JAKARTA – Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan ia memerintahkan serangan di Doha, Qatar yang menargetkan para pemimpin Hamas pada Selasa (9/9/2025) sebagai balasan penembakan mematikan di Yerusalem.
“Kemarin, setelah serangan mematikan di Yerusalem dan Gaza, Perdana Menteri Netanyahu menginstruksikan semua lembaga keamanan untuk bersiap menghadapi kemungkinan menargetkan para pemimpin Hamas,” bunyi pernyataan bersama dari Netanyahu dan Menteri Pertahanan Israel Katz, yang dilansir dari AFP pada Selasa (9/9/2025).
“Hari ini siang, dengan mempertimbangkan adanya peluang operasional…perdana menteri dan menteri pertahanan memutuskan untuk melaksanakan arahan yang diberikan tadi malam,” lanjut pernYataan itu.
Mengutip CNN, dentuman ledakan terdengar di Doha, Ibu Kota Qatar pada Selasa, ketika Hamas melakukan pertemuan dengan pemerintah di sana untuk membahas mengenai gencatan senjata di Gaza, Palestina.
Laporan CNN yang mengutip dua sumber Israel menyebutkan bahwa serangan pada Selasa menargetkan para pemimpin Hamas di Doha, termasuk kepala negosiator Hamas, Khalil Al Hayya. Serangan Israel di Doha tampaknya menjadi kali pertama sekutu AS ini melancarkan serangan operasi militer di wilayah Qatar.
Serangan ini terjadi setelah insiden penembakan di sebuah halte bus di pinggiran Yerusalem, Senin (8/9/2025), yang menyebabkan 5 orang tewas dan 11 lainnya luka-luka.
Polisi Israel menyebut insiden terjadi di Persimpangan Ramot. Dua penyerang datang dengan mobil, lalu melepaskan tembakan ke arah warga Israel yang menunggu bus.
Di lokasi kejadian, polisi menemukan senjata api, amunisi, dan pisau yang digunakan pelaku. Polisi hanya menyebut keduanya sebagai “teroris” tanpa merinci identitas mereka. Kelompok Hamas memuji dua “pejuang perlawanan” Palestina yang disebut-sebut sebagai pelaku, meski tidak mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut.
Ditelepon AS Saat Ledakan
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Qatar menyebut sekutunya, Amerika Serikat (AS), tidak memberitahu terlebih dahulu soal rencana serangan Israel ke Doha pada Selasa (9/9/2025). Serangan Israel tersebut menargetkan pemimpin senior Hamas yang sedang berada di ibu kota Qatar.
AS mengeklaim sudah menginfokan soal serangan Israel, tetapi Qatar mengaku baru ditelepon saat ledakan sudah terjadi di Doha.
Gempuran Israel terjadi di kawasan permukiman Doha, yang selama ini menjadi lokasi penting perundingan gencatan senjata antara Hamas dan Israel.
Qatar sendiri merupakan mediator utama dalam pembicaraan yang difasilitasi AS tersebut. Menurut juru bicara Gedung Putih Karoline Leavitt, militer Amerika sudah memberitahu Presiden Donald Trump bahwa Israel akan menyerang Hamas di sebagian Doha.
Leavitt lalu menyampaikan, pengeboman sepihak di Qatar yang merupakan negara berdaulat dan sekutu dekat AS, tidak akan menguntungkan Israel maupun Amerika.
“Melakukan pengeboman sepihak di Qatar, negara berdaulat dan sekutu dekat Amerika Serikat yang bekerja sangat keras dan berani mengambil risiko bersama kami untuk menengahi perdamaian, tidak akan menguntungkan Israel atau Amerika,” ujarnya, dikutip dari Al Jazeera.
Ia menambahkan, Trump lalu memerintahkan utusan khususnya, Steve Witkoff, untuk memberi tahu Qatar tentang serangan yang akan datang.
Akan tetapi, Pemerintah Qatar melalui juru bicara Kementerian Luar Negeri Majed Al Ansari menyatakan di X, klaim Washington tidak benar.
“Klaim bahwa Pemerintah Qatar telah diberi tahu sebelumnya tentang serangan itu sepenuhnya salah,” tulis Al Ansari.
Dirinya menjelaskan, satu-satunya panggilan telepon dari pejabat Amerika yang diterima Qatar justru saat ledakan sudah terjadi akibat serangan Israel di Doha.
Kepada Bergelora.com.di Jakarta dilaporkan, adapun serangan Israel itu menewaskan lima anggota Hamas. Namun, pemimpin tim negosiasi Hamas, Khalil Al Hayya, selamat dari insiden.
Kementerian Dalam Negeri Qatar juga melaporkan bahwa satu anggota Pasukan Keamanan Dalam Negeri Qatar turut menjadi korban jiwa dalam serangan Israel itu. (Web Warouw)