Kamis, 21 Agustus 2025

INI KEBIJAKAN ANTI RAKYAT..! Kemendagri: 104 Daerah Naikkan PBB, 20 Daerah Naik di Atas 100 Persen

JAKARTA- Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto mengatakan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian telah menerbitkan surat edaran yang berisi imbauan kepada seluruh pemerintah daerah untuk mengevaluasi kembali kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2).

Bima mengungkapkan bahwa ada 104 daerah yang menaikkan PBB P2. Sebanyak 20 daerah di antaranya menaikkan PBB P2 di atas 100 persen.

“Pak Menteri sudah mengeluarkan surat edaran mengimbau untuk melakukan evaluasi lagi,” kata Bima di Kantor Kemendagri, Jakarta, Selasa, 19 Agustus 2025.

Bima mengatakan imbauan tersebut dikeluarkan untuk mengingatkan pemerintah daerah agar membuat kebijakan yang berpihak kepada rakyat.

“Kami yakin ada proses evaluasi menyeluruh agar pemerintah daerah itu betul-betul tidak mengeluarkan kebijakan yang bisa memberatkan rakyat dan kemudian juga menghitung kembali potensi-potensi pendapatan fiskalnya,” ujarnya.

Surat edaran tersebut diketahui dikeluarkan sebagai buntut unjuk rasa di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, untuk menolak kenaikan PBB P2 sebesar 250 persen oleh Bupati Pati Sudewo.

Bima menambahkan bahwa Mendagri juga telah memberikan surat teguran kepada Bupati Pati terkait kebijakannya.

“Teguran sudah diberikan oleh Pak Menteri, tentu itu yang kemudian antara lain ya apa namanya menyebabkan perubahan kebijakan di sana. Pak Bupati kan kemudian mengubah kebijakan itu, meralat ya,” kata Bima.

Aksi unjuk rasa masyarakat di Pati tersebut berlangsung pada 13 Agustus 2025. Massa aksi menuntut Bupati Pati Sudewo mundur dari jabatannya. Adapun saat ini beredar sejumlah unggahan di media sosial terkait rencana adanya aksi unjuk rasa Aliansi Masyarakat Pati pada 25 Agustus mendatang.

Tak Bisa Langsung Batalkan

Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan terpisah, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyatakan, pemerintah pusat tidak bisa secara langsung membatalkan kebijakan pemerintah daerah yang menaikkan pajak bumi dan bangunan (PBB).

Tito menjelaskan, menaikkan PBB merupakan kewenangan pemerintah daerah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).

“Saya sendiri tidak bisa langsung membatalkan, karena kewenangan itu berasal dari Undang-Undang HKPD, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah. Dan adanya PP Nomor 35 Tahun 2023 tentang pajak dan retribusi daerah, di mana kepala daerah itu diberikan kewenangan,” kata Tito di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (18/8/2025) malam.

Kendati demikian, Tito menyebutkan bahwa ia dapat melakukan intervensi dengan mengeluarkan surat edaran kepada para kepala daerah.

Ia menuturkan, kepala daerah hendaknya melakukan kajian mendalam sebelum memutuskan menaikkan PBB.

Tito mengatakan, kepala daerah betul-betul harus menyesuaikan nilai jual obyek pajak (NJOP) dan PBB sesuai dengan kemampuan dan keadaan sosial ekonomi masyarakat.

Lalu, kepala daerah juga harus memperhatikan komunikasi publik sebelum menerapkan kebijakan itu.

“Saya menyampaikan agar dikaji, dan kemudian jika kondisi sosial ekonomi masyarakat tidak kondusif, atau tidak elok untuk dilakukan suatu kebijakan, maka tunda atau batalkan,” ujar Tito.

Tito menambahkan, sepanjang tahun 2025, hanya ada 5 daerah yang menaikkan PBB.

“Ada beberapa daerah, tapi itu bukan tahun 2025, tahun 2025 cuma ada 5 daerah saja. Ini kan amanah dari UU Nomor 22 tentang HKPD, yang memberikan kewenangan kepada daerah,” ujar Tito.

Sejumlah pemerintah daerah (Pemda) belakangan ini kompak menaikkan tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga berkali lipat. Kebijakan ini memicu keluhan warga karena dinilai membebani, terutama bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.

Kenaikan tarif yang signifikan membuat banyak warga terkejut saat menerima Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) tahun ini, dengan nominal yang jauh lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya.

Beberapa daerah yang tercatat menaikkan PBB di antaranya Kabupaten Pati, Jombang, Kota Cirebon, Kota Semarang, dan Kabupaten Bone.

Guru Besar Administrasi Negara sekaligus dosen di Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (FIA UI) Eko Prasojo menilai, berkurangnya sumber penerimaan daerah menjadi faktor kenaikan tarif PBB secara signifikan.

“Faktor utama adalah minimnya sumber penerimaan daerah karena sumber-sumber yang diberikan sangat terbatas, pajak dan retribusi daerah yang tidak potensial secara ekonomis,” ujar Eko, Jumat (15/8/2025).

Menurut dia, hanya PBB yang relatif dapat dengan cepat meningkatkan penerimaan daerah.

Eko menyoroti terkait penyebab kenaikan PBB. Ia mengungkapkan, fenomena dinaikkannya tarif PBB ini disebabkan karena dana bagi hasil dari pusat cenderung tidak mencukupi bagi daerah-daerah yang “kering”.

“Sementara, biaya pengeluaran publik sangat tinggi, terutama beban pegawai daerah,” kata Eko.

Terkait hal ini, Eko mengatakan, seharusnya pemerintah melakukan perubahan regulasi, misalnya Undang-Undang Pajak dan Retribusi.

“Perlu perubahan regulasi dalam hal ini UU Pajak dan Retribusi dan UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah dalam memberikan kewenangan dalam hal PBB dengan persetujuan pusat,” lanjut dia. (Web Warouw)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru