JAKARTA – Pemerintah dan DPR RI sepakat mempertegas aturan pidana tambahan berupa pencabutan hak profesi bagi pelaku tindak pidana tertentu dalam Rancangan Undang-Undang Penyesuaian Pidana (RUU PP). Ketentuan ini berlaku jika pelaku melakukan kembali tindak pidana yang sama saat menjalankan profesinya dalam waktu dua tahun sejak putusan pemidanaan sebelumnya berkekuatan hukum tetap.
“Ayat 2: Jika setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat 1 melakukan tindak pidana tersebut dalam menjalankan profesinya dan pada waktu itu belum lewat 2 tahun sejak adanya putusan pemidanaan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang sama, pelaku dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf F,” demikian dibacakan Tim Badan Keahlian DPR RI dalam rapat pembahasan RUU Penyesuaian Pidana di Gedung DPR RI, dilaporkan Bergelora.com di Jakarta, Swlasa (2/12/2025).
Rumusan tersebut diadopsi dari sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP, yang memungkinkan hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak profesi sesuai Pasal 86 huruf F.
Fraksi PDI-P mengusulkan dua penegasan tambahan. Pertama, agar dasar diskriminasi dalam pengaturan ini mencakup jenis kelamin serta disabilitas mental dan fisik, sejalan dengan pendekatan inklusif yang juga dibahas dalam RUU KUHAP.
“Kemudian usul perubahannya, tambah di bagian penjelasan Ayat 2 tersebut menegaskan hubungan antara profesi dan tindak pidana, misalnya jurnalis, penyiar, dan sebagainya,” demikian paparan Tim Badan Keahlian DPR saat.
Fraksi PDI-P juga mengusulkan agar pada bagian penjelasan Ayat (2), ditegaskan bahwa pencabutan hak profesi dilakukan melalui putusan pengadilan dan dicatat dalam mekanisme RUU KUHAP.
“Bahwa pencabutan hak dilakukan melalui putusan pengadilan yang dieksekusi menurut mekanisme RUU KUHAP, pencatatan dan pemberitahuan ke lembaga profesi,” demikian bunyi usulan tersebut.
Wakil Menteri Hukum Edward Omar Sharif Hiariej menyatakan bahwa pemerintah setuju dengan usulan Fraksi PDI-P tersebut.
“Kami setuju, pertama dengan usulan dari PDI-P untuk ditambahkan penjelasan. Kami setuju. Jadi memberikan contoh profesi itu seperti jurnalis, penyiar, dan lain sebagainya,” ujar Edward dalam rapat Komisi III DPR RI, Senin (1/12/2025).
Edward menyebut penguatan penjelasan itu penting untuk menjamin kepastian hukum dan mencegah multitafsir dalam penegakan pidana tambahan terhadap pelaku kejahatan yang menyalahgunakan profesinya. (Web Warouw)

