Jumat, 4 Juli 2025

MALU-MALUIN AJA NIH..! AS Cabut dari Perjanjian Iklim Paris, Janji US$ 20 Miliar ke RI Terancam Batal, Ternyata Utangan

JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) angkat suara perihal kelanjutan pendanaan dari negara-negara maju seperti Amerika Serikat (AS) untuk program transisi energi di Indonesia melalui Just Energy Transition Partnership (JETP).

Komitmen pendanaan tersebut sejatinya sudah diungkapkan sejak November 2022 lalu. Namun, setelah Presiden AS Donald Trump berkuasa, negara Paman Sam itu kini sudah tidak sejalan dengan komitmen transisi energi. Hal itu dibuktikan pasca keluarnya AS dari Perjanjian Iklim Paris (Paris Agreement).

Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung menyebutkan pihaknya akan mengecek terlebih dahulu komitmen JETP yang sebelumnya telah dijanjikan untuk Indonesia sebesar US$ 20 miliar setara Rp 300 triliun.

“Ini biar kita cek dulu,” jawabnya singkat saat ditanya perihal komitmen JETP usai AS hengkang dari Paris Agreement, ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (24/1/2025).

Adapun, program JETP (Just Energy Transition Partnership) itu sendiri merupakan kesepakatan Indonesia dengan berbagai negara maju seperti Amerika Serikat (AS) dan Jepang untuk membantu pendanaan transisi energi di Indonesia.

Dana yang dijanjikan dalam JETP sekitar US$ 20 miliar atau setara Rp 300 triliun. Sayangnya, pendanaan tersebut ternyata bukan berbentuk hibah, melainkan pinjaman alias utang.

Kemitraan itu sejalan dengan reformasi kebijakan dalam negeri, akan terus memobilisasi investasi dalam produksi energi terbarukan dalam negeri Indonesia untuk mengurangi emisi, memperkuat dan memperluas jaringan, memajukan ketahanan energi, menciptakan lapangan kerja, dan mengembangkan ekonomi energi bersih di Indonesia.

Terakhir, AS dan Indonesia juga berkomitmen untuk mengembangkan rantai pasok mineral penting. Hal itu disampaikan dalam pertemuan Joe Biden dan Prabowo.

Untuk mencapai tujuan tersebut, AS-RI berjanji untuk mempercepat diskusi tentang mineral penting. Prabowo dan Biden mengakui peran penting rantai pasokan mineral penting yang beragam dan tangguh untuk memperkuat sektor manufaktur dan pertumbuhan ekonomi di kedua negara, serta mendukung transisi energi bersih global.

Penting diketahui, kesepakatan JETP terjalin antara Indonesia dengan negara-negara maju yang tergabung dalam International Partners Group (IPG), dipimpin oleh Amerika Serikat dan Jepang dan beranggotakan Denmark, Inggris, Italia, Jerman, Kanada, Norway, Prancis, dan Uni Eropa.

AS Keluar dari Perjanjian Iklim Paris

Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Donald Trump kembali menarik Amerika Serikat dari perjanjian iklim Paris atau Paris Agreement pada Senin (20/1), setelah dia resmi dilantik menjadi presiden.

Trump menandatangani perintah eksekutif penarikan AS dari pakta tersebut, di hadapan para pendukung yang berkumpul di Capital One Arena di Washington.

“Saya segera menarik diri dari penipuan perjanjian iklim Paris, yang tidak adil dan sepihak,” kata Trump sebelum menandatangani perintah tersebut.

“Amerika Serikat tidak akan menyabotase industri kita sendiri, sementara China mencemari dengan impunitas,” imbuh Trump, dikutip Reuters.

Langkah ini menempatkan AS bersama Iran, Libya, dan Yaman sebagai segelintir negara di dunia yang tak termasuk dalam pakta tersebut.

Dalam pakta Paris Agreement, pemerintah negara-negara penandatanganan sepakat untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri, untuk menghindari dampak terburuk dari perubahan iklim.

Keputusan ini juga mencerminkan sikap skeptis Trump tentang pemanasan global yang dianggapnya sebagai sebuah “tipuan”.

Selain itu Trump juga memang memiliki agenda untuk membebaskan pengeboran minyak dan gas AS dari regulasi, sehingga mereka dapat memaksimalkan hasil.

Trump juga menarik AS dari kesepakatan ini selama periode pertama dia menjabat sebagai presiden pada 2017-2021.

Saat ini AS merupakan penghasil emisi gas rumah kaca terbesar kedua di dunia setelah China. Para pengamat menilai penarikan AS dari pakta ini akan semakin merusak ambisi global untuk memangkas emisi.

“Kali ini tindakan AS bisa lebih merusak upaya iklim global. Akan lebih sulit kali ini karena kita berada di tengah-tengah implementasi, berhadapan dengan pilihan nyata,” kata eks negosiator Paris Agreement, Paul Watkinson.

Menurut laporan Perserikatan Bangsa Bangsa, dunia kini sedang mengalami pemanasan global hingga lebih dari 3 derajat Celsius pada akhir abad ini.

Pendekatan Trump juga sangat kontras dibandingkan dengan Joe Biden, yang menginginkan AS memimpin upaya iklim global dan berusaha mendorong transisi dari minyak dan gas menggunakan subsidi dan regulasi.

Trump sementara itu bermaksud mencabut subsidi dan regulasi tersebut, untuk menopang anggaran negara dan menumbuhkan ekonomi, sambil memastikan “udara dan air bersih” di AS.

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru