JAKARTA – Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti, mengungkapkan bahwa mayoritas rumah tangga yang tergolong miskin ekstrem di Indonesia adalah pasangan suami istri yang hanya mengenyam pendidikan hingga tingkat sekolah dasar (SD), bahkan sebagian tidak lulus SD.
“Kalau kita perhatikan rumah tangga miskin ekstrem, itu pendidikannya SD dan bahkan tidak lulus SD. Ini memang harus ada intervensi untuk memutus rantai kemiskinan,” kata Amalia usai menghadiri rapat koordinasi di Kantor Kementerian Koordinator Pemberdayaan Masyarakat, Selasa (8/7/2025).
Menurut Amalia, data BPS menunjukkan adanya korelasi langsung antara tingkat pendidikan dan kesejahteraan rumah tangga.
Semakin tinggi pendidikan dalam keluarga, maka semakin besar peluang rumah tangga tersebut untuk keluar dari kemiskinan.
Amalia menambahkan bahwa program Sekolah Rakyat yang tengah dijalankan pemerintah merupakan salah satu bentuk intervensi nyata dalam memutus rantai kemiskinan struktural.
“Program Sekolah Rakyat ini menerima manfaatnya berbasis dari Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN), yang terus kami update setiap tiga bulan,” jelasnya.
Lebih lanjut, BPS mencatat bahwa dari kelompok Desil 1 atau masyarakat dengan kondisi ekonomi terendah, terdapat 422.619 anak usia sekolah yang belum atau tidak lagi bersekolah.
Secara keseluruhan, Amalia menyebut ada sekitar 6,1 juta anak usia 7–18 tahun di Indonesia yang tidak bersekolah atau putus sekolah.
Jumlah ini setara dengan sekitar 7 persen dari total penduduk usia sekolah di Tanah Air.
Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Muhaimin Iskandar, menegaskan bahwa pendidikan merupakan kunci utama dalam upaya memutus mata rantai kemiskinan di Indonesia.
“Nah salah satu upaya memutus mata rantai kemiskinan di Tanah Air kita ini adalah melalui pendidikan,” kata Menko Muhaimin.
“Makanya pendidikan menggunakan perintah UUD, 20 persen dari anggaran APBN kita untuk pendidikan,” tegasnya. (Calvin G. Eben-Haezer)