JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto memberhentikan Immanuel Ebenezer (Noel) dari jabatannya sebagai Wakil Menteri Ketenagakerjaan. Hal tersebut disampaikan Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi dalam pernyataan pers yang diterima Bergelora.com, Sabtu (23/8/2025)
“Berkenaan perkembangan terhadap kasus yang menimpa saudara Imanuel Ebenezer yang pada sore hari ini tadi telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, baru saja untuk menindaklanjuti hal tersebut, bapak presiden telah menandatangani keputusan presiden tentang pemberhentian saudara Immanuel Ebenezer dari jabatannya sebagai Wakil Menteri Ketenagakerjaan,” katanya.
Menurut Prasetyo, Prabowo menyerahkan seluruh proses hukum untuk dijalankan sebagaimana mestinya oleh KPK. Ia pun berharap agar kasus ini menjadi pembelajaran bagi kita semua.
“Terutama bagi seluruh anggota Kabinet Merah Putih dan seluruh pejabat pemerintahan untuk sekali lagi benar-benar bapak presiden ingin kita semua bekerja keras, berupaya keras, di dalam memberantas tindak-tindak pidana korupsi,” ujar Prasetyo.
Minta Maaf ke Prabowo
Eks Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer Gerungan (IEG) resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus pemerasan sertifikasi Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
Pria yang akrab disapa Noel tersebut akhirnya buka suara dan minta maaf terhadap Presiden Prabowo Subianto.
“Makasih kawan-kawan saya ucapkan, saya ingin sekali pertama saya mau minta maaf kepada Presiden Pak Prabowo, kedua saya minta maaf kepada anak dan istri saya, ketiga saya minta maaf kepada rakyat Indonesia,” ungkap Noel di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (22/8/2025).
Pada kesempatan itu, dia sempat mengklarifikasi bahwa dia tidak di-OTT KPK. Kemudian kasus yang menjeratnya juga bukan pemerasan.
“Dan saya juga ingin mengklarifikasi bahwa saya tidak di-OTT, kedua kasus saya bukan kasus pemerasan agar narasi di luar bukan narasi yang kotor yang memberitakan saya dan kawan-kawan yang bersama saya tidak ada yang melakukan pemerasan dan apa yang kami lakukan sangat mendukung apa yang menjadi kebijakan KPK,” tuturnya.
Lantas apakah Noel merasa dijebak oleh KPK. Dia jawab begini.
“Ya nggak, makasih kawan-kawan,” serunya.
Noel sempat meminta amnesti atau pengampunan ke Presiden Prabowo Subianto usai ditetapkan sebagai tersangka atas kasus pemerasan sertifikasi K3. Namun, bukannya dapat amnesti, Presiden Prabowo justru mencopot Noel dari jabatannya.
Noel meminta amnesti usai ditetapkan tersangka oleh KPK atas kasusnya. Ia menyampaikan permintaan itu ketika digiring menuju mobil tahanan KPK bersama 10 tersangka lainnya.
“Semoga Pak Prabowo memberi saya amnesti,” kata Noel di gedung KPK.
Kronologi KPK Ciduk Wamenaker NoelÂ
Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan, Noel ikut membiarkan, bahkan menerima aliran dana dari hasil pemerasan dalam proses sertifikasi K3 tersebut. Bahkan, dari penyelidikan terungkap, ada dana Rp3 miliar yang mengalir ke Noel.
Sebelumnya, Noel dan 13 orang lain diciduk KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT), setelah mendapat informasi dari masyarakat. Kemudian, KPK menetapkan Noel dan 10 orang jadi tersangka.
Menurut Setyo, praktik ini sebenarnya sudah berlangsung setidaknya sejak tahun 2019 hingga 2024. Dari hasil konstruksi perkara, dana yang mengalir diperkirakan mencapai Rp 81 miliar.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengungkapkan, penanganan kasus ini dimulai saat KPK menangani kasus terkait Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kemnaker.
Pada saat itu, ujarnya, KPK juga mendapat informasi mengenai pungutan dan pemerasan biaya proses sertifikasi K3. KPK lalu melakukan pendalaman dan penelusuran aliran dana, bersama PPATK.
“Pada 2 hari lalu ini, Rabu-Kamis (20-21 Agustus 2025), di situlah kami melakukan eksekusi. Seperti yang disampaikan Ketua tadi, ketika ada penyerahan uang, lalu kita lakukan penangkapan kepada orang-orang tersebut dan dilakukan interview,” katanya dalam konferensi pers di gedung KPK, Jumat (22/8/2025).
“Dari interview itu diperoleh ke mana saja uang diberikan. Makanya tadi sampai kepada saudara IEG ada uang Rp3 miliar, dari sana. Di samping kita juga sudah memiliki data dari PPATK, ada nomor rekening ini, seperti itu. Kita lihat juga ada aliran uangnya ke benda bergerak dan tidak bergerak,” bebernya.
Karena itulah, lanjut dia, proses penyitaan barang bukti bisa langsung cepat dilakukan. Karena penelusuran aliran uang sudah ditelusuri. Baik untuk membeli rumah, tanah, maupun benda bergerak seperti mobil dan motor, yang bisa langsung dibawa.
“Memang penyerahannya ada yang kita tidak ketahui, ada yang pas kita ketahui. Rabu ini pas kita ketahui, langsung kita eksekusi,” ujarnya.
Terkait penggunaan pasal pemerasan, Asep menjelaskan, itu karena modus yang dilakukan tersangka dalam aksinya.
“Kenapa pakai pasal pemerasan bukan pasal suap, tadi sudah dijelaskan bahwa ada modus memperlambat, mempersulit atau bahkan tidak memproses. Itu perbedaannya,” terangnya.
“Saat teman-teman buruh ini akan mendaftar sertifikasi K3, sebetulnya syarat-syaratnya sudah lengkap. Seharusnya bisa langsung diproses. Tapi kemudian untuk melakukan pemerasan itu, dilakukan cara-cara, memperlambat dan lain-lain. Bahkan, kalau tidak memberikan uang, tidak diproses,” jelas Asep.
Berbeda jika memang si pekerja tidak bisa memenuhi syarat, lalu memberi uang agar sertifikasi diberikan, itu masuk dalam tindak suap.
“Sehingga si pemohon tertekan secara psikologi. Kan dia perlu cepat. Tidak ada kejelasan (Sertifkat K3 terbit),” ujarnya.
Peras Buruh Rp6 Juta
Setyo mengungkapkan, dalam aksinya, para tersangka memeras buruh Rp6 juta agar sertifikatnya diterbitkan.
“Ketika OTT, KPK ungkap bahwa dari tarif sertifikasi K3 Rp275.000, fakta di lapangan, pekerja atau buruh harus bayar Rp6 juta karena adanya pemerasan. Modusnya dengan memperlambat, mempersulit, atau tidak memproses sertifikasi K3,” katanya saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Jumat (22/8/2025).
“Biaya Rp6 juta ini 2 kali lipat UMR para buruh. Penanganan ini pemantik upaya pencegahan korupsi di sektor tenaga kerja, agar pelayanan publik terselenggara dan tidak merugikan buruh sekaligus mendukung ekonomi nasional,” tegas Setyo.
Adapun KPK telah mengamankan 11 tersangka yaitu:
- IBN selaku Koordinator Bidang Kelembagaan K3 2022-2025
- IHH selaku Koordinator Bidang Pengujian K3 2022 sampai saat ini
- SB selaku Subkoordinator Bina K3 2020-2025
- AK selaku Sub Koordinator Kemitraan Kesehatan kerja,
- IEG selaku Wamenaker 2024-2029
- FRZ selaku Dirjen Diwasnaker dan K3 sejak Maret 2025-sekarang,
- HS selaku Direktur Bina Kelembagaan 2021-2025
- SKP selaku Subkor
- SUP selaku Koordinator
- TEN selaku pihak PT KEM Indonesia
- MM selaku perusahaan jasa PT KEM Indonesia Direktur Bina Kelembagaan.
“Pada 2019-2024 IBM diduga menerima sejumlah Rp 69 miliar melalui perantara. Uang digunakan belanja, hiburan, DP rumah, setoran tunai YAH, HS, dan pihak lainnya, dan beli kendaraan roda 4 dan penyertaan modal ke perusahaan,” kata Setyo. (Web Warouw)