JAKARTA- Pemerintah menilai tanda-tanda pemulihan ekonomi nasional mulai terlihat. Aktivitas masyarakat disebut sudah meningkat, permintaan baru muncul, dan sejumlah sektor kembali bergerak.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan sinyal ini tampak dari melonjaknya permintaan sambungan listrik baru di berbagai daerah.
“Ekonominya memang mulai bergeliat. Dirut PLN kemarin menyampaikan bahwa di banyak tempat orang sudah mulai minta sambungan listrik baru. Itu artinya, aktivitas ekonomi mulai bergerak,” ujar Purbaya, dikutip Bergelora.com di Jakarta, Senin (20/10/2025).
Ia menegaskan efek kebijakan pemulihan tidak langsung terasa. Dampaknya akan muncul bertahap dan menjadi lebih kuat menjelang akhir 2025, terutama pada Desember.
Purbaya optimistis pemulihan ini akan menurunkan angka pengangguran dan membuka lebih banyak lapangan kerja.
Ia memperkirakan ekonomi kuartal IV 2025 tumbuh 5,5 persen. Perkiraan itu didukung penyaluran likuiditas Rp 200 triliun di lima bank pemerintah dan tambahan stimulus fiskal pada kuartal terakhir tahun ini.
Menurut Purbaya, pertumbuhan awal akan dirasakan kelas menengah. Mereka memiliki daya beli lebih kuat dan akses pembiayaan yang lebih luas, sehingga mampu lebih cepat merespons peluang ekonomi baru.
“Biasanya, ketika ekonomi tumbuh makin cepat, yang menikmati paling banyak itu kelas menengah duluan. Yang bawah lebih lama,” kata Purbaya.
Ia mencontohkan sektor teknologi informasi yang mulai menunjukkan peningkatan permintaan layanan dan perangkat keras. Perusahaan di sektor ini mulai berekspansi, menaikkan gaji karyawan, dan membuka perekrutan baru.
Purbaya menilai tren ini menunjukkan pemulihan berjalan di jalur yang benar. Sektor formal menjadi pendorong utama, dan kelas menengah menjadi kelompok pertama yang merasakan manfaatnya.
Permintaan Listrik Meningkat
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan penempatan dana Rp 200 triliun ke sistem perbankan sudah mulai terlihat dampaknya, terutama permintaan listrik yang meningkat. Pada Rabu, 15 Oktober 2025, Purbaya bertemu Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo di Kantor Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta.
Dalam pertemuan itu, Purbaya mengatakan permintaan listrik meningkat di berbagai daerah.
“Menurut data yang dia lihat itu sudah mulai naik demand listrik dari cabang-cabang dia (PLN) di setiap daerah. Kelihatannya permintaan untuk service listrik meningkat juga, pembukaan baru juga meningkat,” kata mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan itu.
Purbaya berharap konsumsi listrik ke depan bisa meningkat. PLN, kata dia, juga bakal menyampaikan perkembangan konsumsi listrik masyarakat.
“Saya akan minta update dirut PLN mungkin setiap dua minggu, datanya seperti apa,” ujarnya.
Sementara itu, Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia menilai tambahan likuiditas sebesar Rp 200 triliun yang digelontorkan belum berubah menjadi permintaan barang dan jasa di tingkat konsumen.
Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya melaporkan bahwa inflasi September 2025 tercatat sebesar 0,21 persen secara bulanan dan 2,65 persen secara tahunan
Namun demikian, indikator permintaan domestik yang tercermin pada inflasi inti cenderung tidak banyak berubah di 2,19 persen (yoy), atau naik sedikit dari 2,17 persen (yoy) pada bulan sebelumnya. Secara bulanan, inflasi inti September 2025 sebesar 0,18 persen (mtm) atau hanya sedikit lebih tinggi dibanding 0,16 persen (mtm) pada bulan yang sama tahun lalu.
“Kenaikan ini sangat terbatas sehingga belum memberi sinyal adanya penguatan daya beli masyarakat,” kata peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat UI Chaikal Nuryakin dalam Seri Analisis Makroekonomi, dikutip Jumat, 10 Oktober 2025.
Pemerintah sebelumnya telah menempatkan dana sebesar Rp 200 triliun di bank Himbara (Himpunan Bank Milik Negara) demi mendorong penyaluran kredit di sektor prioritas. Pada saat yang sama, Bank Indonesia juga telah menurunkan suku bunga acuan hingga 4,75 persen.
Namun demikian, kata Chaikul, inflasi inti masih rendah dan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) belum menguat. IKK pada Agustus 2025 turun ke level 117,2 dari 118,1 pada bulan sebelumnya. Terbaru, Bank Indonesia mencatat IKK kembali turun pada September yaitu di level 115.
LPEM UI pun membeberkan sejumlah risiko yang perlu diantisipasi jika uang yang beredar bertambah, sementara kapasitas produksi dan distribusi tidak meningkat. Pertama, kata Chaikul, yang bergerak adalah biaya dan harga produsen yang kemudian diteruskan ke konsumen. Risiko berikutnya adalah pembiayaan berlebihan pada zombie company, yaitu penambahan kredit pada debitur lama yang kurang produktif. “Sehingga injeksi likuiditas berpotensi kontraproduktif bagi sektor riil,” ucap Chaikul. (Web Warouw)