JAKARTA– Jerman memperingatkan akan adanya perpecahan di Uni Eropa (UE), solusi konflik yang cenderung memperkeruh perang dinilai jadi sebab utama.
Persatuan yang ditunjukkan UE di Ukraina mulai retak dan hancur. Menteri Ekonomi Jerman Robert Habeck melontarkan pernyataan itu pada Minggu, 29 Mei.
Peringatan tersebut datang menjelang pertemuan puncak blok UE, untuk membahas paket sanksi baru terhadap Moskow dan potensi embargo minyak.
“Setelah serangan Rusia ke Ukraina, kami melihat apa yang bisa terjadi ketika Eropa bersatu. Menuju pertemuan puncak besok, semoga kami terus akur. Meski (persatuan) itu sudah mulai runtuh secara perlahan,” kata Habeck pada konferensi pers, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Russia Today.
Uni Eropa telah berjuang untuk menyetujui penerapan embargo minyak di Rusia, meski beberapa negara anggota menyuarakan kekhawatiran langkah itu akan berakibat fatal bagi ekonomi mereka.
Hongaria, yang menerima sebagian besar minyaknya dari Rusia, telah menjadi penentang embargo paling menonjol.
Negara itu bahkan menganalogikan potensi kerugian dengan fenomena “bom atom.” Kekhawatiran serupa telah disuarakan oleh negara-negara lainnya, seperti Ceko dan Slovakia.
Awal pekan ini, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen memberikan penjelasan mengapa UE masih terus membeli minyak Rusia.
“Jika kita benar-benar menghentikan minyak (Rusia), (Presiden Vladimir) Putin tinggal menjual minyak itu ke pasar dunia, dengan harga yang amat tinggi, dan menjualnya lebih banyak. Itu justru akan menjadi bidak perangnya,” kata von der Leyen dalam sebuah wawancara dengan MSNBC.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, para diplomat Uni Eropa dilaporkan telah mencoba untuk datang dengan solusi kompromi dalam kebuntuan sanksi.
Salah satunya dengan memulai embargo sambil melarang pengiriman minyak Rusia melalui laut dan mengecualikan jaringan pipa dari pembatasan potensial.
Upaya itu diketahui telah gagal, dan negara-negara UE saat ini akan mencoba menyetujui pembatasan selama pertemuan puncak berlangsung pada Senin, 30 Mei, dan Selasa, 31 Mei.
Uni Eropa telah memberlakukan beberapa paket sanksi terhadap Rusia setelah invasi besar-besaran di Ukraina.
Bagi Rusia, Ukraina gagal mengimplementasikan perjanjian Minsk pada 2014, serta pengakuan Moskow atas republik Donbass, Donetsk, dan Lugansk.
Protokol yang diperantarai Jerman dan Prancis itu dirancang untuk memberikan status khusus kepada daerah-daerah yang memisahkan diri di dalam negara Ukraina.
Sejak itu Kremlin menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan blok militer NATO di bawah kuasa AS.
Kiev menegaskan, serangan Rusia benar-benar tidak beralasan, dan membantah klaim bahwa pihaknya berencana untuk merebut kembali kedua republik dengan paksa. (Calvin G. Eben-Haezer)