Kamis, 23 Oktober 2025

LIPI: Kemendikbud Harus Segera Kikis Pengaruh Radikalisme Di SMA

JAKARTA- Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus bertanggung jawab memperbaiki kurikulum pendidikan terutama pendidikan agama dengan jalan kembali mengajarkan pentingnya pengetahuan tentang sejarah agama dan keyakinan di Indonesia. Karena saat ini pengaruh intoleransi dan radikalisme agama telah masuk dalam kepala anak-anak didik di sekolah. Hal ini terbukti dengan ada temuan pemahaman dan sikap keagamaan siswa SMA Negeri di Jawa Tengah yang bersifat radikal.  Hal ini ditegaskan oleh Irine Hiraswari Gayatri, M.A dari Pusat Penelitian Politik LIPI  (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) kepada Bergelora.com di Jakarta, Senin (3/4)

“Kemendikbud harus segera kikis pengaruh radikalisme di SMA yang akan berujung sikap intoleransi. Perbanyak mata ajar tentang seni dan kebudayaan bermuatan lokal dan muatan kebhinekaan,” tegasnya.

Ia menjelaskan pentingnya dengan praktek-praktek langsung kunjungan ke museum untuk belajar sejarah yang benar, mengunjungi komunitas yang berbeda agama, latar belakang sosial ekonomi, difabel dan beragam etnik. Perlu ada program live in dimasyarakat yang berbeda,” jelasnya.

Tujuannya menurutnya agar sejak dini anak sekolah telah memiliki rasa kolektif kebangsaan walaupun bhinneka sehingga bisa membedakan mana ajaran yang benar dan mana yang hasutan yang dapat merusak masa depan generasi muda.

tingkat lanjut agar mendapat “rasa” kolektif/ kebangsaan sejak dini  

Pendidikan di SMA harus meneguhkan dalam muatan ajar yang terintegrasi tentang cinta tanah air dalam bentuk yang inovatif, tidak kaku, kritis dan bukan hapalan dogmatis.

Ia juga menegaskan agar administrasi dan guru di sekolah-sekolah harus memberikan contoh praktik bernegara yang baik dengan tidak mempraktekkan disriminatif.

“Harus mencerminkan komposisi kebhinnekaan tapi tetap bersatu, terdiri dari berbagai etnis, agama dan suku. berbasiskan merit system, equal gender antara laki-laki dan perempuan,” ujarnya.

Pelajaran-pelajaran agama menurutnya harus mewujudkan tentang kebangsaan, kebhinnekaan dalam bahasa kultum di mesjid dan rohis dengan sederhana, tema-tema ceramahnya mengajarkan perdamaian, solidaritas dan persatuan.                       

“Namun hal ini membutuhkan kerja sama mengajak semua kelompok agama terutama dari Islam moderat  yang mau mengajarkan memperluas ruang partisipasi kelompok Islam moderat di semua lini. Ajarkan lagi tentang kerukunan, musyawarah, dialog, toleransi dan kasih antara sesama. Ajarkan juga soliraditas dan perlindungan pada minoritas yang lemah termasuk sebagai wujud sila kedua Pancasila                       

Memilih Idola

Sebelumnya dilaporkan, sejumlah pelajar mengidolakan Ketua Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab dan Bachtiar Nasir (Ketua Alumni Saudi Arabia se-Indonesia). Dengan kata lain, dua nama itu menempati rangking tertinggi dalam listing tokoh-tokoh idola para pengurus Unit Kegiatan Sekolah Kerohanian Islam atau Rohis di beberapa SMA Negeri favorit di Jawa Tengah dan DIY.

Hal itulah yang mencuat dari Seminar Hasil Penelitian Agama di Laras Asri Hotel Salatiga yang digelar 29-31 Maret 2017 oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang atau Blas. Temuan itu cukup mengejutkan karena ada pemahaman dan sikap keagamaan siswa SMA Negeri di Jawa Tengah yang bersifat radikal.

DR Aji Sofanudin, MSi Peneliti Muda pada Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang (Kemenag RI) memaparkan, beberapa siswa SMA Negeri setuju untuk mengubah dasar negara Pancasila, memilih pemimpin semata-mata berdasarkan kesamaan agama, serta adanya pemisahan secara tegas antara ikhwan dan akhwat dalam kegiatan keagamaan.

Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, Abdurrahman Mas’ud, pada pembukaan acara tersebut (29/3) menyebutkan temuan penelitian ini cukup mengejutkan. Penelitian dengan topik Transmisi Nilai-nilai Keagamaan Melalui Organisasi Rohis, terkait tokoh idola yang digemari siswa SMA di sasaran penelitian terbagi menjadi 3 kategori: rendah, sedang, dan tinggi.

Termasuk kategori rendah adalah M. Quraish Shihab, Hasyim Muzadi, Lukman Hakim Saifuddin, Maemun Zubair, Habib Luthfi bin Yahya. Sementara kategori sedang adalah Arifin Ilham dan Aa Gym, serta termasuk kategori tinggi adalah Bachtiar Nasir dan Habib Rizieq.

Temuan penelitian juga menyebutkan, pada umumnya SMA favorit atau SMA Negeri unggulan di Kabupaten yang diteliti, kecolongan terhadap adanya penyemaian bibit-bibit radikalisme yang tumbuh melalui Rohis.

Secara metodologi, penelitian ini dilakukan pada 9 kabupaten/kota yang ada di Jawa Tengah dan DIY dengan melibatkan 27 peneliti, 3 supervisor dan beberapa narasumber dari kampus.

Penelitian ini bersifat kolaboratif melibatkan seluruh bidang penelitian yang ada di kantor Balai Litbang Agama Semarang (BLAS). Penelitian ini dilakukan pada 17 SMA Negeri yang dipilih secara purposive, dengan pendekatan kualitatif multicase study yang dilakukan 5 Pebruari hingga 9 Maret 2017.

Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, telaah dokumen, serta Focus Group Discussion yang melibatkan Kasi Pendidikan Agama Islam Kemenag Kabupaten Kota, guru Pendidikan Agama Islam, Kepala Sekolah, pengawas sekolah, pembina Rohis, FKUB, dan Mentor.

Menurut Abdurrahman Mas’ud temuan ini hampir sama dengan hasil penelitian Balai Litbang Agama Makassar (BLAM) tahun 2016. Penelitian kala itu dilakukan secara kuantitatif terhadap 1.100 siswa SMA/SMK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada potensi intoleransi dan radikalisme di kalangan siswa SMA/SMK.

Menurut hasil riset ini, 10 % siswa SMA berpotensi radikal. Penelitian Wahid Foundation bekerja sama dengan LSI (2016) dengan sebaran 1.520 siswa di 34 propinsi menyebutkan 7,7 % siswa SMA bersedia melakukan tindakan radikal. Penelitian Setara Institut (2015) terhadap siswa SMA di Bandung dan Jakarta menyebutkan sebanyak 7,2 % setuju dan tahu dengan paham ISIS.

Ketiga hasil penelitian tersebut menyebutkan angka yang sama yakni di bawah kisaran 10 % terhadap siswa SMA/SMK yang tergolong radikal. Meskipun persentasenya kecil, tetapi jika 10 % dari jumlah siswa maka menemukan jumlah yang banyak.(Web Warouw)

 

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru