Rabu, 22 Oktober 2025

PASTI GAK NIH..? Kemenkes Akan Buka 500 RS Jadi Penyelenggara Pendidikan Dokter Spesialis

JAKARTA – Kementerian Kesehatan akan membuka 500 rumah sakit sebagai penyelenggara pendidikan utama untuk Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS). Hal ini disampaikan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam sidang uji materi Undang-Undang Kesehatan 3/2023 dengan nomor perkara 143/PUU-XXIII/2025 yang digelar Mahkamah Konstitusi (MK), pada dikutip Bergelora.com di Jakarta, Rabu (22/10/2025).

Pembukaan ini dilakukan, kata Menkes, untuk menambah jumlah, meratakan distribusi, dan membebaskan biaya pendidikan dokter spesialis.

“Pertama, untuk menambah jumlah dokter spesialis dalam lima tahun ke depan, pemerintah berencana membuka 500 rumah sakit penyelenggara pendidikan utama untuk mengejar pemenuhan kebutuhan dokter spesialis,” kata Budi Gunadi, yang hadir secara virtual.

Dia mengatakan, tujuh dokter spesialis dasar akan menjadi prioritas, seperti penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, obstetri dan ginekologi, anestesi, radiologi, dan patologi klinis.

Begitu juga spesialis untuk penyakit yang menyebabkan kematian lebih dari satu juta masyarakat Indonesia, seperti kanker, jantung, stroke, ginjal, serta kesehatan ibu dan anak.

“Upaya ini diproyeksikan akan menambah sejumlah 6.000 orang dokter spesialis baru per tahun dalam 10 tahun ke depan,” ucap dia.

Budi berharap, pembukaan program PPDS berbasis rumah sakit ini bisa mendukung program PPDS berbasis universitas.

“Kedua sistem ini dapat mengejar, semoga pemenuhan kebutuhan dokter spesialis 15 tahun lebih awal jika dibandingkan tanpa intervensi apapun dari pemerintah,” ucap dia.

Dalam pemaparan ini, Budi menyebut Indonesia kekurangan 70.000 dokter spesialis. Sedangkan produksi dokter spesialis untuk basis universitas saja hanya 3.000 per tahun. Kekurangan ini tidak akan tertutupi hingga 2045 jika hanya mengandalkan PPDS berbasis universitas.

Penyebab Digugat

Uji materi UU Kesehatan ini diajukan oleh dua mahasiswa sarjana ilmu kedokteran dan dua dosen kedokteran yang merupakan ahli bedah dan ahli anestesi. Mereka menilai, terjadi konflik kepentingan dalam penyelenggaraan PPDS dari pemberian beasiswa.

Saat ini terdapat dua alternatif penyelenggaraan PPDS, dari Kemenkes disebut hospital based atau berbasis rumah sakit, dan dari Kemendikti disebut dengan basis universitas/kampus.

Pemohon menyebut, dua alternatif ini menyebabkan diskriminasi karena perbedaan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk university based dan hospital based.

“Yakni berkaitan dengan pemberian biaya gratis untuk mahasiswa hospital based, akan tetapi pada university based masih dibebani biaya pendidikan yang tinggi. Oleh karenanya, menjadi tidak adil dan menimbulkan kecemburuan apabila pemohon I dan pemohon II akan mengambil program spesialis/subspesialis nantinya di university based,” tulis permohonan tersebut.

Atas dasar itu, para pemohon meminta MK menghapus penyelenggaraan berbasis rumah sakit dan seluruh penyelenggaraan PPDS harus di bawah kerangka sistem pendidikan tinggi dengan kampus sebagai penyelenggara utama.

MK diminta membatasi rumah sakit pendidikan hanya berperan sebagai mitra pelaksana klinis, bukan sebagai penyelenggara utama. (Web Warouw)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru