JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memamerkan uang hasil rampasan senilai Rp 300 miliar terkait kasus investasi fiktif PT Taspen (Persero) pada Kamis (20/11/2025).
Menurut pantauan, tumpukan uang pecahan Rp 100.000 memenuhi panggung konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK.
Berbal-bal uang yang dibungkus plastik putih itu disusun menjulang seperti tembok bata, menutup hampir seluruh sisi depan ruang konferensi pers. Setiap bal plastik berisi uang senilai Rp 1 miliar.
Secara keseluruhan, KPK menampilkan Rp 300 miliar sebagai bagian dari aset yang berhasil dirampas dalam kasus dugaan investasi fiktif di PT Taspen.
Di tengah barisan uang tersebut, KPK meletakkan sebuah papan kecil bertuliskan jumlah rampasan yang berhasil diamankan, yakni Rp 300 miliar dari total kerugian negara yang mencapai lebih dari Rp 883 miliar. Untuk menyusun tumpukan uang itu, sejumlah petugas KPK berkemeja merah tampak keluar bergantian sambil mendorong troli berisi bal-bal uang.
Mereka kemudian berbaris, mengangkat setiap bal secara estafet hingga membentuk susunan yang tampak di panggung.
Akan diserahkan KPK ke Taspen
Kepada Bergelora.com si Jakarta dilaporkan, aesuai agenda, siang ini pukul 14.00 WIB, KPK akan menyerahkan pemulihan kerugian negara tersebut kepada PT Taspen. Uang-uang ini berasal dari eks Direktur Utama PT Insight Investment Management (PT IIM) Ekiawan Heri Primaryanto.

Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan dua tersangka, yaitu eks Direktur Utama PT Taspen (Persero) Antonius NS Kosasih dan eks Direktur Utama PT IIM Ekiawan Heri Primaryanto.
Kronologi Kasus
Kasus ini bermula pada Juli 2016, ketika itu PT Taspen (Persero) diduga melakukan investasi pada program tabungan hari tua (THT) untuk pembelian Sukuk Ijarah TSP Food II (SIAISA02) sebesar Rp 200 miliar yang diterbitkan oleh PT Tiga Pilar Sejahtera Food (TPSF) Tbk.
Namun, pada Juli 2018 diketahui bahwa Sukuk Ijarah TSP Food II (SIAISA02) tidak layak untuk diperdagangkan karena gagal bayar kupon.
Seiring waktu berjalan, Antonius Kosasih menjabat sebagai Direktur Investasi PT Taspen pada Januari 2019. Pada Mei 2019, ada pertemuan-pertemuan antara tersangka Antonius Kosasih dengan Dirut PT Insight Investment Management Ekiawan Heri Primaryanto untuk mengoptimalisasikan Sukuk TSP Food II yang masih dalam proses PKPU di Pengadilan Niaga.
Selanjutnya, pada 20 Mei 2019, Komite Investasi PT IIM memasukkan Sukuk Ijarah TSP Food II (SIAISA02) sebagai bond universe atau daftar portofolio yang layak untuk investasi melalui mekanisme optimalisasi RD InextG2.
“Hal ini bertentangan dengan ketentuan Akta Kontrak Investasi Kolektif Reksadana Insight Tunas Bangsa Balanced Fund 2 (I-Next G2). (Sebab) Saat itu peringkat Sukuk SIAISA02 Id D (gagal bayar) dan dalam kondisi PKPU sehingga masuk kategori Non-Investment Grade (tidak layak investasi dan berisiko tinggi),” kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu.
Menurut KPK, Antonius Kosasih mestinya tidak melakukan penempatan investasi sebesar Rp 1 triliun yang dikelola oleh PT IIM. Sebab, dalam kebijakan investasi PT Taspen diatur bahwa penanganan Sukuk dalam perhatian khusus harus disikapi dengan Hold and Average Down atau menahan untuk tidak memperjualbelikan dan menjual di bawah harga perolehan.
“Penempatan dana/investasi sebesar Rp 1 triliun pada RD I-Next G2 yang dikelola oleh PT IIM yang melawan hukum tersebut mestinya tidak boleh dikeluarkan,” ujar Asep.
KPK menduga perbuatan melawan hukum itu membuat beberapa pihak dan kooperasi mendapat keuntungan, termasuk Antonius Kosasih dan Ekiawan Heri Primaryanto.
Beberapa korporasi tersebut di antaranya PT Insight Investment Management (PT IIM) Rp 78 miliar, PT VSI sebesar Rp 2,2 miliar, PT PS sebesar Rp 102 juta, dan PT SM sebesar Rp 44 juta. “(Mereka) pihak-pihak yang terafiliasi dengan tersangka ANSK (Antonius) dan tersangka EHP (Ekiawan),” ucap Asep.

Vonis
6 Oktober 2025, Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat menjatuhkan vonis untuk Antonius Kosasih yakni 10 tahun penjara karena terbukti bersalah melakukan korupsi dalam kasus pengelolaan investasi fiktif. Kosasih juga dikenakan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara.
Selain pidana penjara, Kosasih juga divonis untuk membayarkan uang pengganti senilai Rp 29,152 miliar, 127.057 Dollar Amerika Serikat (AS), 283.002 Dollar Singapura, 10.000 Euro, 1.470 Baht Thailand, 30 Poundsterling, 128.000 Yen Jepang, 500 Dollar Hong Kong, dan 1,262 juta Won Korea, serta Rp 2.877.000.
Ekiawan Heri Primaryanto dijatuhkan hukuman 9 tahun penjara dengan denda Rp 500 juta.
Dalam kasus ini, Eki juga dihukum untuk membayar uang pengganti senilai 253.660 USD subsider 2 tahun penjara. (Web Warouw)

