Jakarta – KPK resmi menahan mantan Direktur Utama (Dirut) PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Hendi Prio Santoso (HPS) dalam perkara korupsi terkait transaksi jual-beli gas. KPK menahan Hendi selama 20 hari ke depan.
“Pada hari ini, Rabu 1 Oktober 2025, KPK mengumumkan penahanan terhadap satu orang tersangka, yaitu saudara HPS selaku Direktur Utama PT PGN periode 2008-2017 atau 10 tahun yang bersangkutan Dirut PGN selama 10 tahun terkait dugaan tindak pidana korupsi perjanjian jual beli gas antara PT PGN dengan PT IAE,” terang Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di gedung KPK, dikutip Bergelora.com di Jakarta, Jumat (3/10/2025).
Hendi Prio Santoso ditahan selama 20 hari pertama terhitung 1-20 Oktober 2025. Dia ditahan di Rutan Cabang KPK Merah Putih.
Terkait konstruksi perkara, Asep menjelaskan pada tahun 2017, PT IAE atau PT IG mengalami kesulitan keuangan dan membutuhkan pendanaan. Kemudian Iswan Ibrahim selaku Komisaris PT IAE periode 2006-2023 yang sudah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara ini meminta Komisaris Utama dan Pemilik Saham Mayoritas PT IG/ PT IAE bernama Arso Sadewo (AS) untuk melakukan pendekatan dengan PT PGN.
“Untuk memuluskan kerja sama jual beli gas dengan opsi akuisisi menggunakan metode pembayaran advance payment sebesar USD 15 juta,” jelas Asep.
Dia menyebut Arso Sadewo pun akhirnya melakukan pendekatan dengan Hendi Prio Santoso bersama satu orang lainnya, Yugi Prayanto (YG). Dari pertemuan tersebut pun disepakati pengkondisian terkait pembelian gas bumi.
“Mereka (HPS dan YG) bertemu dengan saudara AS untuk melakukan pengkondisian terkait persetujuan pembelian gas bumi oleh PT PGN dari PT IAE,” ujar Asep.
Hasil pertemuan ini pun ditindaklanjuti oleh Arso, Iswan dan Danny Praditya (DP) selaku Direktur Komersial PT PGN 2016 -2019, tersangka yang juga sudah ditahan, melakukan pertemuan untuk menyepakati rencana kerjasama PT PGN dengan PT IAE. Dari kesepakatan tersebut, Arso pun memberikan commitment fee sebesar SGD 500 ribu kepada Hendi.
“Setelah kesepakatan tersebut, saudara AS memberikan commitment fee sebesar SGD 500 ribu kepada saudara HPS di kantornya yang berlokasi di Jakarta,” kata dia.
Uang Muka 15 Juta Dollar AS
Sebelumnya kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendalami terkait adanya advance payment atau pembayaran di muka untuk pembelian gas dalam sidang lanjutan kasus korupsi jual beli gas di PT Perusahaan Gas Negara (PT PGN). Hal ini didalami jaksa saat memeriksa Corporate Secretary PT PGN, Fajriyah Usman, untuk perkara atas nama terdakwa Mantan Direktur PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Danny Praditya dan mantan Komisaris PT Inti Alasindo Energy (PT IAE) Iswan Ibrahim.
Fajriyah diketahui bergabung dengan PT PGN pada Juli 2024. Namun, ia mengaku mengetahui soal advance payment dari PT PGN kepada PT Inti Alasindo Energy (PT IAE) yang terjadi pada tahun 2017.
“Tentang advance payment, ini maksudnya bagaimana?” tanya salah satu jaksa dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (29/9/2025).
Fajriyah mengatakan, advance payment ini terkait dengan proyek jual beli gas untuk PT IAE. “Iya secara umum demikian bahwa atas transaksi jual beli gas tersebut, ada pembayaran di muka yang dilakukan,” kata Fajriyah.
Pembayaran di muka ini diketahui bernilai 15 juta Dolar Amerika Serikat dan dibayarkan pada 7 November 2017.
Lebih lanjut, jaksa mempertanyakan mekanisme pembayaran di muka yang dilakukan PT PGN. Namun, Fajriyah menjelaskan, selama ia bekerja di PT PGN, ia tidak pernah menemukan praktik pembayaran di muka seperti yang dilakukan para terdakwa.
“Sepanjang pengetahuan saya selama menjadi Corporate Secretary dari 2024, saya belum pernah mendengarkan ada kegiatan seperti itu, ada transaksi advance payment untuk pembelian gas,” kata Fajriyah.
Adapun, jaksa memperdalam skema pembayaran untuk pembelian gas yang berlaku di PT PGN. Fajriyah mengatakan, berdasarkan pengamatannya selama satu tahun terakhir, PGN baru melakukan pembayaran setelah gas yang dibeli sudah diterima atau masuk ke ruang penyimpanan.
“Secara umum, (pembayaran dilakukan) setelah PGN mendapatkan gasnya,” kata Fajriyah. Ia menjelaskan bahwa PGN memiliki ruang penyimpanan khusus untuk gas bumi, dan nantinya gas ini akan disalurkan ke pembeli.
Pengacara terdakwa sempat menyampaikan keberatannya kepada hakim karena Fajriyah baru bergabung di PT PGN pada 2024, padahal kasus ini terjadi pada tahun 2017.
Setelah mendengarkan proses dari kubu terdakwa, majelis hakim memerintahkan agar JPU melanjutkan pemeriksaan. Hakim berpendapat, status dan jabatan saksi akan menjadi pertimbangan sendiri untuk putusan nanti.
Dalam perkara ini, Danny dan Iswan didakwa telah merugikan keuangan negara hingga 15 juta Dolar Amerika Serikat (AS).
“(Perbuatan terdakwa) yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu yang merugikan keuangan negara sebesar 15 juta Dolar Amerika Serikat,” ujar Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ni Nengah Gina Saraswati saat membacakan dakwaan dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (1/9/2025).
Uang 15 juta Dolar Amerika Serikat berarti setara dengan Rp246 miliar dengan kurs Rp16.400 per Dolar Amerika Serikat saat ini.
Selain itu, dalam perkara ini, Iswan diduga telah memperkaya diri sendiri hingga 3,58 juta Dolar Amerika Serikat. Ia diduga juga memperkaya sejumlah pihak dengan melakukan perbuatan melawan hukum.
Uang senilai 15 juta Dolar Amerika Serikat ini berasal dari perjanjian antara PT PGN dan PT IAE. Keduanya menjalin kerja sama untuk memuluskan rencana akuisisi. Namun, PT PGN lebih dahulu melakukan pembayaran melalui proyek kerja sama yang melawan aturan, yaitu jual beli gas.
Para terdakwa diduga telah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2021 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Web Warouw)