JAKARTA- Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Direktur Utama PT Taspen (Persero) periode 2020–April 2024, Antonius NS Kosasih (AK), Kamis (23/10/2025).
“Pemeriksaan dilakukan di Gedung KPK Merah Putih, atas nama AK Direktur Utama PT Taspen (Persero) Tahun 2020- April 2024,” kata Jubir KPK, Budi Prasetyo melalui keterangan tertulis dikutip Bergelora.com di Jakarta, Jumat (24/10/2025).
Meski telah berstatus pengacara, Kosasih diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi untuk kepentingan penyidikan perkara pengelolaan investasi fiktif Rp1 triliun di PT Taspen dengan tersangka korporasi PT Insight Investment Management (IIM).
“Hari ini Kamis (23/10), KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi terkait dugaan TPK dalam pengelolaan investasi pada PT Taspen,” ucap Budi.
Sebelumnya, pada Kamis (9/10/2025), penyidik KPK juga telah memeriksa penipu lain, mantan Direktur Utama PT Insight Investment Management (PT IIM) periode 2016–Maret 2024, Ekiawan Heri Primaryanto (EHP), dalam kapasitas sebagai saksi terkait penyidikan korporasi PT IIM.
Kosasih divonis 10 Tahun Penjara oleh Hakim Tipikor
Sebelumnya, KPK mengapresiasi putusan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam perkara dugaan korupsi investasi fiktif di PT Taspen yang menyebabkan kerugian keuangan negara hingga Rp1 triliun. Putusan itu dibacakan pada Senin (6/10/2025) oleh Ketua Majelis Purwanto S. Abdullah.
Terdakwa dalam perkara tersebut adalah eks Dirut PT Taspen (Persero), Antonius Nicholas Stephanus (ANS) Kosasih, dan mantan Direktur PT Insight Investment Management (IIM), Ekiawan Heri Primaryanto.
Putusan ini sejalan dengan semangat pemberantasan korupsi oleh KPK, yang tidak hanya bertujuan untuk memberikan efek jera bagi para pelaku, kata Budi Prasetyo melalui keterangan tertulis kepada wartawan, Selasa (7/10/2025).
Majelis hakim menjatuhkan hukuman penjara 10 tahun kepada ANS Kosasih serta denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan. Hakim juga memerintahkan pembayaran uang pengganti sebesar Rp29 miliar dan sejumlah mata uang asing, yaitu USD 127.057; SGD283.002; EUR10.000; THB 1.470; £30; JPY 128.000; HKD500; KRW 1.262.000; dan Rp2.877.000,00 subsider tiga tahun penjara.
Terhadap pelaku Ekiawan Heri Primaryanto, majelis hakim menjatuhkan hukuman sembilan tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan. Ekiawan juga diwajibkan membayar uang pengganti USD 253.664 subsider dua tahun penjara.
Majelis hakim selanjutnya memerintahkan penyertaan Unit Penyertaan Reksa Dana sebanyak 996.694.959,5143 unit penyertaan untuk dirampas bagi negara dan diperhitungkan sebagai pemulihan kerugian keuangan negara.
Namun juga dapat memulihkan keuangan negara atau pemulihan aset secara optimal, sambung Budi.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan bahwa investasi fiktif di PT Taspen telah merugikan program dana Tabungan Hari Tua (THT) yang berasal dari iuran 4,8 juta aparatur sipil negara (ASN)
“Besarnya dampak yang dirugikan tersebut, KPK mengimbau agar penegakan hukum perkara ini sekaligus menjadi pemantik dalam upaya pencegahan korupsinya, dengan melakukan mitigasi dan perbaikan sistem yang serius, agar praktik-praktik investasi fiktif ini dapat dicegah,” tutur Budi.
Skema Korupsi Investasi Fiktif
Dalam surat dakwaan, jaksa menguraikan bahwa skema korupsi terkait kejahatan bermasalah ini berkaitan dengan instrumen Sukuk Ijarah TPS Food II Tahun 2016 (SIAISA02). PT Taspen membeli sukuk senilai Rp200 miliar yang kemudian gagal bayar akibat memburuknya kondisi keuangan PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (TPSF).
Kondisi tersebut berakhir pada proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Permohonan PKPU diajukan oleh PT Sinarmas Asset Management dan PT Asuransi Simas Jiwa, yang dikabulkan hakim pada 13 September 2018 dengan ditetapkannya PT TPSF dalam status PKPU sementara.
Dalam prosesnya, PT Taspen tercatat sebagai kreditur separatis dengan klaim lebih dari Rp213 miliar. PT TPSF menawarkan skema pelunasan bertahap melalui mekanisme cash sweep dan konversi menjadi utang saham, dengan target pelunasan pada tahun 2029.
Namun, eks Dirut Taspen, Kosasih, justru memaksakan pelepasan sukuk bermasalah tersebut dari portofolio PT Taspen.
Purbaya Soroti Maraknya Korupsi Hambat Program Pemerintah, KPK Nilai Tepat Gunakan SPI 2024
Untuk melancarkan rencana, Kosasih menggandeng PT IIM dan memasukkan sukuk gagal bayar itu ke dalam reksa dana baru bernama I-Next G2, yang seharusnya hanya berisi aset dengan peringkat layak investasi.
Ia juga merevisi aturan internal PT Taspen tanpa dasar analisis investasi yang sah serta melibatkan Bahana Sekuritas dan kantor hukum Tumbuan & Partners untuk memperoleh opini hukum pendukung.
Transaksi senilai Rp1 triliun tersebut disusun secara berlapis, melibatkan sejumlah perusahaan sekuritas dan special Purpose Vehicle (SPV) seperti PT Sinarmas Sekuritas, PT Pacific Sekuritas Indonesia, dan PT KB Valbury Sekuritas Indonesia guna menyamarkan pelepasan aset bermasalah.
Skema tersebut mengakibatkan kerugian negara hingga Rp1 triliun. Dana hasil korupsi mengalir ke berbagai pihak, termasuk Kosasih, Ekiawan, serta sejumlah perusahaan yang terlibat.
Jaksa menduga Kosasih memperkaya diri hingga Rp34,3 miliar, sementara Ekiawan menerima USD 242.390 atau sekitar Rp3,9 miliar. Mantan Direktur Keuangan PT Taspen, Patar Sitanggang, juga disebut menerima Rp200 juta, meski hingga kini masih berstatus Saksi.
Selain individu, lima korporasi disebut juga menerima aliran dana dengan total mencapai Rp196,82 miliar, yakni:
1. PT Insight Investment Management (IIM): Rp44.207.902.471
2. PT Valbury Sekuritas Indonesia: Rp2.465.488.054
3. PT Pacific Sekuritas Indonesia: Rp108.000.000
4. PT Sinarmas Sekuritas : Rp40.000.000
5. PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk: Rp150.000.000.000
(Web Warouw)

