.
Ia mengungkapkan, Pilkada 2017 dilakukan serentak di 101 daerah. Namun, sorotan media hanya terfokus di Jakarta, bahkan, Pilgub DKI menjadi sorotan seluruh warga Indonesia.
Kondisi ini makin dipanaskan dengan rencana aksi massa pada 4 November. Rencana aksi massa itu merupakan kegiatan lanjutan dari aksi massa dua minggu lalu.
Dewinta mengaku sudah menghubungi Kapolda Metro Jaya Irjen M. Iriawan terkait perintah tembak di tempat pada demonstran anarkistis. “
Tidak benar ada perintah itu. Seluruh informasi yang beredar di medsos itu hoax. Informasi itu sengaja dibuat untuk menjatuhkan citra Polri. Tidak mungkin Polri yang bertugas menciptakan keamanan akan memicu kerusuhan dengan melakukan tembak di tempat,” kata Dewinta. (Enrico N. Abdielli)