Rabu, 19 November 2025

KAPAN NIH..! Kementerian Komdigi Sebut Registrasi SIM Card Berbasis Pengenalan Wajah Segera Dilakukan

JAKARTA – Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menyebut dalam waktu dekat registrasi SIM Card berbasis pengenalan wajah mulai dilakukan.

Penjelasan mengenai rencana itu disampaikan oleh Direktur Jenderal Ekosistem Digital Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Edwin Hidayat Abdullah, dalam Ngopi Bareng di Kantor Kementerian Komdigi, dikutip Bergelora.com di Jakarta, Minggu  (16/11/2025).

Menurut Edwin, pihaknya mengidentifikasi proses registrasi SIM card saat ini masih memberi ruang penyalahgunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Kartu Keluarga (KK).

Pihaknya pun berencana menutup celah tersebut dengan melakukan finalisasi kebijakan registrasi berbasis pengenalan wajah (face recognition) bersama Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri.

Nantinya, kata Edwin, skema baru memastikan nomor hanya aktif jika sesuai dengan identitas pemilik yang sah.

“Dalam waktu dekat, registrasi berbasis pengenalan wajah yang bekerja sama dengan Dukcapil akan segera dijalankan,” jelasnya seperti tertulis dalam keterangan Komdigi.

Ia menuturkan, kebijakan tersebut merupakan hal yang mendesak, karena tingginya peredaran nomor telepon di Indonesia.

Menurutnya, dalam satu hari operator seluler melayani aktivasi sekitar 500 ribu hingga sejuta nomor baru.

Selain itu, kebocoran identitas NIK dan Nomor KK masih terjadi, sehingga membuka peluang penyalahgunaan identitas dalam skala besar untuk target aktivasi SIM card secara tidak sah.

“Setiap hari terdapat sedikitnya 500 ribu hingga satu juta nomor baru yang diaktivasi,” tegasnya.

Ia berpendapat, keamanan pengguna merupakan tanggung jawab bersama pemerintah dan industri.

Regulasi yang kuat, teknologi keamanan jaringan, dan tata kelola identitas digital menjadi dasar untuk menjaga ruang telekomunikasi yang aman bagi masyarakat.

“Yang sedang kami rapikan adalah bagaimana industri telekomunikasi tidak hanya tumbuh sehat, tetapi juga memiliki tanggung jawab kuat dalam menjaga pelanggannya,” tuturnya.

Edwin menuturkan, rencana tersebut sudah masuk tahapan proses konsultasi publik dan dapat dilihat perkembangannya di situs resmi Kemkomdigi.

Ia menjelaskan, aturan ini disiapkan agar pemilih nomor telepon seluler dapat lebih bertanggung jawab saat mendaftarkan kartu SIM. Edwin menyampaikan, dulu masyarakat kerap meminjam Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) untuk registrasi kartu SIM Card

“Kalau dulu minjemin KTP, kartu keluarga kan gampang saja. Tapi kalau dengan minjemin muka kan lain. Orangnya harus datang. Tapi Insya Allah enggak ada orang Indonesia yang seperti itu,” tutur dia.

Edwin meminta operator jaringan seluler (MNO) penyedia jaringan seluler untuk melindungi pelanggan mereka.

“Saya bilang sama Opsel, sama tiga operator kita. Ultimately kita harus memperkuat business responsibility, protect our customer. Nah itu yang paling penting karena dia menyangga bisnis seluler ini,” kata Edwin.

Menkomdigi Bakal Sanksi Operator Seluler

Sebelumnya Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi) tengah menyiapkan peraturan menteri (permen) untuk menjatuhkan sanksi bagi operator seluler yang melanggar ketentuan batas maksimal tiga kartu SIM prabayar per pengguna berdasarkan Nomor Induk Kependudukan (NIK).

“Untuk mereka yang belum memiliki eSIM, sesungguhnya sudah ada peraturan menteri yang mengatur, sebelum kami, bahwa satu NIK itu hanya boleh tiga kartu SIM per operator seluler,” kata Menkomdigi Meutya Hafid dalam rapat kerja Komisi I DPR RI, Senin (7/7/2025).lalu.

“Dan ini yang saat ini kita coba, tapi Permen itu belum mengatur sanksi. Ini yang sedang kami excercise, mungkin kami akan keluarkan Permen baru yang mengatur sanksi bagi operator seluler yang tidak mematuhi itu,” ujar dia.

Menurut Meutya, Indonesia memiliki kekhasan dalam pola penggunaan layanan seluler, di mana 96,3 persen pelanggan merupakan pengguna prabayar, dan hanya 3,7 persen yang menggunakan pascabayar.

Komposisi ini berbeda dengan negara lain yang umumnya lebih dominan pascabayar.

“Model ini yang saya rasa di negara lain tidak begini. Justru lebih banyak pascabayar. Ini yang sedang kita rumuskan, bagaimana mengatur karena ini sebenarnya ranah bisnis, sehingga pemerintah harus cermat dalam mengatur,” kata dia.

Terkait eSIM (embedded SIM), Meutya menegaskan bahwa pemerintah tidak mewajibkan migrasi penuh ke eSIM, namun hanya mendorongnya secara bertahap.

Dari 25 juta perangkat yang sudah mendukung eSIM, baru sekitar 1 juta yang telah bermigrasi.

Sinyal Migrasi ke eSIM dianggap penting karena mendukung pendataan ulang yang lebih aman melalui verifikasi biometrik serta membuka potensi pengembangan layanan berbasis Internet of Things (IoT).

“Kami mendorong karena ada manfaat keamanan dan peningkatan layanan. Tapi memang belum semua bisa langsung migrasi,” kata politikus Partai Golkar itu.

Meutya juga menyoroti urgensi pemutakhiran data kartu SIM di tengah jumlah nomor yang sangat besar.

“Ada sekitar 350 juta nomor SIM yang beredar. Kami sudah sampaikan secara publik agar operator melakukan pemutakhiran data,” imbuh dia.

Ia menekankan, meski operator seluler menjadi penyumbang besar bagi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), bukan berarti mereka kebal terhadap regulasi.

“PNBP mereka memang besar, tapi bukan berarti tidak bisa disentuh hukum dalam kerangka perlindungan masyarakat,” kata Meutya. (Enrico N. Abdielli)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru