JAKARTA- Dari kasus Mary Jane Veloso Indonesia seharus bisa menarik pelajaran agar hukuman mati Indonesia segera dihapus. Hal ini disampaikan Rachland Nashidik Pendiri IMPARSIAL, kepada Bergelora.com di Jakarta, Kamis (19/12).
“Presiden Prabowo bisa menggunakan Kasus Mary Jane untuk sekali lagi mengingatkan Indonesia: Tak ada hukum yang sempurna dan karena itu hukuman mati seharusnya dihapus. Atau, setidaknya dalam masa kepemimpinan politiknya, pasal celaka itu tidak digunakan,” tegas.
Rachland Nasidik mengatakan, Filipina meyakinkan Indonesia bahwa Mary Jane sebenarnya korban mafia narkoba. Dia diperdaya membawa koper berisi narkoba ke Indonesia. Keterangannya dibutuhkan oleh aparat hukum Filipina. Mary Jane akhirnya pulang ke negaranya.
“Tak ada kejahatan yang sempurna — tapi demikian juga halnya dengan hukum. Memang tak ada hukum yang sempurna. Kasus-kasus miscarriage of justice terjadi setiap hari di mana saja,” ujarnya.
Justru karena itu menurutnya, excessive atau capital punishment, yaitu hukuman mati, seharusnya dihapus. Tak ada satupun upaya hukum yang bisa menghidupkan lagi orang yang sudah dihukum mati akibat miscarriage of justice.
“Dosa besar ditanggung Indonesia bila menghukum mati Mary Jane padahal belakangan ketahuan: dia sebenarnya cuma korban,” tegasnya.
Ia mengatakan diplomasi Filipina sudah berhasil memulangkan warga negaranya hidup-hidup dari Indonesia. Tapi diplomasi anti-hukuman mati sebenarnya pertama-tama adalah perkara melindungi warga negara sendiri dari ancaman hukuman mati di dalam negeri sendiri.
Presiden Filipina menurut Rachland Nasidik menyelenggarakan pertunjukan politik immoral dan inkonsisten, bila mati-matian menyelamatkan Mary Jane dari taring-taring hukuman mati di Indonesia, tapi membiarkan warganya yang lain dibunuh di negerinya sendiri.
“Hanya negara yang konsekuen menjalankan politik anti-hukuman mati di dalam negeri, punya hak dan kredibilitas membela warga negaranya dari hukuman mati di negara lain,” tegasnya.
Disambut Haru Keluarga
Sebelumnya, Mary Jane Veloso, seorang ibu dua anak yang menjadi ikon perjuangan melawan perdagangan manusia, tiba di Filipina setelah 15 tahun mendekam menunggu hukuman mati di Indonesia. Kedatangannya membuka babak baru dalam perjuangannya untuk memperoleh kebebasan penuh.

Veloso (39) mendarat di Bandara Manila pada Rabu pagi setelah kesepakatan repatriasi antara Filipina dan Indonesia.
Dilansir Al Jazeera, perjanjian ini mengakhiri ancaman eksekusi yang sempat menghantui hidupnya, meskipun ia masih harus menjalani hukuman seumur hidup di penjara wanita di Manila.
Veloso ditangkap pada 2010 di Indonesia setelah ditemukan membawa koper berisi 2,6 kilogram heroin.
Ia mengaku dijebak oleh perekrut kerja yang menjanjikan pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga.
Pada 2015, ia nyaris dieksekusi bersama delapan terpidana narkoba lainnya, tetapi kasusnya ditangguhkan setelah perekrutnya, Maria Kristina Sergio, ditangkap di Filipina. Veloso kemudian dijadikan saksi kunci dalam kasus perdagangan manusia tersebut.
Saat tiba di Manila, Veloso disambut dengan ketat oleh petugas keamanan dan langsung dibawa ke fasilitas penjara khusus wanita.
Meski demikian, keluarga dan pendukungnya yang berkumpul di luar terminal bandara diizinkan bertemu dengannya.
Momen haru nan emosional terjadi saat kedua putranya berlari memeluk Veloso di dalam kompleks penjara.
Dalam pernyataan kepada wartawan setelah menjalani pemeriksaan medis, Veloso mengungkapkan harapannya agar Presiden Ferdinand Marcos memberikan pengampunan.
“Saya telah dipenjara atas sesuatu yang tidak saya lakukan. Saya ingin kembali ke keluarga saya,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca.
Mary Jane: Saya Cinta Indonesia
Mary Jane Veloso, berterima kasih kepada Presiden Prabowo Subianto dan Menko Yusril Ihza Mahendra atas keputusan pemulangan dirinya ke negara asal Filipina. Atas permulaannya itu, Mary Jane mengaku cinta Indonesia.
“Saya Mary Jane Veloso mengucapkan banyak terima kasih kepada Presiden Republik Indonesia Bapak Prabowo Subianto dan Menteri Koordinator Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Bapak Yusril Ihza Mahendra, dan seluruh penegak hukum di Indonesia atas kebijakan transfer saya untuk saya melanjutkan pidana di negara asal saya Filipina,” kata Mary Jane seperti dalam video yang media , Kamis (19/12/2024).
Mary Jane mengaku kini bisa lebih dekat dengan keluarganya setelah dipindahkan untuk melanjutkan hukuman di Filipina. Dia kembali berterima kasih atas kebijakan transfer dirinya.
“Saya bisa lebih dekat dengan keluarga terutama anak saya yang ada di Filipina. Sekali lagi saya mengucapkan terima kasih,” ucapnya.
Dia juga meminta maaf jika selama di Indonesia melakukan kesalahan. Dia juga mengaku mencintai Indonesia.
“Mohon maaf jika ada kesalahan kata, sikap saya yang kurang berkenan, terima kasih Indonesia, saya cinta Indonesia,” ujarnya. (Web Warouw)

