Kamis, 13 November 2025

ADA UU ITE MBAK..! Pembelaan dan Tangis Laras Faizati dalam Sidang Penghasutan Demo Agustus

JAKARTA – Mantan pegawai ASEAN Inter-Parliamentary Assembly atau AIPA, Laras Faizati, membantah telah menghasut massa untuk melakukan tindakan anarkistis dalam unjuk rasa akhir Agustus lalu, khususnya membakar Gedung Mabes Polri.

Menurut Laras, kemarahan publik terhadap institusi kepolisian sudah cukup besar tanpa perlu ia provokasi melalui media sosial.

Hal ini disebabkan oleh peristiwa tewasnya seorang driver ojol Affan Kurniawan yang dilindas kendaraan taktis (rantis) Brimob pada Kamis (28/8/2025) lalu.

“Bahwa saya tidak ada niat untuk mempengaruhi masyarakat luas agar melakukan perlawanan terhadap polisi, karena tanpa saya menulis pun orang-orang sudah marah terhadap polisi karena kejadian kekerasan dan pembunuhan terhadap Affan Kurniawan yang meninggal dikarenakan dilindas polisi pada saat demonstrasi,” kata Laras diwakili kuasa hukum, Said Niam, dalam sidang eksepsi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dilaporkan Bergelora.com di Jakarta, Kamis  (13/11/2025).

 

Lebih lanjut, unggahan yang ditambahkan narasi berisi kemarahan Laras atas meninggalnya Affan dimaksud sebagai aspirasinya.

“Tujuan saya menulis caption tersebut untuk menunjukkan aspirasi saya sebagai warga negara yang kecewa melihat kejadian Affan Kurniawan yang meninggal dikarenakan dilindas mobil polisi pada saat demonstrasi,” lanjut dia.

Tangis Laras Setelah majelis hakim menutup persidangan, Laras berurai air mata. Ia bangkit dari kursi terdakwa lalu menghampiri tim kuasa hukumnya. Ia memeluk salah salah satu di antaranya, Uli Pangaribuan.

Laras juga menghampiri teman dan keluarganya yang duduk di bangku pengunjung. Salah satu temannya mengangsurkan amplop plastik berisi pesan dukungan untuk Laras.

Ia pun menangis lagi. Namun, melihat banyaknya dukungan yang ditujukan kepadanya, senyuman juga menghiasi wajahnya.

Saat ia memeluk salah satu temannya, Laras mengaku ingin segera pulang.

“Aku mau pulang…,” kata Laras dalam pelukan temannya.

Lebih lanjut, ia menyampaikan pada pengunjung untuk mendoakannya agar segera dibebaskan dari segala hukum yang menjeratnya.

“Doain ya aku bisa pulang ke keluarga aku. Semoga aku bisa dapat keadilan sebaik-baiknya,” kata Laras.

Kekeliruan Dan Asumsi Jaksa

Dalam eksepsinya, tim kuasa hukum menyoroti dakwaan JPU karena banyak keliru, tidak cermat, dan banyak berasumsi tak sesuai fakta.

Di antaranya jaksa tidak memaparkan secara lengkap terkait kronologi kejadian unggahan Laras kemudian membuat sekelompok massa aksi melakukan tindakan anarkistis di gedung yang ia soroti, Gedung Mabes Polri.

Dalam dakwaan, jaksa menyebutkan Laras mengambil foto di hari Affan Kurniawan tewas, saat masih bekerja di kantornya yang berada di lantai lima Gedung ASEAN.

Padahal, Affan tewas di malam hari, sementara foto Laras terang benderang dengan sinar matahari. Kuasa hukum mengatakan, Laras sudah pernah menyebutkan saat diperiksa, bahwa ia mengambil foto keesokan harinya, Jumat (29/10/2025).

“Terdakwa menyampaikan bahwa, ‘Seingat saya pertama kali membuat dan mengunggah konten insta story Instagram tersebut pada tanggal 29 Agustus 2025, saya upload sekitar pukul 11.00 WIB,’” tutur Niam.

Menjelaskan alasan Laras mengunggah konten di instagram story-nya, jaksa bilang Laras mengonsumsi berita dari televisi dan media sosial. Namun, kuasa hukum menyebutkan Laras tak pernah menyaksikan berita itu di televisi.“

“Lantas dari mana jaksa dalam merumuskan dakwaan bahwa terdakwa mengetahui meninggalnya Afran Kurniawan melalui berita televisi? Sehingga kami berkesimpulan susunan dakwaan JPU berdasarkan asumsi untuk memaksakan dakwaannya sesuai dengan kehendaknya agar memenuhi syarat materiil,” tutur kuasa hukum.

Jaksa juga dinilai salah mengartikan unggahan Laras karena tidak begitu memahami cara kerja media sosial Instagram. Salah satunya berkaitan dengan bentuk unggahan Laras dalam bentuk instagram story yang dinilai bersifat publik sehingga dapat disaksikan semua orang dari seluruh dunia.

Kuasa hukum menjelaskan bahwa instagram story umumnya disaksikan oleh orang-orang yang sudah berteman dengannya di akun itu.

“JPU tidak paham dalam aturan media sosial Instagram karena tidak bisa membedakan unggahan konten berupa Insta Story, reels, dan feed, sehingga sangat terpampang nyata susunan dakwaan jaksa penuntut umum tidak berdasarkan berkas perkara kepolisian melainkan berdasarkan asumsi,” jelas kuasa hukum.

Dalam dakwaan, jaksa mengatakan bahwa, di hari yang sama setelah Laras mengunggah konten instagram story, telah terjadi upaya pembakaran di fasilitas sekitar Pom Bensin Mabes Polri.

Menurut kuasa hukum, tidak ada kejelasan hubungan sebab-akibat antara kedua hal tersebut. Termasuk kesesuaian waktu dan kesaksian pelaku.

“Meskipun dalam surat dakwaan dikatakan adanya percobaan pembakaran fasilitas di sekitar POM bensin, tapi JPU tidak menguraikan secara jelas hubungan kausalitas antara perbuatan terdakwa dengan akibat percobaan pembakaran fasilitas tersebut,” kata Niam.

Berdasarkan dakwaan yang dinilai kabur itu, kuasa hukum meminta kepada majelis agar membatalkan semua dakwaan terhadap Laras.

“Kami berpendapat bahwa surat dakwaan JPU disusun secara kabur atau obscuur libel. Secara tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap serta berdasarkan asumsi sehingga cacat secara formil dan oleh karenanya harus dinyatakan batal demi hukum,” tegas Niam.

Lebih lanjut, kuasa hukum meminta agar Laras juga dibebaskan dari kurungan penjara dan dipulihkan segala haknya, termasuk nama baiknya.

“Kami memohon kepada yang mulia majelis hakim untuk menjatuhkan putusan sela dengan menetapkan pemeriksaan Laras Faizati tidak dilanjutkan dan membebaskan Laras Faizati dari tahanan negara,” kata Niam.

Sebab, Laras adalah seorang tulang punggung untuk keluarganya, sang ibu dan adik, sejak sang ayah meninggal dunia.

“Terdakwa menanggung kebutuhan ekonomi keluarga, termasuk biaya hidup dan rumah tangga sehari-hari. Sehari-hari terdakwa bekerja secara profesional dan memiliki reputasi baik di lingkungan kerjanya,” ucapnya.

Diancam dan Kena Doxing

Sebelum ditangkap, Laras sempat menerima ancaman dari seseorang yang menamakan dirinya sebagai Asep Fauzan melalui pesan instagram. Ancaman itu masuk ke akun Laras di hari yang sama ia mengunggah empat konten berisi protesnya terhadap aparat kepolisian. Pesan tersebut berisi ancaman langsung dan penghinaan yang mengarah pada teror pribadi.

“Gua punya kuasa buat blok SKCK lo. See you in hell, bitch. You will never get official work. Criminal cyber. You will regret this. Wait by Monday, official letter will be draft by this night. Lo tunggu Senin. Lo di AIPA kan? You are done, bitch,” demikian isi pesan yang dikirim akun tersebut.

Pesan lain dari akun-akun tak dikenal pun masuk pada Senin (1/9/2025). Oleh akun tersebut, data pribadi Laras disebar luaskan. Mulai dari nomor telepon, alamat rumah, KTP, nomor paspor, hingga nama orang tuanya.

“Lebih dari lima akun Instagram yang diduga keras akun buzzer melakukan doxing terhadap identitas terdakwa, di mana identitas terdakwa disebar di Instagram oleh orang lain yang tak dikenal Terdakwa,” jelas Niam.

Akibatnya, Laras menerima banyak panggilan dari nomor WhatsApp tak dikenal, juga pesan-pesan bernada negatif. Rumahnya pun kedatangan sejumlah wartawan setelah itu.

Pengacara tekad menangkan persidangan Kuasa hukum, Uli, menegaskan bahwa pihaknya bertekad dapat memenangkan persidangan ini dan membawa

Laras kembali ke pelukan keluarganya di rumah. Sebab, Uli menilai bahwa Laras adalah korban kriminalisasi yang hanya menyuarakan aspirasinya melalui media sosial.

“Kasus Laras jelas murni kriminalisasi terhadap warga negara yang ingin memberikan ungkapan terhadap ketidakadilan yang terjadi di negara kita. Jadi kita takut nih, kita takut kalau mengkritik akan dilaporkan, dikriminalkan,” tutur Uli kepada wartawan setelah sidang.

Bahwa, jika hukum tidak ditegakkan secara adil dalam kasus Laras, dikhawatirkan akan muncul korban kriminalisasi serupa di masa yang akan datang.

“Sehingga membuat kami merasa bahwa Laras harus dibebaskan ya, kami tidak mau ada Laras-Laras yang lain, warga negara yang mau menyampaikan aspirasinya, tapi kemudian dikriminalkan,” ujar Uli. (Web Warouw?

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru