JAKARTA – Realisasi belanja pemerintah pusat selama sembilan bulan pada tahun ini baru terealisasi Rp 1.589,9 triliun, atau setara 59,7% dari perkiraan sampai akhir tahun senilai Rp Rp 2.663,4 triliun.
Kemampuan pemerintah dalam membelanjakan anggarannya itu pun masih jauh lebih lambat ketimbang periode yang sama pada tahun lalu senilai Rp 1.616,3 triliun atau turun sekitar 1,6%.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan, kemampuan belanja pemerintah pusat yang baru senilai Rp 1.589,9 triliun itu membuat hingga akhir tahun nanti, yang tersisa tiga bulan lagi, membutuhkan kemampuan percepatan belanja untuk mengeluarkan dana senilai Rp 1.292,7 triliun.
“Oktober, November, Desember, di tiga bulan terakhir kita melihat perlu percepatan belanja sekitar Rp 1.292,7 triliun dalam tiga bulan ke depan untuk menuju ke outlook,” kata Suahasil saat konferensi pers APBN edisi September 2025, Selasa (14/10/2025).
Suahasil mengatakan, percepatan belanja negara oleh Kementerian atau Lembaga ini menjadi semakin penting dalam sisa tiga bulan tahun ini karena dibutuhkan untuk turut menggerakkan aktivitas ekonomi masyarakat.
“Ini penting karena belanja dari APBN digunakan untuk menjaga daya beli masyarakat, menjaga kesejahtereaan masyarakat, dan penting untuk pertumbuhan ekonomi kita,” tutur Suahasil.
Belanja pemerintah pusat itu terdiri dari belanja kementerian atau lembaga (K/L) senilai Rp 800,9 triliun atau 62,8% dari outlook laporan semester II-2025, dan belanja non K/L Rp 789 triliun atau setara 56,8% dari outlook sampai akhir 2025.
Masih Sisa Rp474 Triliun?
Kepada Bergelora.com.di Jakarta dilaporkan, Kementerian Keuangan di bawah pimpinan Purbaya Yudhi Sadewa menekankan pentingnya percepatan belanja oleh Kementerian dan Lembaga (K/L) sebagai salah satu motor pertumbuhan ekonomi.
“Prioritas kita pertama adalah mendorong memastikan KL belanja semaksimal mungkin. Jadi prioritas pertamanya itu,” ucap Direktur Jenderal Strategi ekonomi dan Fiskal Febrio Kacaribu saat ditemui wartawan di kantor Kemenkeu pada Selasa (14/10/2025).
Ia menjelaskan bahwa saat ini Kementerian Keuangan terus mendorong percepatan belanja KL. Namun, belanja tersebut tidak menyampingkan tata kelola dan dampak langsung dari belanja tersebut ke masyarakat.
“Tetapi juga tadi seperti disebutkan oleh Pak Wamen Suahasil bukan hanya masalah dia percepatan belanjanya tapi kita ingin tata kelolanya bagus dan juga memang berdampak langsung ke masyarakat,” ucapnya.
Febrio menjelaskan bahwa mengharapkan KL yang memiliki dampak ke masyarakat seperti penciptaan lapangan pekerjaan dapat segera membelanjakan anggarannya. Terlebih lagi, waktu yang sisa 2,5 bulan sampai akhir tahun.
“Kita harapkan mayoritas harusnya bisa. Tetapi ya Pak Menteri juga punya dorongan supaya memang benar-benar percepatan itu terjadi. Kenapa? Karena belanja negara itu bisa sampai 14-15% dari PDB,” ucapnya.
“Sehingga apa yang sudah kita rencanakan kita harapkan itu bisa langsung dinikmati oleh masyarakat mendorong pertumbuhan ekonominya,” sambung Febrio.
Berdasarkan paparan APBN KITA, diungkapkan oleh Kementerian Keuangan bahwa realisasi belanja KL hingga 30 September 2025 mencapai Rp800,9 triliun. Jumlah tersebut setara dengan 62,8% dari outlook atau tersisa Rp474,7 triliun.
Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan untuk optimalisasi pelaksanaan belanja adalah percepatan pelaksanaan kegiatan dan pengadaan barang dan jasa. Kemudian melakukan monitoring Rencana Penggunaan Dana dan mendorong pembayaran termin kegiatan sesuai dengan jadwal. Selain itu ada juga langkah menginventarisasi kendala untuk mitigasi. (Web Warouw)