JAKARTA- Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memeriksa Direktur Utama perusahaan kripto PT Pintu Kemana Saja (PINTU), Andrew Pascalis Addjiputro (APA).
Saat pemeriksaan, Andrew dicecar terkait aliran dana dalam kasus dugaan korupsi akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) pada periode 2019–2022.
“Penyidik menelisik aliran dana yang diduga terkait dengan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Tahun 2019–2022,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangan tertulis dikutip Bergelora.com, Rabu (2/7/2025).
Saat ditanya apakah Andrew menerima aliran dana dalam kasus tersebut, Budi tidak memberikan jawaban secara lugas.
“Itu termasuk pihak yang dimintai keterangan, diduga mengetahui sehingga penyidik melakukan pemeriksaan kepada yang bersangkutan,” katanya.
Andrew menjalani pemeriksaan pada Rabu (25/6/2025) sebagai saksi dalam penyidikan dugaan tindak pidana korupsi terkait proses kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Tahun 2019–2022.
Menyikapi pemeriksaan ini, pihak manajemen PINTU mendukung langkah lembaga antirasuah.
Public relations (PR) PT Pintu, Yoga Samudera dalam keterangan persnya, Rabu (25/6/2025) mengatakan, pihaknya telah memberikan informasi terkait kasus yang diselidik oleh KPK. Sehingga, dia berharap, KPK bisa mengusut tuntas dugaan korupsi di PT ASDP Indonesia Ferry (Persero).
“Kami percaya penuh terhadap integritas dan independensi KPK dalam mengusut tuntas kasus ini,” imbuhnya.
Dia juga menjelaskan, pihaknya sudah melakukan audit internal terkait dugaan kasus PT ASDP Indonesia Ferry tersebut. Namun dari hasil audit tersebut, Yoga mengklaim tidak menemukan nama-nama pengguna jasa Pintu yang terlibat dalam kasus korupsi tersebut. Hasil audit juga sudah disampaikan langsung ke KPK untuk mendukung penyelidikan kasus korupsi tersebut.
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan dan menahan tiga mantan anggota dewan direksi PT ASDP Indonesia Ferry dalam kasus yang sama. Mereka adalah Ira Puspadewi (Direktur Utama periode 2017–2024), Harry Muhammad Adhi Caksono (Direktur Perencanaan dan Pengembangan periode 2020–2024), dan Muhammad Yusuf Hadi (Direktur Komersial dan Pelayanan periode 2019–2024).
Selain itu, Adjie, pemilik PT Jembatan Nusantara, juga telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan, meski dibantarkan ke RS Polri karena alasan kesehatan.
Konstruksi Perkara
Pada 2014, Adjie menawarkan perusahaannya, PT JN, untuk diakuisisi oleh PT ASDP Indonesia Ferry. Namun, sebagian direksi dan dewan komisaris saat itu menolak karena menilai kapal-kapal milik PT JN sudah tua. Saat itu, ASDP memprioritaskan pengadaan kapal baru.
Ketika Ira Puspadewi menjabat sebagai Direktur Utama ASDP pada 2018, Adjie kembali mengajukan tawaran akuisisi. Pembahasan dilakukan dalam sejumlah pertemuan, termasuk di rumah Adjie yang dihadiri Ira, Muhammad Yusuf Hadi, dan Harry Muhammad Adhi Caksono.
Pada 2019, PT JN secara resmi mengajukan penawaran tertulis untuk diakuisisi. Proses ini ditindaklanjuti melalui perjanjian kerja sama usaha (KSU) tahun 2019–2020 yang kemudian diperpanjang hingga 2022.
Pada 26 Juni 2019, kedua pihak menandatangani nota kesepahaman (MoU) yang diteken oleh Ira Puspadewi dan Direktur PT JN, Rudy Susanto. Kontrak induk kerja sama usaha ditandatangani pada 23 Agustus 2019.
Selanjutnya, pada 20 September 2019, Ira mengirim surat kepada Komisaris Utama PT ASDP untuk meminta persetujuan kerja sama usaha dengan PT JN Group. Namun, surat tersebut tidak menyebutkan rencana akuisisi.
Surat kepada Menteri BUMN pada 11 Oktober 2019 juga hanya menyebutkan bahwa ASDP sedang menjajaki akuisisi kapal melalui skema kerja sama usaha. Meski demikian, dewan komisaris tetap menolak rencana tersebut.
Dalam pelaksanaan KSU, ASDP disebut memprioritaskan penggunaan kapal milik PT JN agar kinerja keuangan perusahaan tersebut tampak layak untuk diakuisisi.
Pada 2020, setelah pergantian dewan komisaris, pembahasan akuisisi kembali dilanjutkan. Saat itu, ASDP belum memiliki pedoman internal terkait akuisisi.
Ira kemudian memerintahkan penyusunan draf keputusan direksi, dan rencana akuisisi PT JN dimasukkan ke dalam Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) 2020–2024.
RJPP tersebut mencantumkan rencana penambahan 53 kapal melalui skema kerja sama usaha.
Sebelum Keputusan Direksi diteken pada 7 Februari 2022, dilakukan proses due diligence dan valuasi oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP).
Namun, valuasi oleh KJPP MBPRU terhadap 53 kapal milik PT JN diduga telah direkayasa agar mendekati harga yang diinginkan oleh Adjie, yakni sekitar Rp2 triliun.
Data usia kapal yang digunakan tidak sesuai dengan sistem internasional IMO GISIS, di mana kapal-kapal PT JN ternyata jauh lebih tua.
Setelah proses negosiasi, disepakati nilai akuisisi sebesar Rp1,272 triliun. Rinciannya, Rp892 miliar untuk 42 kapal milik PT JN dan Rp380 miliar untuk 11 kapal milik afiliasi.
Manajemen baru PT JN juga menerima tanggungan utang perusahaan.
Transaksi diresmikan melalui Akta Jual Beli Saham Nomor 139 tertanggal 22 Februari 2022. Berdasarkan perhitungan KPK, akuisisi tersebut telah menimbulkan kerugian keuangan negara setidaknya sebesar Rp893,16 miliar. (Web Warouw)