JAKARTA – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menilai, pemerintah wajib memberikan kompensasi ke warga yang selama ini menjadi korban Pertamax oplosan.
“Jika mengalami kerugian, masyarakat berhak mendapatkan kompensasi,” ucap Direktur LBH Jakarta Fadhil Alfathan dalam konfersi pers di kantornya Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Jumat (28/2/2025).
PT Pertamina Patra Niaga dinilai melakukan beberapa pelanggaran jika terbukti menjual Pertamax oplosan.
Salah satunya adalah menjual barang atau jasa yang tidak sesuai. Di mana seharusnya, Pertamina sebagai penyedia bisa menjamin kualitas dari BBM yang dijualnya agar bisa dinikmati masyarakat dengan baik.
Namun, bukan menjaga kualitasnya, Pertamina justru diduga mengoplos Pertalite menjadi Pertamax. Pelanggaran hukum kedua adalah tentang hak konsumen.
“Mulai dari hak konsumen mendapatkan informasi jelas, lengkap, jujur, dan komprehensif itu terlanggar,” tegas Fadhil.
Namun, dari pelanggaran hukum yang telah terjadi, masyarakat yang menjadi korban justru tidak mendapat kejelasan, baik dari pemerintah dan Pertamina.
Pertamina, kata Fadhil, justru sibuk memberikan sanggahan-sanggahan dari dugaan yang disampaikan Kejaksaan Tinggi Agung (Kejagung). Seharusnya, penyelesaian dari persoalan ini harus berdasarkan kepentingan publik.
“Bagi kami, persoalan ini harus menempatkan kepentingan publik sebagai yang paling utama. Artinya, penyelesaian polemik ini harus sesuai kebutuhan publik,” ujar dia.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan sebelumnya diberitakan, melansir keterangan Kejagung, PT Pertamina Patra Niaga diduga membeli Pertalite untuk kemudian “diblending” atau dioplos menjadi Pertamax. Namun, pada saat pembelian, Pertalite tersebut dibeli dengan harga Pertamax.
“Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, Tersangka RS melakukan pembelian (pembayaran) untuk Ron 92 (Pertamax), padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92,” demikian bunyi keterangan Kejagung, dilansir Selasa (25/2/2025).
“Dan hal tersebut tidak diperbolehkan,” imbuh keterangan itu.
Dalam perkara ini, ada enam tersangka lain yang turut ditetapkan. Mereka adalah Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi (YF); SDS selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, dan AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional. Lalu, MKAR selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak. (Web Warouw)