Oleh: FX Arief Poyuono
Penampilan yang sering dilakukan Jokowi adalah berjalan jalan sambil blusukan atau bersepeda sambil menikmati musik orkestra di taman dengan santai tanpa pengawalan keamanan, kemegahan, atau gembar-gembor.
Dalam bungkusan kesederhanaan Jokowi tampil dengan kemeja putih sederhana, celana panjang hitam dan sandal kulit, ia tampak sama dengan orang awam yang biasa-biasa saja. Sekalipun dia seorang saudagar mebel yang juga memiliki gedung pertemuan yang besar di Solo
Entah, penampilan Jokowi itu seperti dibuat buat atau normal apa adanya. Sebab dalam pengalaman, dari pengusaha hingga konglomerat baik dari etnik Jawa maupun Tionghoa kebanyakan berpenampilan seperti yang dilakukan oleh Jokowi. Beda dengan pengusaha dari luar Jawa yang terlihat glamor dan menjaga jarak dengan masyarakat kecil.
Sejak Indonesia merdeka 68 tahun lampau, hanya anggota elite sipil dan militer yang terpilih sebagai presiden. Jokowi adalah pemimpin pertama dari luar dua golongan tersebut yang terpilih sebagai orang nomor satu di Indonesia.
Terpilihnya Jokowi sebagai pemimpin yang merakyat bukan tercipta secara alami ketika rakyat memimpikan pemimpin yang benar benar merakyat. Banyak kecurigaan mengatakan bahwa tetapi tampilan merakyat dari Jokowi itu hanyalah sebuah karya besar dari ilmu media jurnalistik dan ilmu sinematografi yang tidak ada bedanya dengan ‘Si Gepeng Dalam Srimulat’ di layar kaca, yang pernah digemari rakyat secara luas televisi.
Apalagi melihat bagaimana friksi yang muncul belakangan antara kepentingan partai politik (parpol) mulai menajam dengan Jokowi sebagai presiden, semakin memperbesar keyakinan bahwa dukungan rakyat terhadap Jokowi saat pilpres bukanlah hasil kerja parpol pendukung atau pun para relawannya tapi dari hasil produksi industri media .
Dalan teori media massa dikenal teori Agenda Setting untuk mengarahkan penulisan dan pemberitaan agar menghasilkan tujuan tertentu jika dibaca atau dilihat oleh masyarakat penonton. Selain itu kepada penonton disajikan secara berulang-ulang cara yang sama dalam memandang dunia dengan segala pesan dan gambar seorang Jokowi ditengah realitas dunia. Cara ini dikenal dalam teori Cultivation.
Kedua teori inilah yang menciptakan Jokowi menjadi sosok pemimpin agar rakyat memandang seorang Jokowi sebagai pemimpin yang mereka harapkan. Media massa telah berhasil memperkirakan dan menjelaskan pembentukan persepsi, pengertian, dan kepercayaan mengenai sosok Jokowi sebagai hasil konsumsi masyarakat terhadap pesan media massa dalam jangka panjang. Dengan kata lain, realitas yang diterima penonton terima adalah realitas yang diperantarai (mediated reality) yang semu dan tidak nyata. Jadi inilah realita yang terjadi pada diri seorang Jokowi sebagai presiden.
Tetapi peran Gepeng dalam Srimulat tidak selalu patut dan terkadang ngeyel kepada ibu Juju dan Tarsan serta Asmuni. Nah sosok antitesa ngawulo seorang Gepeng dalam Srimulat ini yang harus dilakukan oleh Jokowi dalam perannya untuk memimpin negara ini. Bukan tunduk pada orang-orang kuat yang selalu berusaha menekannya.
*Penulis adalah kandidat Master Ilmu Komunikasi, Program Pasca Sarjana Ilmu Komunikasi, Universitas Jayabaya