JAKARTA – Eks Direktur Utama PT Taspen, Antonius NS Kosasih, dinyatakan bersalah dan terbukti melakukan korupsi dalam kasus investasi fiktif yang merugikan negara hingga Rp 1 triliun. Atas perbuatannya, Kosasih divonis 10 tahun penjara dan denda sebesar Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara.
Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti senilai Rp 29,152 miliar, 127.057 dollar Amerika Serikat (AS), 283.002 dollar Singapura, 10.000 euro, 1.470 baht Thailand, 30 Poundsterling, 128.000 yen Jepang, 500 dollar Hong Kong, dan 1.262.000 won Korea, serta Rp 2.877.000. Jika uang pengganti ini tidak dibayar, harta benda Kosasih bakal dirampas dan dilelang oleh negara.
Ia juga diancam dengan pidana penjara tambahan selama 3 tahun.
Sementara itu, terdakwa lainnya, Ekiawan Heri Primaryanto, selaku Direktur Utama PT Insight Investment Management (PT IIM), dijatuhkan hukuman 9 tahun penjara dengan denda Rp 500 juta.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 9 tahun dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara,” ujar Hakim Purwanto saat membacakan amar putusan.
Dalam kasus ini, Eki juga dihukum untuk membayar uang pengganti senilai 253.660 USD subsider 2 tahun penjara.
Perjalanan Kasus
KPK menetapkan status tersangka kepada Kosasih pada 8 Januari 2025. Penyematan rompi oranye ini dilakukan setelah melewati proses penyidikan yang berlangsung sejak April 2024. Kosasih sendiri sempat diperiksa sebagai saksi dalam kasus ini pada Mei 2024. Saat itu, KPK menduga kerugian keuangan negara masih di angka Rp 200 miliar meski total investasi reksadana ini mencapai Rp 1 triliun.
Namun, angka kerugian negara ini akhirnya ditetapkan menjadi Rp 1 triliun pada 28 April 2025. Perubahan angka kerugian keuangan negara ini menyusul adanya hasil audit dari BPK.
Dalam sidang, angka kerugian keuangan negara Rp 1 triliun ini diakibatkan oleh saldo reksadana yang diinvestasikan Taspen yang kini belum bersifat likuid atau bisa dicairkan oleh negara. Selain itu, investasi awal pada tahun 2019 senilai Rp 1 triliun ini juga sudah mengalami penurunan nilai menjadi sekitar Rp 800 miliar. Artinya, Rp 200 miliar sudah lenyap dan tidak bisa diperoleh kembali oleh negara.
Kasus ini diketahui mulai disidangkan pada 27 Mei 2025. Sejak itu, hakim mulai memeriksa perkara dan memanggil sejumlah pihak untuk menguak korupsi yang dilakukan Kosasih dan Ekiawan.
Aliran Dana Korupsi
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan,.dalam amar putusannya, hakim menyebutkan bahwa Kosasih menikmati uang hasil kejahatan senilai Rp 29 miliar lebih. Kosasih disebutkan juga menerima uang dalam beberapa mata uang asing, yaitu 127.057 dollar Amerika Serikat (AS), 283.002 Dolar Singapura, 10.000 Euro, 1.470 Baht Thailand, 30 Poundsterling, 128.000 yen Jepang, 500 Dolar Hong Kong, dan 1.262.000 Won Korea.
Kosasih diyakini telah membeli sejumlah aset menggunakan uang hasil korupsi ini. Aset-aset ini antara lain: 4 unit Apartemen The Smith senilai Rp 10,7 miliar; 2 unit Apartemen Springwood senilai Rp 5 miliar; 4 unit Sky House di BSD senilai Rp 5 miliar; 3 bidang tanah di Serpong senilai Rp 4 miliar; 1 unit apartemen Belleza senilai Rp 2 miliar; dan 3 unit mobil Honda senilai Rp 1,67 miliar.
Apartemen dan mobil dari hasil korupsi ini juga disita untuk menutupi kerugian keuangan negara.
Memperkaya Orang Lain Dan Korporasi
Tindakan Kosasih dinilai telah memperkaya banyak pihak. Ekiawan disebutkan menerima uang senilai 253.660 dollar Amerika Serikat.
Eks Direktur Keuangan Taspen Patar Sitanggang juga disebutkan menerima Rp 200 juta.
Adapun, sejumlah perusahaan yang dikontrak oleh Taspen juga diuntungkan secara melawan hukum dalam kasus ini.
“Serta, memperkaya korporasi PT IIM dengan management fee Rp 44 miliar; PT KB Valbury Sekuritas Rp 2,4 miliar; PT Pacific Sekuritas Rp 108 juta; PT Sinarmas Sekuritas Rp 40 juta; PT TPS Food Rp 150 miliar,” imbuh hakim.
Pertimbangan Hakim
Sebelum menjatuhkan putusan, hakim menjabarkan sejumlah pertimbangan yang membuat hakim meyakini Kosasih dan Ekiawan bersalah dalam kasus ini.
Pertama, tindakan para terdakwa dinilai sebagai penyalahgunaan wewenang selaku petinggi perusahaan BUMN.
Bukannya memberikan teladan dan menunjukkan kehati-hatian dalam berperilaku, Kosasih justru menggunakan kekuasaannya untuk menguntungkan diri sendiri dan beberapa pihak.
Hakim menilai, proses kejahatan ini dilakukan dengan modus operandi yang kompleks dan terstruktur.
Banyak pihak yang terlibat dan skema yang diterapkan berlapis demi menyamarkan jejak kejahatan.
Perbuatan Kosasih dan Ekiawan ini telah mencederai kepercayaan publik terhadap pengelolaan dana pensiun aparatur sipil negara (ASN) dan tata kelola BUMN secara umum. Korupsi ini juga merugikan kurang lebih 4,8 juta pensiunan ASN yang terdaftar sebagai penerima manfaat Taspen.
“Perbuatan terdakwa telah merugikan dana program tabungan hari tua (THT) yang merupakan iuran dari 4,8 juta ASN,” ujar Hakim Ketua Purwanto S. Abdullah saat membacakan amar vonis dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (6/10/2025).
Hakim menegaskan, uang tabungan hari tua ini dipotong langsung dari gaji para ASN per bulannya dengan besar potongan sebesar 3,35 persen.
“Dana tersebut merupakan jaminan hari tua bagi para ASN yang telah mengabdi kepada negara dengan gaji yang terbatas namun berharap mendapatkan jaminan finansial yang layak di hari tua,” lanjut Hakim Purwanto.
Kedua terdakwa dinilai terbukti melanggar dakwaan primair JPU sebagaimana dalam Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Usai vonis dibacakan, majelis hakim mempersilakan para terdakwa untuk menghampiri kuasa hukum mereka. Para Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga diberikan kesempatan untuk berdiskusi untuk menyatakan sikap mereka. Kedua pihak sama-sama menyatakan akan pikir-pikir terlebih dahulu sebelum menyatakan banding atau menerima putusan dari hakim.
Untuk itu, kedua pihak punya waktu tujuh hari sejak putusan dibacakan sebelum menentukan sikap. (Web Warouw)