CIANJUR – Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia telah menerbitkan Surat Keputusan (SK) mengenai Pembentukan Tim Kajian dan Pemugaran Situs Cagar Budaya Peringkat Nasional Gunung Padang. Ali Akbar, arkeolog dari Universitas Indonesia yang ditunjuk sebagai ketua tim, menjelaskan bahwa tim yang dipimpinnya terdiri dari 100 peneliti dari berbagai disiplin ilmu.
Di antara disiplin tersebut termasuk arkeologi, arsitektur, paleontologi, topografi, geografi, geologi, sedimentologi, geoteknik, geofisika, hidrologi, paleontologi, dan paleoseismologi.
“Termasuk ahli tradisi lisan, sosiokultural, sejarawan, dan juga pelibatan warga setempat dalam tim ini,” ujar Ali dari Cianjur, Selasa (19/8)
Ali menambahkan bahwa tim bertugas untuk melaksanakan kajian pemugaran, studi teknis, menyusun perencanaan pemugaran, serta melaksanakan dan melaporkan hasil kajian dan pemugaran situs purba yang terletak di Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
“Penunjukan ini sebagai bentuk apresiasi dan kepercayaan yang diberikan pemerintah. Tentunya, ini menjadi tanggung jawab besar bagi kami,” tuturnya.
Menurut Ali, SK kementerian ini sangat penting sebagai dasar hukum dan menunjukkan komitmen pemerintah, mengingat pemugaran membutuhkan waktu dan harus dilakukan secara berkelanjutan. Ia juga menegaskan bahwa kajian dan pemugaran Situs Gunung Padang seharusnya dapat dilindungi oleh payung hukum yang lebih tinggi.
“Namun, legitimasi pemerintah ini patut disyukuri, mengingat selama sepuluh tahun terakhir praktis tidak ada aktivitas penelitian sama sekali,” tambahnya.
Ali juga berharap agar pemerintah memahami pentingnya kajian dan pemugaran ini.
“Kami berharap, pemerintah dapat memahami hakikat dari kajian dan pemugaran ini. Kalau boleh tidak diburu-buru, mengingat lokasinya yang cukup besar,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Ali menjelaskan, kajian dan pemugaran ini dirancang secara berkelanjutan untuk memungkinkan transfer ilmu pengetahuan.
“Jadi, tim utama ini punya asisten, dan para asisten dapat melibatkan para mahasiswanya supaya lebih memahami, menjadi ahli, dan bisa melanjutkan penelitian,” tuturnya.
Ia menekankan bahwa hal ini penting dalam upaya penelitian berkelanjutan mengingat luasnya area Situs Gunung Padang yang mencakup 30 hektar dengan diameter bangunan 100 meter, serta berada pada ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut.
“Kita kan tidak pernah bisa melihat bentuk utuhnya itu seperti apa? Kalau mau studi banding juga, kemana, tidak ada acuannya, sehingga transfer of knowledge ini sangat penting,” tutup Ali.
Temuan Baru di Gunung Padang
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Tim Kajian Pemugaran Situs Gunung Padang baru-baru ini menemukan singkapan atau batuan dasar endapan purba di daerah Pasir Pogor, yang berjarak sekitar 5 kilometer dari Situs Gunung Padang. Temuan ini semakin memperkuat keyakinan bahwa zona inti yang mencakup area seluas 30 hektar tersebut dikelilingi oleh bangunan-bangunan megalitikum lainnya.
Sebagai Ketua Tim Kajian Pemugaran Situs Gunung Padang, Ali Akbar menjelaskan, batuan yang ditemukan di radius 2 hingga 5 kilometer memiliki jenis yang sama dan merupakan hasil karya budaya.
“Hasil survei kemarin untuk mencari sumber batuan, ditemukan singkapan batuan di Pasir Pogor. Bukit tersebut terletak 5 kilometer sebelah utara Situs Gunung Padang,” ungkap Ali pada Sabtu (16/8/2025).
Meskipun demikian, Ali menegaskan bahwa pemugaran akan difokuskan pada teras-teras yang telah diketahui keberadaannya sejak tahun 1890. Batuan yang ditemukan di luar zona inti akan dimanfaatkan untuk memperkuat bangunan inti tersebut.
Alami Kerusakan Alami
Ali juga mengungkapkan bahwa beberapa bagian dari situs telah mengalami kerusakan alami.
“Struktur batu yang runtuh, batu-batu tegak mulai miring dan rebah, bahkan patah,” jelasnya.
Ia menambahkan, upaya perbaikan dan rekonstruksi merupakan langkah pelestarian agar bukti kejayaan tetap terlihat dan dapat dikaji oleh generasi sekarang serta yang akan datang.
“Prinsip perbaikan berpegang pada kaidah pemugaran, yakni mengganti material rusak dengan bahan serupa dari sumber terdekat,” kata Ali.
“Dengan begitu, keaslian fisik bangunan tetap terjaga dan nilai sejarahnya tidak hilang,” sambungnya.
Ali juga menyatakan, beberapa ornamen yang rusak akibat faktor alam sedang dipetakan untuk memastikan penanganannya tepat sasaran.
“Jika satu sisi tebing dipugar, sisi lainnya diperbaiki agar keseluruhan struktur dapat bertahan lebih lama,” ujarnya.
“Dengan mempertahankan fisik asli situs, penelitian dan kajian arkeologi akan lebih mudah dilakukan karena obyek yang diteliti tetap terjaga kelestariannya,” tutup Ali.
Berusia 5.900 SM, Lebih Tua dari Piramida Giza
Misteri Situs Gunung Padang di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, kembali mencuri perhatian. Tim kajian menyebut situs prasejarah ini kemungkinan berusia lebih tua dari Piramida Giza di Mesir.
Sebelumnya, Ali Akbar, mengatakan kajian awal dilakukan menyeluruh sebelum proses pemugaran fisik.
“Karena saya meyakini usia situs ini bisa lebih tua, sekitar 5.900 sebelum masehi, bahkan mungkin lebih,” ujarnya, Minggu (10/8/2025).
Kajian pendahuluan akan berlangsung hingga akhir tahun ini dengan melibatkan seratus ahli dari berbagai disiplin ilmu, serta partisipasi masyarakat setempat. Pemeriksaan mencakup kondisi permukaan tanah, mulai dari vegetasi, kemiringan lahan, hingga kebutuhan perkuatan struktur.
“Tahap pertama adalah merekonstruksi ulang bentuk yang ada sekarang,” kata Ali.
“Misalnya, ada bebatuan yang roboh. Kalau ditegakkan kembali, bentuknya akan seperti apa? Bisa jadi, sebenarnya dulu ada tiang-tiang atau bahkan atap.”
Penelitian juga menelusuri bagian bawah tanah.
Sebelumnya, di teras dua dan lima ditemukan lapisan-lapisan tua yang belum sepenuhnya teridentifikasi.
“Jangan-jangan bentuk asli situs ini punya elemen yang sama sekali berbeda dengan yang kita lihat sekarang,” tambah Ali.
Ali menjelaskan, semua temuan akan direkonstruksi secara digital menggunakan teknologi pemindaian laser dari udara dengan drone berukuran besar, dilengkapi pulse radar dan sensor geomagnet.
“Nanti hasil citranya akan bersih, tanpa tertutup pepohonan,” ujarnya.
Pakar yang terlibat mencakup arkeolog, ahli topografi, geografi, geologi, sosiokultural, sejarah, arsitektur, geoteknik, teknik sipil, hingga planologi. Untuk penelitian bawah tanah, tim melibatkan ahli geofisika, hidrologi, dan paleoseismologi guna menelusuri jejak gempa purba.
“Semua pemindaian akan dilakukan dengan teknologi mutakhir, mulai dari geomagnet, georadar, hingga seismik radio, ditambah pengeboran di titik-titik tertentu,” kata Ali. (Suherman/Calvin)