Sabtu, 13 Desember 2025

AKIBAT GAK MAMPU BERSAING..! Pabrik Bertumbangan, Pengusaha Tekstil Geram-Tunjuk Kementerian Ini

JAKARTA – Industri tekstil nasional masih diterpa gelombang penutupan pabrik sepanjang 2025. Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) menilai maraknya pabrik tutup menunjukkan pemerintah, khususnya Kementerian Perindustrian (Kemenperin), gagal melakukan deteksi dini meski sudah memiliki Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas).

Sekretaris Jenderal APSyFI Farhan Aqil Syauqi menyebut data penutupan pabrik yang mereka kantongi baru berasal dari anggota asosiasi. Namun ia menegaskan, jika dilihat secara keseluruhan, gelombang penutupan pabrik hingga melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi pada beberapa perusahaan besar seperti Sritex, Sejahtera Bintang Abadi Textile, dan Asia Pacific Fibers di Karawang.

“Yang paling besar tentu PHK-nya Sritex itu sekitar 10 ribu tenaga kerja,” ungkap Farhan dikutip Bergelora.com di Jakarta , Senin (8/12/2025).

Farhan menyayangkan pemerintah tak mampu membaca tanda-tanda krisis dari awal, padahal setiap perusahaan diwajibkan mengisi SIINas setiap tiga bulan. Menurut dia, sistem ini seharusnya dapat menjadi radar dini bagi Kemenperin untuk memitigasi risiko sebelum pabrik benar-benar berhenti produksi.

“Data-data berhenti produksi seperti ini harusnya bisa dideteksi oleh Kementerian Perindustrian melalui SIINas. Kondisi ini harus dimitigasi sejak awal. Jangan sampai perusahaan yang tutup dan tenaga kerja yang di-PHK hanya sekedar angka di mata Kementerian Perindustrian,” ujarnya

Farhan menegaskan, kurang peka hingga ketidakmampuan pemerintah dalam mendeteksi dini tercermin dari masifnya pabrik yang tutup dalam kurun waktu beberapa tahun belakangan ini.

“Ini terbukti dari masifnya pabrik yang tutup. Data SIINas juga belum menggambarkan data stok produksi juga. Sehingga Kemenperin dipastikan sulit sekali mendeteksi sejak dini,” ucap dia.

APSyFI menyatakan siap memberikan daftar perusahaan yang saat ini terancam mengalami PHK kepada pemerintah, dengan harapan solusi bisa disiapkan lebih cepat.

“Kami siap sampaikan perusahaan mana saja yang terancam PHK, khususnya anggota kami kepada pemerintah. Supaya ini segera ada solusinya,” kata Farhan.

Namun, ia enggan menyampaikan informasi tersebut kepada media maupun publik. Katanya, ia akan menyampaikan langsung khusus kepada pemerintah.

“Saat ini, kami hanya ingin menyampaikan perusahaan yang sedang terancam tersebut melalui pemerintah, supaya solusinya bisa segera dibahas,” pungkasnya.

Desak Buka Data Impor

Kendati demikian, Farhan mengungkapkan setidaknya ada enam perusahaan yang terancam tutup hingga melakukan PHK massal tahun depan.

“Enam perusahaan sedang terancam,” ungkapnya.

Di sisi lain, ia juga menyampaikan persoalan krusial yang kini dihadapi pelaku industri, yakni ketidakpastian kuota impor tahun depan. Tanpa transparansi alokasi impor, perusahaan sulit menyusun rencana produksi sehingga risiko penutupan pabrik semakin besar.

“Yang kami butuhkan saat ini ialah transparansi kuota impor yang diberikan di tahun depan. Hal ini kami minta agar kami bisa merencanakan berapa banyak yang bisa kami produksi, sehingga pabrik yang di ambang tutup dapat kepastian pasar,” tegas dia.

Farhan menegaskan, permintaan ini merupakan harapan besar pelaku industri kepada pemerintah. Sejalan dengan upaya mereka dalam mempertahankan Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional. (Enrico N. Abdielli)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru