JAKARTA – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menandatangani perintah eksekutif untuk membuka dokumen rahasia terkait pembunuhan mantan presiden AS, John F. Kennedy dan adiknya, Robert F. Kennedy.
Dokumen terkait pembunuhan aktivis hak-hak sipil, Marthin Luther King Jr. juga akan dibuka.
Pembunuhan Robert F. Kennedy yang terjadi pada 1963 silam telah menjadi sumber beragam teori konspirasi hingga saat ini.
Sejumlah dokumen pemerintah AS terkait pembunuhan tersebut masih diklasifikasikan sebagai dokumen rahasia.
“Ini sesuatu yang besar. Banyak orang telah menunggu ini selama bertahun-tahun, berdekade-dekade. Dan semuanya akan terungkap,” kata Trump usai menandatangani perintah eksekutif di Gedung Putih, Washington sebagaimana dikutip Al Jazeera, Jumat (24/1/2025).
Dengan perintah Trump, lembaga intelijen AS dalam kurun 15 hari wajib melaporkan rencana untuk perilisian berkas-berkas terkait pembunuhan John F. Kennedy.
Sedangkan rencana perilisan dokumen terkait pembunuhan Robert F. Kennedy dan Marthin Luther King Jr. wajib dipresentasikan dalam kurun 45 hari.
Otoritas AS telah memvonis Lee Harvey Oswald bersalah atas pembunuhan John F. Kennedy. Namun, publik AS masih belum puas dengan keterangan pemerintah terkait pembunuhan tersebut.
Dalam survei Gallup pada 2023 lalu, 65 persen mengaku tidak percaya Lee Harvey Oswald bertindak sendiri dalam pembunuhan Kennedy.
Sedangkan 20 persen responden meyakini Oswald terlibat konspirasi dengan pemerintah AS.
Di lain sisi, cucu John F. Kennedy, Jack Schlossberg tidak senang dengan pengumuman Trump untuk membuka dokumen sehubungan pembunuhan Kennedy.
Menurutnya, Trump sebatas menggunakan peristiwa pembunuhan kakeknya sebagai alat politik.
“Deklasifikasi ini hanya menjadikan JFK alat politik saat dia tidak bisa balas memukul. Tidak ada yang herois soal ini,” kata Schlossberg.
Pada 1992, Kongres AS meloloskan undang-undang yang mewajibkan berkas-berkas penting sehubungan pembunuhan Kennedy dirilis dalam kurun 25 tahun.
Namun, undang-undang tersebut membolehkan presiden tidak merilis dokumen rahasia jika dapat membahayakan keamanan nasional.
Selama menjabat pada periode pertamanya, Trump mendeklasifikasi lebih dari 2.800 dokumen rahasia pemerintah AS. Namun, Trump kemudian menuruti permintaan Badan Intelijen Pusat AS (CIA) dan Biro Investigasi Federal (FBI) untuk menahan deklasifikasi ribuan dokumen lain.
Sementara itu, Joe Biden membuka lebih sekitar 17.000 dokumen. Masih terdapat 4.700 dokumen yang ditahan sebagian atau secara utuh. (Enrico N. Abdielli)