JAKARTA- Sistim Asuransi BPJS Kesehatan selama ini merugikan masyarakat, pasien, dokter, rumah sakit, pemerintah pusat dan daerah juga perusahaan swasta karena perintah UU SJSN dan UU BPJS. Hal ini ditegaskan oleh Roy Pangharapan Sekjend Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) dalam Seminar Hari Keselamatan Pasien Sedunia di DPP PDI-P, Jakarta, Rabu (17/9).
Akar masalah dari semua persoalan di atas adalah Sistim SJSN dan BPJS yang berlangsung sampai hari ini yang merusak sistim kesehatan nasional.
“SJSN dan BPJS Kesehatan sengaja diciptakan bukan untuk melayani kesehatan rakyat tapi sejatinya untuk menarik dana masyarakat, APBN/APBD, dan perusahaan swasta,” tegas Roy Pangharapan.
Indonesia saat ini menurutnya sedang mengalami darurat kesehatan dan sangat berbahaya bagi keselamatan pasien dan rakyat.
“Petugas kesehatan mengeluh peralatan kesehatan tak memadai karena harga alat kesehatan ditentukan standar BPJS Kesehatan,” ujarnya.
“Benang operasi mudah putus, obat-obatan tak berkualitas dan tindakan medis sangat terbatas. Ini semua beresiko bagi pasien,” Paparnya.
Ia juga menyampaikan gaji rendah petugas kesehatan di fasilitas kesehatan karena penggajian petugas kesehatan ditentukan secara tidak adil oleh BPJS Kesehatan.
“Bagaimana perawat, dokter dan petugas kesehatan lainnya bisa melayani dengam tenang kalau kerja dan profesi mereka tidak dihargai yang pantas,” ujarnya.
Roy juga melaporkan beberapa Rumah Sakit bangkrut karena tagihan ke BPJS kesehatan tidak dibayar penuh dengan berbagai alasan.
“Alasan BPJS selalu defisit padahal mereka mendapatkan dana segar dari iuran masyarakat, APBN dan APBD ditambah kewajiban perusahaan swasta. Kemana semu dana itu?” ujarnya.
Roy juga melaporkan pasien kebanyakan mendapat pelayanan medis buruk, karena standar terendah yang ditetapkan BPJS Kesehatan.
“Kondisi semua inilah yang akan membawa resiko pada setiap pasien BPJS kesehatan,” katanya.
Roy mentengarai, defisit yang selalu dilaporkan oleh BPJS Kesehatan akibat dana BPJS yang terkumpul dipakai untuk investasi pada obligasi dan surat berharga.
“Dana yang seharusnya untuk pelayanan kesehatan dipakai untuk membangun kantor dan membayar gaji direksi, anggota DJSN dan manajemen,” katanya.
Ia memaparkan, jumlah peserta BPJS Kesehatan 280,58 juta peserta per 30 Juni 2025. Iuran peserta mandiri Kelas 1: Rp150.000 per orang per bulan. Kelas 2: Rp100.000 per orang per bulan. Kelas 3: Rp42.000 per orang per bulan. Namun, karena ada subsidi dari pemerintah sebesar Rp7.000, iuran yang dibayarkan peserta menjadi Rp35.000 per orang per bulan
Jumlah penerima bantuan tunai (PBI) 96,8 juta jiwa per Juli 2025 dibayar negara Rp42.000,00 per orang per bulan.
“Katakanlah setiap orang ditarik BPJS sebesar Rp 100 ribu maka Rp 100,000 x 280,580,000 orang = 28,058,000,000,000 x 12 bulan = *Rp336,696,000,000,000 (Rp336,696 triliun) Ini belum termasuk tagihan defisit BPJS yang dibayarkan APBN setiap tahun karena setiap tahun BPJS mengaku defisit dan meminta tambahan alokasi dana dari Kementerian Keuangan,” jelasnya.
Berdasar pengalaman Jamkesmas.2005-2009 yang pernah dijalankan oleh Menkes. 2004-2009, Siti Fadilah Supari, setiap tahun dana yang terpakai untuk pelayanan Jamkesmas paling banyak hanya 10%.
Apa Yang Harus Dilakukan?
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, menurut Roy Pangharapan jalan keluarnya untuk menghadapi darurat kesehatan saat ini adalah dibutuhkan Peraturan Pengganti Undang-undang (Perppu) SJSN dan BPJS yang dikeluarkan perlu dikeluarkan oleh Presiden Prabowo untuk menggantikan UU SJSN dan UU BPJS
“Perppu ini juga akan menyisir partai-partai yang anti rakyat pasti menolak, sekaligus mengkonsolidasikan partai-partai yang mendukung Perppu dan pro rakyat di DPR-RI,” katanya.
Dengan Perppu Itu menurutnya, Sistim Jaminan Kesehatan harus kembali menggunakan Sistim Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat) untuk segera bisa mengatasi sebagian besar masalah mendasar, akibat kerusakan yang disebabkan oleh BPJS Kesehatan.
Jamkesmas menurutnya adalah jaminan kesehatan bukan asuransi, tapi jaminan sosial yang dijalankan langsung oleh negara. Sehingga alokasi dana jaminan kesehatan untuk seluruh rakyat yang berobat di rumah sakit dan puskesmas manapun ditanggung oleh negara,” jelasnya.
“Artinya, tanpa harus memungut iuran dari masyarakat, negara cukup menyiapkan alokasi dana Jamkesmas sebesar Rp33,669,600,000,000 (Rp33,669 triliun), — atau sekitar Rp40 triliun, per tahun yang disimpan dalam kas negara dan dibayarkan setelah ada verifikasi objektif dari tagihan setiap rumah dan puskesmas setiap akhir tahun anggaran,” katanya.
Agar efisien menurutnya, pelaksanaan Jamkesmas menjadi tugas dan tanggung jawab Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan, Rumah Sakit, Puskesmas, dokter, perawat dan bidan.
“Masyarakat berobat cukup dengan KTP di manapun, sakit apapun, tindakan apapun, obat apapun dengan dokter siapapun gratis! Dibayar negara. Sehingga semua pasien, dokter, perawat, bidan rumah sakit, puskesmas dan posyandu, dan masyarakat,– Semuanya Selamat, dan Beruntung!” tandasnya.
Seminar dibuka oleh Ketua PDIP, Dr. Ribka Tjiptaning dan ditutup oleh Ketua Umum Megawati Soekarnoputri.(Web Warouw)