JAKARTA- Pengusaha minyak Mohamad Riza Chalid (MRC), yang dikenal sebagai pemilik manfaat PT Orbit Terminal Merak, muncul dalam surat dakwaan kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang yang menjerat mantan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan Cs.
Dalam dakwaan yang dibaca oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Riza Chalid disebut sebagai pihak yang meminta PT Pertamina (Persero) untuk menawarkan Terminal Bahan Bakar Minyak (BBM) Merak, meskipun fasilitas tersebut tidak dibutuhkan oleh Pertamina.
“Pihak PT Pertamina (Persero) periode April 2012 sampai dengan November 2014 telah memenuhi permintaan pihak Mohamad Riza Chalid agar PT Pertamina (Persero) menyewa Terminal BBM yang akan dibeli oleh PT Tangki Merak dari PT Oiltanking Merak, meskipun PT Pertamina (Persero) tidak membutuhkan Terminal BBM tersebut,” kata Jaksa ketika membacakan surat dakwaan di ruang sidang, Kamis (9/10/2025).
Jaksa menjelaskan, akibat memenuhi permintaan tersebut, PT Pertamina (Persero) harus mengeluarkan biaya sewa dalam jangka panjang yang membebani keuangan perusahaan dan negara. Pembayaran itu dilakukan kepada PT Orbit Terminal Merak, perusahaan yang menerima aliran dana dari kontrak sewa terminal.
Jaksa menyatakan, praktik sewa Terminal BBM Merak tersebut menjadi bagian dari kebijakan jaringan yang menyebabkan kerugian keuangan negara dalam pengelolaan minyak mentah dan produk kilang di lingkungan PT Pertamina (Persero) dan subholding-nya, PT Pertamina Patra Niaga.
Kerugian negara senilai Rp2,9 triliun itu disebut berasal dari pembayaran yang tidak seharusnya dilakukan karena terminal tersebut sebenarnya tidak diperlukan untuk operasional Pertamina.
“Pembayaran sewa terminal BBM tersebut telah mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara selama periode tahun 2014 sampai dengan 2024 sebesar Rp2.905.420.003.854,00 yang merupakan pengeluaran PT Pertamina dan/atau PT Pertamina Patra Niaga yang seharusnya tidak dikeluarkan yaitu pembayaran thruput fee dan/atau pekerjaan tambahan kepada PT Orbit Terminal Merak,” jelas Jaksa.
Riza Chalid merupakan salah satu tersangka dalam kasus ini. Namun status saat ini masih buron diduga kabur ke luar negeri.
Berdasarkan catatan imigrasi, Riza terakhir tercatat meninggalkan Indonesia menuju Malaysia pada 6 Februari 2025.
Dakwaan Riva Siahaan
Seperti diketahui, mantan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, didakwa melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama terkait tata kelola minyak mentah dan produk kilang periode 2018–2023 di PT Pertamina (Persero) dan Subholding Pertamina, Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Nilai korupsinya mencapai Rp285.951.041.132.745 atau setara Rp285 triliun.
Rinciannya, kerugian negara dalam kasus ini meliputi USD2.732.816.820,63 (Rp45.240.013.160.019 berdasarkan kurs Rp16.543 pada 9 Oktober 2025) dan Rp25.439.881.674.368,30. Jika ditotal, kerugian keuangan negara mencapai Rp70.679.894.834.387,30.
“Kerugian tersebut merupakan bagian kerugian keuangan negara seluruhnya sebesar USD2.732.816.820,63 dan Rp25.439.881.674.368,30,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) ketika membacakan surat dakwaan kepada Riva Cs di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (9/10/2025).
Selain kerugian negara, terdapat kerugian perekonomian negara sebesar Rp171.997.835.294.293 yang merupakan kemahalan dari harga pengadaan BBM yang berdampak pada beban ekonomi yang ditimbulkan dari harga tersebut. Selain itu, terdapat juga illegal gain sebesar USD2.617.683.340,41 (Rp43.273.310.004.065 berdasarkan kurs Rp16.543 pada 9 Oktober 2025) berupa harga keuntungan ilegal yang didapat dari selisih antara harga perolehan impor BBM yang melebihi kuota dengan perolehan minyak mentah dan BBM dari pembelian yang bersumber di dalam negeri.
“Dari ahli di bidang tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tanggal 19 Juni 2025,” jelas jaksa membeberkan pihak yang mengaudit hasil korupsi tersebut.
Maka dari itu, kerugian keuangan negara mencapai Rp70.679.894.834.387, kerugian perekonomian negara Rp171.997.835.294.293, dan keuntungan ilegal (illegal gain) Rp43.273.310.004.065. Total keseluruhannya mencapai Rp285.951.041.132.745 atau Rp285 triliun.
“(Total korupsi tata kelola minyak Rp285 triliun), betul,” kata Direktur Jampidsus Kejagung, Sutikno, membenarkan ketika dikonfirmasi wartawan, Kamis (9/10/2025).
Jaksa menceritakan, perbuatan Riva dilakukan saat menjabat sebagai Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga periode Oktober 2021 hingga Juni 2023, dan berlanjut saat menjabat Direktur Utama periode Juni 2023–2025. (Web Warouw)