JAKARTA – Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan berhasil menggagalkan ekspor fiktif yang dilakukan di kawasan berikat pada beberapa waktu lalu. Ini merupakan tindakan pemalsuan dalam kegiatan ekspor, di mana barang yang dilaporkan untuk diekspor tidak sesuai dengan yang sebenarnya.
Hal itu diungkapkan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Djaka Budhi Utama. Ekspor fiktif yang ditemui baru-baru ini adalah komoditas rokok dalam dokumen, namun ternyata isinya air mineral.
“Beberapa waktu yang lalu kita berhasil menggagalkan ekspor fiktif yang dilakukan di kawasan berikat. Yang dilaporkan adalah bentuk ekspor rokok, tetapi yang diekspor adalah air mineral,” kata Djaka dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI DPR RI, dikutip Bergelora.com di Jakarta, Selasa (25/11/2025).
Sampai saat ini DJBC masih mendalami alasan ekspor fiktif dilakukan, termasuk keperluan melakukan ekspor air mineral.
“Ini perlu menjadi pertanyaan kita bahwa ekspor air mineral itu dilakukan keperluannya untuk apa, masih kita dalami,” ucap Djaka.
Djaka menyebut ekspor fiktif berhasil terbongkar berkat pemanfaatan Hico-Scan atau sistem pemeriksaan barang (peti kemas) menggunakan X-ray scanner untuk mempercepat dan mengefisienkan proses pemeriksaan fisik barang impor atau ekspor.
“Saat ini di beberapa pelabuhan kita sudah menempatkan Hico-Scan seperti di Tanjung Priok, Tanjung Perak, maupun di Belawan sudah ditempatkan Hico-Scan dan itu sangat-sangat membantu,” imbuhnya.
Menurutnya, kasus. ini serupa dengan temuan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa saat kunjungan di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Tipe Madya Pabean (KPPBCTMP) Tanjung Perak.
Saat itu, Purbaya menemukan menemukan barang berupa mesin dengan harga yang dicantumkan sebesar US$ 7 atau sekitar Rp 117.117 (Asumsi Kurs US$1/Rp 16.730) padahal ketika melihat di marketplace harganya mencapai Rp 40-50 juta.
Djaka mengatakan, temuan itu merupakan hasil aktivasi sistem pemindaian petikemas yang dinamakan Hi-Co Scan. Sistem itu kata Djaka merupakan milik Pelindo dan dioperasikan pihak ketiga.
Sistem Hi-Co Scan menurut Djaka telah ada di berbagai pelabuhan, seperti Tanjung Priok, Tanjung Perak, hingga Belawan. Khusus di Tanjung Priok, jumlahnya telah mencapai 10 alat.
“Sudah ditempatkan Hi-Co Scan dan itu sangat-sangat membantu, dan saat kunjungan Pak Menkeu di Surabaya itu adalah berdasarkan hasil Hi-Co Scan termasuk beberapa waktu lalu kita berhasil gagalkan ekspor fiktif di kawasan berikat,” kata Djaka.
Aktivasi sistem itu pun membuat Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun semringah. Kata dia, selama ini DPR mengetahui Bea Cukai telah memperoleh fasilitas itu dari pelabuhan namun tak pernah dimanfaatkan.
“Karena berapa kali kita kunjungan kera spesifik ke pelabuhan-pelabuhan mengecek peralatan itu semua enggak hidup pak, tapi bapak memang punya, sekarang kalau dihidupkan kita senenang pak,” ucap Misbakhun.
Under Invoicing, Praktik Importir NakalÂ
Dalam sidak itu, Purbaya menemukan barang yang mencantumkan harga dalam dokumen kepabeanan jauh di bawah harga pasarannya. Misalnya, nilai yang importir cantumkan dalam dokumen senilai Rp 100 ribuan, tapi ternyata dijual Rp 35 juta hingga Rp 50 juta di pasaran, seperti e-commerce.
“Kalau yang saya lihat kualitasnya amat baik, seharusnya bukan barang murah, bukan Rp 100 ribuan tapi di-revalue sampai Rp 500 ribuan. Di situ kita dapat tax impor tambahan Rp 220 juta satu kontainer. Yang lain kita akan periksa juga,” kata Purbaya, dalam media briefing, dikutip Senin (17/11/2025).
Berdasarkan penjelasan di website Ditjen Bea Cukai melalui artikel berjudul “Kenali dan Pahami Ketentuan Barang Kiriman Hasil Perdagangan”, praktik under invoicing adalah modus pelanggaran dengan memberitahukan harga di bawah nilai transaksi.
Praktik ini menimbulkan potensi kerugian bagi penerimaan negara, karena murahnya harga barang disebabkan importir tidak membayar bea masuk dan pajak dalam rangka impor dengan semestinya.
Selain itu, praktik under invoicing bisa mengancam iklim usaha industri dalam negeri, karena barang impor bisa beredar dengan harga lebih murah.
Penanganan praktik under invoicing sebetulnya telah pemerintah atur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 96 tahun 2023 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak Atas Impor dan Ekspor Barang Kiriman. (Calvin G. Eben-Haezer)

