JAKARTA- Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria mengungkap pemerintah sedang menyiapkan regulasi mengenai pemanfaatan teknologiĀ kecerdasan buatan (AI) yang akan dibuat dalam bentuk peraturan presiden (Perpres).
Hal ini guna memperkuat tata kelola lintas sektor.
“Akan ada dua produk, yaitu peta jalan dan regulasi AI. Lalu peraturan presiden yang dapat berlaku di seluruh lembaga. Jadi dengan melakukan itu, kami memperkuat regulasi kami tentang AI,” kata Nezar dalam pertemuan dengan Wakil Duta Besar Singapura untuk Indonesia Terrence Teo di Komdigi, dikutip Bergelora.com di Jakarta, Jumat (18/7)
Nezar menjelaskan Indonesia saat ini sudah memiliki sejumlah perangkat hukum yang relevan dengan pengembangan AI, seperti UU ITE, UU Perlindungan Data Pribadi, KUHP, serta sejumlah peraturan menteri dan surat edaran etika AI.
Ia menegaskan regulasi-regulasi tersebut menjadi pijakan dalam memitigasi risiko dan menjadi panduan dalam memanfaatkan teknologi.
āDengan kumpulan peraturan ini, saya pikir kami dapat memiliki referensi bagi semua pemangku kepentingan yang ingin mengembangkan teknologi AI. Bagi masyarakat yang ingin menggunakan teknologi ini, kami juga dapat menavigasi dan memitigasi risikonya,ā terangnya.
Selain regulasi, Komdigi juga tengah merancang peta jalan AI nasional. Nezar menyatakan penyusunan draf peta jalan ini melibatkan berbagai pemangku kepentingan yang didukung oleh kolaborasi dengan Japan International Cooperation Agency (JICA) serta konsultan dari Bolton Consulting Group (BCG).
Menurut Nezar penyusunan peta jalan AI ini juga melibatkan pelaku usaha dan industri, akademisi, kelompok masyarakat sipil, dan pemerintah. Ia mengklaim proses penyusunan sudah dilakukan secara marathon selama hampir dua bulan.
āDan drafnya masih dibahas oleh banyak pemangku kepentingan. Semoga kami dapat menyelesaikan drafnya pada akhir bulan ini,ā tutur dia.
Nezar menjelaskan peta jalan AI ini dirancang sebagai panduan prinsip bagi kementerian dan lembaga terkait untuk mengadopsi teknologi AI di berbagai sektor, seperti transportasi, pendidikan, kesehatan, hingga layanan keuangan.
āIni seperti panduan untuk semua kementerian yang terkait dengan adopsi AI. Kami hanya memberikan prinsip-prinsip bagaimana adopsinya, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, serta apa yang perlu diwaspadai terkait risikonya,ā jelas Nezar.
Pemerintah berharap peta jalan dan perpres ini dapat menjadi dasar pengembangan AI yang etis, adaptif, dan tanggap terhadap dinamika global.
Dokumen kedua ini diharapkan mampu menjaga keseimbangan antara inovasi dan perlindungan publik, serta menjadi rujukan dalam membangun ekosistem AI nasional.
Sangat Urgent, Harus Dibuat
Jika regulasi mengenai AI ditunda, Indonesia akan semakin tertinggal dan hanya menjadi pasar konsumen teknologi AI dari luar.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi I DPR Dave Laksono menyebut aturan khusus yang mengawal teknologiĀ kecerdasan buatan (AI) adalah sebuah strategi yang mendesak. Potensi dampak yang luas membuat diperlukannya kerangka hukum yang jelas dan adaptif.
āPerkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) memang sangat pesat dan sudah mulai menyentuh hampir seluruh aspek kehidupan, mulai dari sektor ekonomi, keamanan, hingga kehidupan sosial masyarakat. Dalam konteks ini, Komisi I DPR RI memandang regulasi khusus AI sebagai sebuah strategi urgensi,ā ujar Dave , Jumat (4/7) lalu.
āMengingat potensi dampak yang sangat luas, baik positif maupun negatif, maka kebutuhan akan kerangka hukum yang jelas dan adaptif menjadi hal yang mendesak,ā tambahnya.
Dave mengatakan Indonesia agak terlambat dalam menghadirkan aturan semacam itu jika dibandingkan dengan tren global. Ia mencontohkan beberapa negara telah memiliki aturan terkait AI, bahkan negara tetangga sudah mulai menyusun aturan serupa.
Menilik Dampak AI di Negara Berkembang
āNegara-negara seperti Uni Eropa, Amerika Serikat, hingga tetangga kita di ASEAN pun mulai bergerak cepat menyusun kebijakan terkait AI. Indonesia tidak boleh ketinggalan, baik dari sisi kesiapan hukum maupun kesiapan institusional,ā ujarnya.
Dave menjelaskan bahwa saat ini Indonesia memiliki beberapa aturan yang bisa dikaitkan dengan teknologi AI, seperti Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi. Namun, Ia menilai aturan-aturan tersebut belum cukup.
Ia menyebut AI membawa tantangan baru yang belum dijawab oleh regulasi yang ada, seperti isu akuntabilitas algoritma, etika dalam pemanfaatan data, hingga risiko manipulasi informasi lewat deepfake dan disinformasi otomatis.
“Kami di Komisi I telah dan akan terus mendorong kementerian dan lembaga terkait, terutama Kominfo dan BSSN, untuk merumuskan regulasi yang komprehensif namun tetap adaptif terhadap dinamika teknologi,” tutur Dave.
“Kami ingin agar pendekatan pemerintah tidak hanya reaktif, tapi juga proaktif dalam menciptakan ruang inovasi yang aman dan bertanggung jawab,” pungkasnya.
Terpisah, Guru Besar Ilmu Kecerdasan Buatan (AI) IPB University Yeni Herdiyeni menilai Indonesia perlu segera menyusun Undang-undang khusus yang mengatur pengembangan dan pemanfaatan AI.
Menurut Yeni, UU mengenai AI saat ini diperlukan menyusul pesatnya perkembangan teknologi ini serta berbagai risiko yang menyertainya, seperti disinformasi, kesalahan algoritma, hingga potensi ancaman terhadap ketahanan nasional.
“Undang-undang itu perlu, karena ini produk teknologi yang bisa berdampak positif dan negatif,” ujar Yeni, melansir laman resmi IPB, Sabtu (21/6).
Sejumlah negara seperti Amerika Serikat, China, Brasil, Kanada, Jepang, hingga Uni Eropa juga sudah mulai menyusun regulasi khusus terkait kecerdasan buatan. Langkah ini mencerminkan keseriusan mereka dalam menghadapi tantangan dan risiko yang ditimbulkan oleh perkembangan akal imitasi.
Ia kemudian mencontohkan bagaimana teknologi AI saat ini mulai digunakan dalam konflik global, serta disalahgunakan dalam konteks politik, seperti pada pemilu untuk memanipulasi opini publik melalui bot dan penyebaran disinformasi.
Menurutnya jika regulasi mengenai AI ditunda, Indonesia akan semakin tertinggal dan hanya menjadi pasar konsumen teknologi AI dari luar.
“Kalau dilihat dari sisi kebijakan pemerintah saat ini mulai dari pendidikan dasar dan menengah akan diberi materi tentang AI. Perlu kehati-hatian dalam merumuskan kebijakan dan arah pendidikan,” katanya. (Web Warouw)