JAKARTA – Rencana pemerintah mendorong pengembangan proyek waste to energy (WtE) atau pengelolaan sampah jadi energi wajib memperhatikan kehati-hatian perencanaan dan pengadaan proyek. Hal ini sekaligus evaluasi dari sejumlah proyek terdahulu yang mangkrak. CEO Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa mengingatkan bahwa proyek WtE bukanlah hal baru.
Menurutnya, proyek pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) sebagian besar merupakan bagian telah direncanakan pada era sebelumnya.
“Lakukan pengadaan yang kompetitif, cari investor yang bisa kasih best technology dengan harga yang kompetitif,” ujarnya dikutip Bergelora.com di Jakarta, Sabtu (18/10/2025).
Teknologi Mahal
Fabby mengamini bahwa WtE secara alami merupakan teknologi yang mahal, khususnya dalam konteks komposisi sampah di Indonesia. Apalagi, lanjutnya, di Indonesia yang 80-85% sampahnya yang masuk ke TPA adalah sampah organik.
Ia merinci, untuk sebuah proyek WtE berkapasitas 1.000 ton sampah per hari yang dapat menghasilkan listrik 15 megawatt (MW) – 20 MW, dengan capex yang dibutuhkan berkisar antara US$120 juta hingga US$200 juta per unit.
Fabby menjelaskan untuk dapat mencapai harga listrik yang kompetitif, dengan harga listrik sekitar 20-22 sen per kWh tanpa tipping fee (biaya pembuangan sampah) maka capex idealnya harus ditekan di bawah US$160 juta.
“Capex cukup besar karena harus membangun sejumlah fasilitas lain, seperti pre-treatment, emission control, interkoneksi ke grid, dan pembebasan lahan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Fabby menekankan bahwa esensi dari proyek WtE seharusnya bukan semata-mata dilihat sebagai proyek pembangkit listrik, melainkan sebagai bagian dari solusi mengelola sampah.
“Ini biaya untuk mengelola sampah,” tegasnya.
Oleh karena itu, ia mendorong pemerintah untuk memiliki strategi pengelolaan sampah yang terintegrasi dan berkelanjutan. Langkah ini dinilai krusial untuk mengurangi volume sampah di sumbernya, yang pada akhirnya akan menekan biaya pengelolaan dan dampak lingkungan di masa depan.
“Pemerintah jangan hanya mendorong solusi WtE saja,” imbuhnya.
Lokasi Awal
Untuk memastikan wacana proyek WtE bukan sekadar pepesan kosong, Pemerintah memastikan program Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL) akan segera direalisasikan di sejumlah daerah, dengan 10 lokasi awal siap dibangun pada tahun ini.
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menjelaskan 10 titik proyek WtE disebut sudah siap untuk tahap konstruksi, termasuk salah satunya di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang, Bekasi.
“Alhamdulillah tahun ini kita dengan pemilik (proyek) di Danantara dapat mencari skema sehingga penanganan terhadap masalah sampah, terutama di 34 kabupaten/kota, bisa segera dimulai,” ujar Prasetyo.
Sementara itu, sejumlah daerah berharap bahwa pemerintah dapat turun tangan mempercepat pengelolaan sampah di wilayahnya. Misalnya saja Jawa Barat.
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi memastikan persoalan sampah di Provinsi Jabar mulai menemukan titik terang usai Danantara turun tangan.
Dedi Mulyadi mengatakan PLTSa di Jabar akan dibangun di empat kawasan aglomerasi, yaitu Kota Bogor dan Kabupaten Bogor, Kabupaten Bogor–Depok, Kota Bekasi–Kabupaten Bekasi dan terakhir adalah Purwakarta–Karawang–Subang–Kota Bandung–Cimahi–Cianjur–Sukabumi–Kabupaten Bandung.
“Nah, ini menjadi satu wilayah aglomerasi pengelolaan sampah. Seluruh wilayah-wilayah itu diharapkan bisa selesai seluruh persiapannya. Yang hari ini sedang dipersiapkan adalah untuk Sarimukti,” katanya dikutip Selasa (14/10/2025).
Rencananya pembangunan empat PLTSa oleh Danantara tersebut ditargetkan mulai pada tahun 2027. Nantinya, Pemprov Jabar berperan dalam penyediaan lahan, ketersediaan sampah, serta percepatan proses perizinan agar proyek PLTSa dapat segera direalisasikan.
Minat Investor
Upaya pemerintah mendorong program WtE dan harapan pemerintah daerah agar Danantara turun tangan tetap memerlukan dukungan pelaku usaha. Danantara mengklaim bahwa sudah banyak investor yang menyatakan minat untuk menggarap proyek PSEL ini.
Chief Executive Officer (CEO) Danantara Indonesia Rosan Roeslani mengemukakan terdapat 192 perusahaan yang telah menyatakan minat untuk bergabung dalam program WtE.
“Ada dari Jepang, Australia, Singapura, Malaysia. Ketertarikan lumayan tinggi. Lokal banyak, asing juga banyak. Saya terkejut juga ada banyak,” kata Rosan di sela-sela Indonesia International Sustainability Forum (IISF) 2025 di JCC, Jakarta, Jumat (10/10/2025).
Rosan menghitung kebutuhan investasi untuk menggarap 33 titik proyek PSEL mencapai sekitar Rp91 triliun. Dalam hitungan Danantara, estimasi kebutuhan investasi untuk satu titik PSEL berkapasitas 1.000 ton per hari mencapai Rp2 triliun-Rp3 triliun.
Hal ini mencakup pembangunan infrastruktur pendukung proyek.
“Bujetnya bisa cukup luas, mungkin untuk kapasitas seribu ton per hari, kira-kira antara Rp2 triliun–Rp3 triliun total investasinya, termasuk untuk infrastruktur pendukungnya,” ujar Managing Director Investment Danantara Investment Stefanus Ade Hadiwidjaja. (Web Warouw)