JAKARTA- Energi terbarukan seperti energi surya dan energi bayu secara alamiah bersifat intermitten. Keduanya mempunyai factor capacity hanya sekitar 30%. Demikian Dr. Kurtubi dari HIMNI Himpunan Masyarakat Nuklir Indonesia di Houston, Amerika Serikat kepada pers di Jakarta, Minggu (5/9) menanggapi dugaan motif bisnis dibalik Peraturan Menteri (Permen) ESDM tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap yang disoroti sejumlah tokoh yang konsentrasi di bidang energi.
“Artinya keduanya lebih banyak waktunya untuk istirohat ketimbang menghasilkan stroom,” demikian Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019 ini.
Keduanya sumber energi tersebut menurut Kurtubi lebih banyak momot meco yang artinya diam, tidak bergerak dan tidak Bunyi. Sehingga tidak bisa menghasilkan listrik secara kontinyu dalam 24 jam.
“Energi Surya termasuk yang di pasang di atap-atap rumah, kalau ada mendung dan hujan, waktunya istirohat telah tiba. Dimalam hari energi surya malah wajib ikut bobok sama bosnya bahkan sebelum magrib sudah bobok duluan dan masih terus bobok belum bisa bangun meski bosnya sudah bangun di waktu subuh,” ujarnya.
Ia mengingatkan, dengan ‘inovasi kebijakan’ menaikkan harga listrik yang dibeli oleh PLN yang berasal dari energi Surya yang ada di atap rumah yang juga termasuk intermitten dengan maksud untuk mengejar target bauran EBT sebesar 23% di tahun 2025 adalah merupakan langkah yang kurang tepat dan tidak bijaksana.
“Inovasi kebijakan model begini bisa berujung pada naiknya tarif listrik atau naiknya subsidi listrik,” jelasnya.
Kenaikan tarif listrik yang dibayar rakyat atau kenaikan subsidi listrik yang dibayar APBN dalam hal ini bukan karena salahnya Prokotol Tokyo atau Paris Agreement on Climate Change, tapi melulu adalah karena ‘inovasi kebijakan’ yang tidak bijaksana.
Sebaiknya menurutnya, kebijakan terkait pencapaian sasaran bauran energi EBT, diarahkan sedemikian rupa agar PLN justru bisa membeli energi listrik dari IPP atau dari pihak lain dengan harga yang lebih murah dari harga beli PLN saat ini.
“Jangan dibalik. Maksudnya agar biaya produksi listrik secara nasional menjadi lebih murah dari TDL harga jual listrik PLN ke rakyat. Untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi menuju negara industri maju di era dunia jaman now yang pro energi bersih,” ujarnya.
Ia mengatakan saat ini negara membutuhkan pembangkit listrik bersih bebas emisi karbon, bisa menyala 24 jam secara kontinyu, aman dan dengan harga lebih murah dari biaya produksi listrik nasional saat ini dan juga harus lebih murah dari TDL yang dibayar rakyat saat ini.
“Jawabannya adalah segera bangun Nuclear Power Plant dengan teknologi dan disain dari generasi terbaru, yaitu, Generasi ke 4,” tegasnya.
Bermotif Bisnis
Sebelumnya, Peraturan Menteri (Permen) ESDM tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap disoal sejumlah tokoh yang konsentrasi di bidang energi. Salah satunya, Direktur IRRES Marwan Batubara menilai terkait rencana revisi Permen ESDM 49/2018 sedianya melibatkan para pakar dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia sebagai partisipasi publik dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
“Penting untuk diketahui publik, tampaknya Kementerian ESDM itu bertindak sepihak. Terkesan bahwa mereka tidak menganggap penting untuk mendengarkan aspirasi publik, terus dari pakar-pakar yang ada di kampus,” kata Marwan saat menjadi narasumber dalam diskusi Polemik bertajuk “Regulasi EBT, Untuk Siapa?” secara daring, Sabtu siang (4/9).
Menurut Marwan, pemerintah melalui Kementerian ESDM terkesan menanggapi masukkan dari para pakar namun tidak diperhatikan. Padahal, lmenurut UU 12/2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, itu publik wajib dilibatkan. Apalagi pakar yang memang konsentrasi di bidang tersebut.
“Nah kami membaca apa yang disampaikan oleh para pakar itu memang sesuatu yang sangat relevan dan berkeadilan. Sementara yang direncanakan oleh ESDM ini, yang tidak mau mendengar masukan dari pakar itu, sesuatu yang kami menganggap lebih banyak untuk kepentingan bisnis,” ungkapnya.
“Jadi, motifnya bisnis. Motif bisnis berlindung di balik EBT 23 persen, mitigasi perubahan iklim dsb,” demikian Marwan.
Selain Marwan, turut hadir dalam acara tersebut antara lain Akademisi ITS Prof Mukhtasor, Ketua Harian YLKI Tulus Abadi. Adapun, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI fraksi Golkar Maman Abdurahman yang dijadwalkan hadir tetapi tidak hadir.
(Web Warouw)