PEKANBARU – Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) menindak perusahaan terkait kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dan satu pabrik kelapa sawit yang menyebabkan kabut asap di Riau, Jumat (25/7/2025).
Penindakan dilakukan melalui Deputi Bidang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup (Gakkum) KLH/BPLH.
Deputi Bidang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Irjen Rizal Irawan mengatakan, berdasarkan hasil pengawasan dari Januari hingga Juli 2025, terdeteksi titik panas di area konsesi 6 perusahaan di Bumi Melayu Riau.
Kemudian, ditindaklanjuti dengan penyegelan dan penghentian operasional, karena ditemukan titik api karhutla.
“Setiap pemegang izin wajib memastikan lahannya tidak terbakar. Tidak ada alasan pembiaran, karena mitigasi adalah kewajiban yang melekat pada setiap konsesi,” ungkap Rizal dalam keterangan tertulisnya dikutip Bergelora.com, Sabtu (26/7).
“Kami pastikan, siapa pun yang terbukti lalai atau sengaja membakar lahan akan berhadapan dengan proses hukum yang tegas dan transparan,” tegasnya.
Rizal menyebutkan, 4 perusahaan yang disegel merupakan pemegang izin konsesi kebun sawit dan PBPH (Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan).
Keempatnya adalah, PT Adei Crumb Rubber, PT Multi Gambut Industri, PT Tunggal Mitra Plantation, dan PT Sumatera Riang Lestari.
Sementara itu, PT Jatim Jaya Perkasa, yang mengoperasikan pabrik kelapa sawit, juga disegel petugas.
Lebih lanjut, Rizal menjelaskan, verifikasi lapangan menemukan cerobong pabrik ini mengeluarkan emisi yang menyebabkan pencemaran udara di sekitar wilayah Kabupaten Rokan Hilir.
“Kami telah menghentikan seluruh operasional pabrik tersebut sebagai tindakan pengamanan lingkungan,” jelas Rizal.
Dengan demikian, kata dia, dari enam perusahaan yang diawasi, empat lokasi konsesi kebun sawit dan PBPH, akan diberikan sanksi administratif dan penyegelan.
Sedangkan satu pabrik sawit, akan dikenakan sanksi administrasi dan penghentian kegiatan. Proses pengawasan masih berlangsung.
Tim Deputi Gakkum KLH/BPLH sedang mengumpulkan bukti tambahan untuk langkah penegakan hukum berikutnya. Rizal mengatakan, pihaknya akan menggunakan seluruh instrumen penegakan hukum, mulai dari pidana, perdata, dan administrasi. Hal ini untuk memastikan para pemegang izin bertanggung jawab atas pencegahan karhutla di wilayah operasionalnya.
KLH/BPLH mengingatkan seluruh pelaku usaha untuk memperkuat sistem pengawasan dan pencegahan karhutla. Upaya mitigasi seperti pembangunan sekat kanal, penyediaan embung air, serta patroli terpadu harus terus ditingkatkan dan dilaksanakan secara konsisten.
Karhutla di Riau
Untuk diketahui, Riau dilanda karhutla di sejumlah wilayah. Kebakaran yang terbesar ada di Kabupaten Rokan (Rohil), lahan gambut, dan Rokan Hulu (Rohul), lahan mineral. Karhutla di dua lokasi ini menyumbang asap yang berdampak kepada masyarakat Riau.
Meningkatnya penyebaran kabut asap membuat Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurrofiq, turun tangan ke Riau. Hanif ditugaskan oleh Presiden Prabowo Subianto selama tiga hari di Riau untuk menangani persoalan kerusakan lingkungan ini.
Dalam tinjauannya di Riau, Hanif mengungkap bahwa pabrik kelapa sawit menjadi penyumbang asap dan memperparah kondisi kabut asap karhutla. Hanif memastikan akan menindak pabrik-pabrik tersebut.
Termasuk perusahaan perkebunan yang terbukti membakar atau lalai menjaga kawasannya akan diproses hukum.
Negara Ambil Alih Perusahaan
Pelanggaran dan pengabaian perusahaan yang mengakibatkan kebakaran hutan sudah berlangsung bertahun-tahun danerugikam negara dan masyarakat. Walaupun pemerintah sudah berulangkali memperingatkan dan memebrikam sanksi namun kebanyakan perusahaan perkebunan sawit tidak pernah peduli terhadapn pemerintah. Ini juga menjadi pusaran kejahatan korupsi antara oknum-oknum pemerintah.
Hari ini sudah saatnya negara mengambil alih menyita perusahaan-perusahaan yang terkena sanksi penyegelan atau ditutup dan mengganti direksi manajemennya,–menjadi milik negara. Agar perkebunan sawit tetap berjalan, produksi tetap berlanjut dan pemasukan negara bertambah bukan hanya pajak. Yang terpenting bisa mengindari dampak sosial yang tidak perlu.
Perusahaan-perusaan sawit yang disita bisa dikelola secara koperasi yang memberikan keuntungan langsung bagi pekerja dan rakyat disekitar perkebunan dengan cara membagikan saham bagi rakyat dan pekerja. Mitigasi ini penting sebagai jalan keluar kerusakan lingkungan hidup dan pembangunan industri nasional. (Budi/Web)