Jumat, 18 Juli 2025

MEMANG PERLU IMPOR DOKTER NIH..! Dekan FKUI: 4.000 Dokter Terancam Gagal Dapat Sertifikat Uji Kompetensi

JAKARTA – Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Ari Fahrial Syam mengatakan sekitar 4 ribu calon dokter spesialis terancam gagal mendapatkan sertifikat uji kompetensi. Hal ini terjadi sehubungan dengan surat somasi kolegium kesehatan yang menyatakan tidak akan menerbitkan sertifikat kompetensi untuk mahasiswa kedokteran yang diuji oleh selain kolegium.

Menurut Ari, jika ancaman kolegium itu benar terjadi maka ribuan dokter yang akan menjalani uji kompetensi Agustus mendatang tidak akan bisa mendapatkan izin praktik. Artinya, penambahan tenaga medis pun akan terhambat.

“Ini sangat meresahkan bagi para dekan maupun pada pelaksanaan pendidikan dokter,” kata dia melalui aplikasi perpesanan dikutip Bergelora.com di Jakarta Jumat, 16 Juli 2025.

Ari mengakui saat ini perguruan tinggi memang masih menggunakan pola lama dan belum melibatkan kolegium kesehatan baru dalam menguji calon dokter umum maupun dokter spesialis. Ari beralasan hal itu dilakukan karena proses transisi dari pola lama ke pola baru sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 masih butuh waktu.

Di satu sisi, perguruan tinggi belum menerapkan pola ujian baru lantaran Standar Prosedur Operasional (SPO) uji kompetensi nasional yang disusun Kementerian Kesehatan bersama Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) belum juga disahkan.

Alih-alih menjalin komunikasi dengan dua kementerian tersebut, Ari menyayangkan para kolegium malah memilih melayangkan somasi ke perguruan tinggi.

“Jadi ini yang menurut saya tidak elok. Di tengah masyarakat, sesama pejabat negara saling bertikai, saling mengancam lagi,” kata dia.

Sebelumya, pada 14 Juli 2025, empat kolegium, yakni Kolegium Dokter, Keperawatan, Kebidanan, dan Farmasi mengirim surat ke berbagai fakultas kedokteran dan menyatakan bahwa mereka tidak akan menandatangani sertifikat kompetensi apabila uji kompetensi tidak sesuai amanat UU Kesehatan 2023 dan PP No. 28 Tahun 2024.

Surat itu sekaligus menolak skema dari Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi yang dinilai tidak sejalan dengan regulasi.

“Terhitung setelah 8 Agustus 2025, kami tidak akan menerbitkan Sertifikat Kompetensi untuk uji kompetensi yang diselenggarakan tanpa mengikuti amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023,” bunyi pernyataan kolegium tersebut, dikutip pada Rabu, 16 Juli 2025.

Menurut mereka, undang-undang tersebut telah menegaskan bahwa proses uji kompetensi mulai dari persiapan, pelaksanaan, hingga evaluasi harus melibatkan kolegium.

Para kolegium juga menyebut keterlibatan mereka adalah syarat mutlak untuk menjamin akuntabilitas hasil uji kompetensi. Jika tidak dilibatkan, mereka tidak akan bertanggung jawab atas keabsahan sertifikasi kompetensi yang dikeluarkan.

Kolegium Buka Suara

Menanggapi hal itu Ketua Kolegium Kesehatan Supriyanto menjelaskan alasan sejumlah kolegium kedokteran melayangkan somasi tidak akan menerbitkan sertifikat kompetensi untuk mahasiswa kedokteran. Ia berujar hal itu dilakukan lantaran perguruan tinggi tak kunjung membuat perjanjian kerja sama dengan kolegium untuk uji kompetensi yang akan digelar pada Agustus mendatang.

Padahal, menurut dia, berdasarkan Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023, setiap uji kompetensi calon dokter harus melibatkan kolegium. Mulai dari dari persiapan, pelaksanaan, hingga penilaian.

“Supaya kolegium itu ketika mau menandatangani sertifikat, mereka yakin dengan hasilnya karena terlibat langsung,” kata Ketua Kolegium.

Kolegium adalah badan yang bertugas menetapkan standar kompetensi dan pendidikan dokter spesialis, serta menjaga profesionalisme tenaga medis. Dalam konteks ini, mereka juga yang berwenang menyatakan seorang dokter sudah memenuhi syarat sebagai dokter spesialis atau tidak.

Itu sebabnya, Supriyanto menuturkan syarat keterlibatan kolegium mutlak agar mereka dapat mempertanggung jawabkan setiap sertifikat yang dikeluarkan. Ia menegaskan penandatanganan sertifikat kompetensi dokter bukan sesuatu yang sederhana.

“Kalau sudah ditandatangani dan ternyata kompetensinya tidak sesuai, secara legal yang nanggung kan mereka (kolegium),” tutur Supriyanto.

Direktur Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo itu juga menilai bahwa pola uji kompetensi yang saat ini diberlakukan oleh perguruan tinggi tidak etis. Alasannya, penilaian calon dokter spesialis dilakukan oleh penyelenggara pendidikan.

Tanpa melibatkan pihak ketiga, ia berujar besar kemungkinan ada penilaian yang tidak obyektif.

“Yang mendidik itu, yang membuat kurikulum itu, lalu menguji juga itu, enggak lucu nanti,” kata dia.

Apabila perguruan tinggi mau berkompromi, dokter spesialis bedah itu menjamin bahwa ribuan calon dokter yang akan mengikuti tes pada Agustus nanti tidak akan gagal mendapatkan sertifikat.

*Apa susahnya sih kalau kerjasama? Itu kan dua hari juga bisa selesai,” kata dia.

Menurut Supriyanto, UU Kesehatan sudah cukup tegas mengatur standar prosedur operasional pelaksanaan uji kompetensi nasional. Sehingga, ia berujar tidak perlu lagi menunggu aturan turunan dari Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan, Tinggi, Sains dan Teknologi yang entah kapan akan disahkan.

Sebelumnya, pada 14 Juli 2025, empat kolegium, yakni Kolegium Dokter, Keperawatan, Kebidanan, dan Farmasi mengirim surat ke berbagai fakultas kedokteran dan menyatakan bahwa mereka tidak akan menandatangani sertifikat kompetensi apabila uji kompetensi tidak sesuai amanat UU Kesehatan 2023 dan PP No. 28 Tahun 2024. (Web Warouw)

 

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru