JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM) Muhaimin Iskandar alias Cak Imin menyebut masyarakat kelas bawah mengalami kesulitan meskipun pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 5,04 persen.
Pernyataan itu disampaikan Cak Imin saat menghadiri Seminar Nasional Proyeksi Ekonomi Indonesia 2026: Menata Ulang Arah Ekonomi Berkeadilan yang digelar Institute for Development of Economics and Finance (INDEF).
Pada kesempatan tersebut, Cak Imin mengkritik cara pandang banyak pihak yang kerap terpaku pada angka-angka pertumbuhan ekonomi.
“Bapak-Ibu sekalian ketika berbicara tentang perekonomian Indonesia seringkali kita terpaku pada angka-angka yang muncul dan terjadi kita larut dalam bahasa ringkasan eksekutif,” kata Cak Imin di Menara Danareksa, Jakarta, Kamis (20/11/2025).
Cak Imin mengaku pihaknya telah membaca laporan Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebut perekonomian Indonesia pada kuartal ketiga tumbuh 5,04 persen. Pihaknya juga membaca laporan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) yang memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh 4,9 persen pada 2025 atau lebih tinggi dibanding rata-rata pertumbuhan ekonomi global sebesar 2,9 persen.
Cak Imin mengatakan, tanpa bermaksud mengesampingkan pandangan para analis dan ekonom, ia mengajak semua pihak melihat situasi ekonomi langsung dari denyut kehidupan masyarakat. Di saat perekonomian nasional tumbuh, masyarakat di bawah justru dihadapkan pada berbagai persoalan.
“Para pekerja yang pendapatannya sulit mengejar kenaikan harga-harga kebutuhan, para petani dan nelayan yang masih bekerja dengan pola produksi yang stagnan,” ujar Cak Imin.
“Para pekerja informal yang tidak terlindungi kesejahteraannya, para pelaku UMKM yang diliputi kecemasan penghasilan,” tambahnya.
Menurut Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu, situasi tersebut merupakan fakta yang terjadi selama satu dekade terakhir.
Pada kenyataannya, kata dia, terdapat paradoks kondisi ekonomi dan kemiskinan. Di desa, misalnya, terdapat potensi perekonomian yang besar. Namun, pada saat yang bersamaan, terdapat kemiskinan yang tinggi di desa.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, dari 23,85 juta orang miskin, sebanyak 2,38 juta di antaranya tergolong miskin ekstrem, dengan setengahnya ada di desa.
“Kita juga menyaksikan angka kini rasio terus turun saat ini 0,38 tetapi di saat yang sama kita juga mendapati bahwa 1 persen orang terkaya di negeri ini menguasai hampir 50 persen total kekayaan nasional kita,” tutur Cak Imin. (Wen Warouw)

