Rabu, 2 Juli 2025

BISA GAK NIH..? Ekonomi RI di 2026 Dapat Tumbuh Tinggi, Sri Mulyani Ungkap Syaratnya

JAKARTA – Indonesia membutuhkan investasi minimal sebesar Rp 7.500 triliun dan peningkatan daya beli masyarakat untuk bisa mencapai pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen pada 2026. Hal ini diungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati ketika menjawab usulan batas atas target pertumbuhan ekonomi dari fraksi Golkar, Gerindra, dan PKB yang mengusulkan pertumbuhan ekonomi 2026 maksimal mencapai 5,8 persen, 6,3 persen, dan 6 persen.

Sebagai informasi, pemerintah telah mengusulkan target pertumbuhan ekonomi nasional di kisaran 5,2-5,8 persen dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) Tahun 2026.

KEM-PPKF ini akan menjadi dasar penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026.

“Kami menghargai pandangan lebih optimistis fraksi-fraksi. Pemerintah memiliki semangat yang sama untuk dapat mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas,” ujarnya saat rapat paripurna DPR RI, Jakarta, Selasa (1/7/2025).

Namun, kata Sri Mulyani, untuk bisa mencapai pertumbuhan setinggi itu, Indonesia harus bisa mengatasi berbagai tantangan yang ada.

Pertama, dari sisi konsumsi rumah tangga, harus bisa didorong ke level 5,5 persen. Sebab, kontribusi konsumsi rumah tangga ke pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 55 persen.

Sedangkan pada Kuartal I 2025, misalnya, konsumsi rumah tangga tengah lesu dengan pertumbuhan yang melambat dari 4,98 persen pada Kuartal I 2024 menjadi 4,89 persen.

Itu artinya, pemerintah harus mampu menciptakan kesempatan kerja baru sehingga pendapatan masyarakat dapat meningkat. Dengan demikian, daya beli masyarakat dapat terdorong.

“Daya beli masyarakat harus dijaga, inflasi rendah, kesempatan kerja yang tinggi, dan dengan berbagai intervensi pemerintah baik di bidang pangan maupun energi untuk bisa menjaga daya beli,” ucapnya.

Untuk itu, sejak tahun ini, pemerintah terus meningkatkan program untuk menstimulus konsumsi masyarakat, seperti program makan bergizi gratis, pembangunan 80.000 koperasi desa merah putih, dan penyaluran kredit usaha rakyat bagi 2,3 juta debitur.

Selain itu, program perlindungan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH), kartu sembako, hingga bantuan subsidi upah juga akan dilaksanakan untuk menjaga daya beli masyarakat, terutama kelompok rentan.

Kedua, pertumbuhan ekonomi yang tinggi juga dapat diupayakan dengan mendorong investasi baru hingga meningkat 5,9 persen secara tahunan. Itu artinya, Indonesia membutuhkan investasi baru pada 2026 untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan investasi senilai Rp 7.500 triliun.

“Komponen investasi berkontribusi 30 persen terhadap PDB kita. Apabila digabungkan dengan konsumsi, maka konsumsi rumah tangga dan investasi keduanya berkontribusi 85 persen terhadap perekonomian,” tuturnya.

Saldo Kas Negara Rp 457,5 Triliun

Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat saldo anggaran lebih (SAL) pada anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2024 sebesar Rp 457,5 triliun. Angka ini turun jika dibandingkan posisi SAL tahun sebelumnya yang seesar Rp 459,5 triliun.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, SAL pada 2024 mencapai Rp 459,5 triliun.

Namun demikian, karena saldo tersebut dimanfatakan untuk mendukung pembiayaan APBN dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berkenaan (SiLPA) dari penyesuaian lain, maka saldo akhirnya menjadi Rp 457,5 triliun.

“Saldo akhir kas negara pada akhir tahun 2024 adalah Rp 457,5 triliun,” ujarnya saat rapat paripurna DPR RI, Jakarta, Selasa (1/7/2025).

Menurut Bendahara Negara, saldo kas negara tersebut masih dalam level yang memadai. Saldo akhir ini juga berfungsi untuk menjaga fiskal terutama selama masa transisi pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Presiden Prabowo Subianto serta untuk menghadapi berbagai dinamika global.

“Ini mencerminkan bahwa kebijakan fiskal dikelola secara hati-hati dan berkelanjutan, meskipun kebutuhan untuk mendanai berbagai agenda nasional terus meningkat,” ucapnya.

Sebagai informasi, SAL adalah akumulasi neto dari SiLPA dan Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran (SiKPA) tahun anggaran sebelumnya dan tahun anggaran di tahun itu setelah tutup buku, kemudian ditambah atau dikurangi dengan koreksi pembukuan.

SAL berfungsi sebagai bantalan pembiayaan negara dan dapat digunakan untuk menutup kekurangan pembiayaan APBN atau memenuhi kebutuhan pengeluaran negara saat penerimaan negara tidak mencukupi.

Lebih lanjut, Sri Mulyani mengungkapkan posisi neraca pemerintah per 31 Desember 2024 mencerminkan posisi keuangan negara yang solid.

Dengan total aset mencapai Rp 13.692,4 triliun, posisi kewajiban Rp 10.269 triliun, dan posisi ekuitas Rp 3.424,4 triliun.

“Hal ini menggambarkan kekayaan bersih negara dan kapasitas fiskal yang tetap dapat terjaga dan diandalkan untuk menopang kebutuhan pembangunan nasional secara berkelanjutan,” kata dia.

Sementara dari sisi operasional, pendapatan tahun 2024 tercatat Rp 3.115,3 triliun, lebih rendah dari beban operasional sebesar Rp 3.353,6 triliun. Dengan demikian, defisit operasional sebesar Rp 238,3 triliun, dan dari sisi non-operasional, terdapat surplus Rp 22,7 triliun.

“Defisit secara keseluruhan tercatat Rp 215,7 triliun,” ungkapnya.

Sri Mulyani bilang, laporan arus kas tahun 2024 menunjukkan aktivitas pendanaan dan aktivitas transitoris yang mencatatkan arus kas positif. Sementara itu, aktivitas operasi dan aktivitas investasi mencatatkan arus kas negatif.

“Meskipun demikian, arus kas negatif dari aktivitas investasi adalah mencerminkan komitmen pemerintah untuk melakukan investasi produktif di dalam mendorong pembangunan dan kesejahteraan masyarakat,” tukasnya. (Calvin G. Eben-Haezer)

 

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru