JAKARTA- Melalui perjuangan panjang di pengadilan, Ijin Operasi Pertambangan PT.TMS dibatalkan oleh Makamah Agung pada Februari 2022, lalu Kementerian ESDM mencabut IUP OP PT.TMS pada 8 September 2023.
Akan tetapi perusahaan ini juga ditengarai tetap berusaha dengan segala cara termasuk bekerja sama dengan kontraktor lokal melakukan juga pertambangan illegal.
“Sementara proses hukum yang kami lakukan berjalan, di bagian Selatan pulau kami di beberapa titik, terutama di lokasi yang bernama Entanah Mahamu di kampung Bowone kecamatan Tabukan Selatan Tengah masuk puluhan excavator melakukan pertambangan illegal secara massif dan brutal,” jelas Jull.
Kepada Bergelora.com di Jakarta, Senin (18/8) dilaporkan isi surat lengkap Jull Takaliuang kepada Presiden Prabowo Subianto.diambil dari akun Facebook Jull Takaliuang:
Kepada YthÂ
Bapak Presiden RI,
Prabowo Subianto
Di JakartaÂ
Semoga Bapak Presiden sehat, semangat memimpin dan memperbaiki kondisi Negara Indonesia.  Â
Pertama-tama, saya ingin mengucapkan Selamat Merayakan Hari Proklamasi RI yang ke 80 Tahun. Dirgahayu RI.
Mendengarkan pidato kenegaraan Bapak Presiden RI pada tanggal 16 Agustus 2025 di Gedung MPR/DPR RI di Senayan, saya sungguh merinding, seperti mendapatkan tetesan air di tengah terik matahari di musim kemarau.Â
Isi pidato Bapak Presiden menggetarkan jiwa rakyat Indonesia yang tersebar di semua pelosok negeri dengan beraneka beban hidup yang harus ditanggungnya.Â
Saya, Jull Takaliuang, seorang perempuan yang lahir dan besar dari rahim sebuah pulau di perbatasan Utara Indonesia dengan Philipina yang bernama Sangihe, sangat sedih melihat kondisi pulau kami yang sudah rusak dan tercemar lautnya akibat pertambangan illegal.Â
Menurut UU No.1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau kecil, pulau Sangihe tidak bisa ditambang. Sebab luasnya hanya 597,260 Km2 dengan jumlah penduduk 136.609 jiwa. Di pulau ini tidak bisa dilakukan kegiatan eksploitasi ekstraktive. Â
Masih menurut UU No. 1 tahun 2014 pasal 23 point (2) menyatakan bahwa : Pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya diprioritaskan untuk kepentingan sebagai berikut: a. konservasi, b. Pendidikan dan pelatihan, c. penelitian dan pengembangan; d. budi daya laut, e. pariwisata, f. usaha perikanan dan kelautan serta industri perikanan secara Lestari, g. pertanian organic, h. peternakan, dan/atau, i. pertahanan dan keamanan negara. Sangat jelas, tidak ada peruntukkan untuk aktivitas pertambangan.Â
Selain pulau kecil, Sangihe diapit oleh dua lempeng tektonik besar yakni lempeng Pasifik dan lempeng Eurasia, juga terdapat dua lempeng tektonik kecil yakni lempeng Sulawesi dan dan lempeng laut Philipina. Lalu ada dua gunung api bawah laut dan satu gunung api aktif di daratan utara pulau.Â
Sesungguhnya, pulau ini merupakan pulau kecil yang ringkih maka harus dilindungi dari ancaman bencana dan krisis iklim yang tengah dihadapi dunia global saat ini.Â
Meskipun demikian, Sangihe dikaruniai Pencipta keanekaragaman hayati melimpah, satwa-satwa cantik unik dan khas baik di daratan maupun di laut yang harus dijaga. Alam Sangihe menyediakan makanan berupa tumbuhnya pohon sagu, Daluga (talas khas daerah kepulauan) di berbagai tempat yang bisa diolah menjadi makanan pokok yang sehat dan nikmat dipadukan dengan ikan laut segar sebagai sumber protein.Â
Mata pencaharian masyarakat adalah nelayan tetapi juga sebagai petani. Sumber pendapatan bisa dari laut dan juga di darat dengan menanam kelapa, cengkih, pala dan tanaman produktif lainnya yang bernilai ekonomi. Â
Pada jasa alam yang terbatas inilah penduduk pulau Sangihe bergantung hidup baik sekarang maupun di masa mendatang. Leluhur kami sangat memuliakan alam sebagai ruang hidup dengan kearifan lokal, menjaga dan mewariskan secara utuh kepada anak cucunya. Â
Maka kamipun wajib untuk meneruskan amanat mereka untuk menjaga Sangihe tetap lestari. Utuh menjadi ruang hidup yang nyaman dan aman untuk semua generasi.Â
Sehubungan dengan Pidato Bapak Presiden terkait Tambang Ilegal, yang marak di banyak pelosok Indonesia, para pelaku maupun backingnya tidak tersentuh hukum, begitu juga yang terjadi di pulau Sangihe sejak tahun 2021.Â
Melalui Gerakan Save Sangihe Island (SSI), kami memilih jalur hukum untuk menghindari konflik horizontal,– perjuangan kami berhasil mengusir PT.Tambang Mas Sangihe (TMS) sebuah perusahaan tambang emas asal Kanada berpotensi merusak pulau kecil kami.Â
Melalui perjuangan panjang di pengadilan, Ijin Operasi Pertambangan PT.TMS dibatalkan oleh Makamah Agung pada Februari 2022, lalu Kementerian ESDM mencabut IUP OP PT.TMS pada 8 September 2023. Â
Akan Tetapi perusahaan ini juga ditengarai tetap berusaha dengan segala cara termasuk bekerja sama dengan kontraktor lokal melakukan juga pertambangan illegal.Â
Sementara proses hukum yang kami lakukan berjalan, di bagian Selatan pulau kami di beberapa titik, terutama di lokasi yang bernama Entanah Mahamu di kampung Bowone kecamatan Tabukan Selatan Tengah masuk puluhan excavator melakukan pertambangan illegal secara massif dan brutal. Â
Komplotan penambang illegal tersebut sangat dikenal publik dengan sebutan 9 naga. Mereka adalah para cukong tambang illegal yang berasal dari luar Sangihe diduga dari Manado dan sekitarnya. Mereka memobilisasi alat berat (excavator) bersama sianida, boraks, semen dan bahan kimia beracun lain yang dipakai untuk memisahkan emas dari mineral lainnya melalui Pelabuhan Penyeberangan kapal Ferry di Pananaru Kecamatan Tamako.Â
Padahal sesuai aturan, Pelabuhan tersebut tidak diperuntukan untuk bongkar muat alat berat seperti excavator maupun menjadi jalur pengiriman Sianida dan bahan kimia beracun lainnya. Â
Berbagai laporan resmi sudah diajukan sampai ke Mabes Polri, tetapi sebagai masyarakat kami melihat tindakan penegakkan hukum hanya formalitas belaka.Â
Biasanya pelakunya yang tertangkap atau sempat ditahan hanya dihukum ringan atau dibebaskan. Bahkan oknum aparat yang ikut terlibat pun hanya di pindahkan sementara ke Polda Sulut lalu kembali bertugas seperti biasa. Â
Upaya menuntut penegakkan hukum demi keadilan keadilan bagi pulau Sangihe juga sudah kami sampaikan melalui Kemenkopolhukam RI pada tahun 2023 dan mereka merespon dengan turun langsung ke Sangihe. Bahkan mereka mendapatkan semua bukti yang kami laporkan di lapangan.
Kami juga sudah pernah diterima Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III DPR RI pada bulan 12 Maret 2025, yang dihadiri oleh Polda Sulawesi Utara. RDP dengan Komisi III ini menghasilkan 3 rekomendasi penting untuk penegakan dan kepastian hukum. Tetapi yang kami dapatkan adalah kesia-siaan. Tak ada jaminan keadilan bagi rakyat yang dengan susah payah mencari keadilan lewat hukum di negara ini.Â
Kami ingin pulau kami dibebaskan dari seluruh aktivitas pertambangan sesuai amanat UU No. 1 tahun 2014. Kebijakan Pembangunan yang akan dipilih oleh pemerintah provinsi Sulawesi Utara dan pemerintah kabupaten kepulauan Sangihe harusnya selaras dengan UU No. 1 Tahun 2014 untuk menyelamatkan pesisir dan pulau-pulau kecil termasuk Sangihe. Karena Jika pulau kami rusak oleh aktivitas pertambangan, mereka para kapitalis, cukong, dan mafia-mafia akan pulang ke kampung halamannya, tetapi masyarakat di pulau Sangihe akan menderita sengsara hidup di lingkungan yang sudah rusak dan tercemar.
Jika dalam Pidato Bapak Presiden menawarkan kepada para politisi untuk menjadi justice collaborator, mengapa Bapak tidak menawarkan hal yang sama kepada kami sebagai rakyat yang telah menjadi korban untuk melaporkan semua aktivitas tambang illegal yang telah terjadi dan disaksikan selama bertahun-tahun?Â
Kami ingin menyampaikan apa dan siapa yang terlibat dalam bisnis kotor pertambangan illegal tanpa pandang bulu karena menyisakan penderitaan bagi masyarakat lokal.Â
Apakah hanya politisi yang Bapak Presiden percayai? Padahal sebagian dari mereka adalah oknum pelaku yang menjadikan tambang illegal sebagai sebagai sumber dana politik dan kekayaan mereka?Â
Demikian pula dengan aparat penegak hukum hampir di semua level ada oknum-oknum yang terlibat langsung dalam aktivitas tambang illegal. Indikatornya adalah tambang illegal di Sangihe berlangsung aman dan lancar tanpa penindakan hukum sampai hari ini.Â
Atau jika ada polisi yang turun melakukan penertiban, beberapa hari sudah ada informasi ke lokasi tambang, sehingga seluruh excavator sudah dikeluarkan sementara. Pura-pura disembunyikan di kebun-kebun masyarakat lalu tak lama kemudian kembali beroperasi.Â
Agar nampak jejak mereka melakukan penertiban yang dipasangi pita (police line) adalah batang pohon kelapa bukan excavator.Â
Saya berharap Bapak Presiden membuktikan pidato berapi-api tersebut dengan membuka ruang pengaduan langsung kepada masyarakat korban yang berjuang untuk menyelamatkan ruang hidupnya dari ancaman pertambangan illegal dari seluruh Indonesia. Khususnya tambang illegal yang sedang marak di pesisir dan pulau-pulau kecil seperti kami dari pulau terpencil Sangihe.Â
Semoga Bapak Presiden berkenan menerima laporan rakyat biasa sebagai korban bukan sebagai justice collaborator.Â
Demikin surat terbuka saya, atas perkenan dan perhatian Bapak Presiden dihaturkan terima kasih.Â
Sangihe, 17 Agustus 2025
Hormat Saya,
Jull Takaliuang