JAKARTA — Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memastikan kebijakan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ( PBB -P2) di Kabupaten Pati, Jawa Tengah dan daerah lainnya sudah resmi dicabut.
“Sudah banyak yang menahan, bahkan mencabut perkada-nya. Termasuk Bone, kemarin kita sudah juga berkoordinasi sudah mencabut, dan beberapa daerah lain, Jombang saya kira sudah, dan beberapa daerah lain,” kata Pelaksana Harian (Plh) Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah (Dirjen Keuda) Kemendagri Horas Maurits Panjaitan dalam Rapat Kerja dengan Komisi II DPR RI, Senin (25/8).
Horas menjelaskan pencabutan kebijakan itu menyusul hasil evaluasi Kemendagri bersama Kementerian Keuangan. Tujuan evaluasi bukan untuk menyeragamkan tarif pajak, melainkan agar peraturan daerah soal pajak bersifat umum, efektif, efisien, dan tidak membuat klasterisasi tarif.
Hal ini sejalan dengan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah.
Menurutnya, polemik di Pati terjadi karena pemerintah daerah langsung menaikkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) setelah 14 tahun tidak ada penyesuaian. Lonjakan tarif yang dipatok sekaligus membuat kenaikan terlihat drastis.
“Dari tahun 2011 pemerintah Kabupaten Pati itu belum pernah menaikkan NJOP. Jadi ketika 2025 langsung dilakukan kenaikannya, kelihatannya jadi 300 persen. Maka masyarakat menolak. Harusnya sekali tiga tahun, bahkan bisa setiap tahun dengan kenaikan kecil di bawah 15 persen,” jelasnya.
Horas menambahkan setiap rencana kenaikan pajak seharusnya melalui kajian, uji publik, dan sosialisasi. Jika kebijakan memberatkan masyarakat, pemerintah daerah bisa memberikan keringanan atau menunda penerapannya.
“Kalau sudah secara masif memberatkan masyarakat, itu kan harusnya langsung ditunda. Tidak perlu langsung membahas dengan DPRD,” ujarnya.
Ia menyebut Mendagri Tito Karnavian telah menerbitkan surat edaran dan memimpin rapat koordinasi dengan kepala daerah agar lebih berhati-hati.
“Kalau mau menaikkan, harus ada hasil kajian dulu, kemudian uji publik, bahkan juga sosialisasi kepada masyarakat. Ini yang penting dilakukan daerah ketika nanti menaikkan pajak maupun retribusi,” kata Horas.
Sebelumnya, Mendagri Tito menjelaskan kenaikan PBB-P2 merupakan amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022. Ketentuan teknis penyesuaian NJOP dan tarif diatur dalam PP Nomor 35 Tahun 2023, sementara penetapan tarif dilakukan melalui peraturan kepala daerah.
Tito menegaskan penyesuaian NJOP bisa dilakukan tiap tiga tahun mengikuti harga pasar, namun wajib mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Dari 20 daerah yang menaikkan PBB-P2 di atas 100 persen, dua di antaranya sudah membatalkan kebijakan, yaitu Pati dan Jepara.
Dalam beberapa pekan terakhir, protes terkait kenaikan PBB juga muncul di Cirebon, Bone, Jombang, dan Kabupaten Semarang. Warga menolak lonjakan yang dinilai memberatkan, bahkan ada aksi simbolis membayar pajak dengan uang koin.
Daftar Daerah yang Naikkan Tarif PBB Ratusan Persen
Pemerintah pusat meminta bupati dan wali kota kaji ulang atau bahkan membatalkan kebijakan kenaikan tarif iuran pajak bumi dan bangunan (PBB) yang mencapai ratusan persen atau lebih. Berikut daftar pemerintah daerah (pemda) yang menaikkan tarif PBB ratusan persen atau lebih, selain di Pati, Jawa Tengah.
Diberitakan sebelumnya, kenaikan tarif PBB di Pati yang mencapai ratusan persen menyebabkan kemarahan masyarakat.
Ratusan ribu warga bahkan berunjuk rasa ke depan kantor Bupati Pati, Sudewo menuntuk kepala daerah itu mengundurkan diri.
Belakangan, aksi demonstrasi itu berujung pada pengambilan hak angket DPRD untuk pemakzulan Bupati Sudewo.
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) meminta kepala daerah untuk mengkaji ulang, atau bahkan membatalkan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2), yang besarannya lebih dari 100%.
Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto mengatakan, Kemendagri telah menerbitkan surat edaran kepada seluruh kepala daerah agar lebih berhati-hati dalam melakukan penyesuaian PBB-P2.
“Kementerian Dalam Negeri sudah mengeluarkan surat edaran yang intinya meminta agar seluruh kepala daerah itu betul-betul berhati-hati dalam melakukan penyesuaian PBB-P2, dan meminta agar daerah-daerah yang mengalami persoalan, artinya warga keberatan, untuk meninjau kembali, bahkan membatalkan itu,” ujar Bima di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (25/8/2025).
Bima menambahkan, Kemendagri mencatat ada sejumlah daerah yang memberlakukan kenaikan PBB-P2 lebih dari 100 persen. Menurut mantan wali kota Bogor ini, kebijakan semacam itu tidak hanya perlu dikaji ulang, tetapi juga sebaiknya ditunda atau dibatalkan.
“Kami sudah mencatat memang ada beberapa daerah yang di atas 100 persen. Ya, tentu harus dikaji ulang dan bahkan kami mengimbau untuk dibatalkan atau ditunda. Beberapa daerah kami catat sudah membatalkan itu,” kata Bima.
Dalam kesempatan itu, Bima pun menampik anggapan bahwa langkah ini diambil karena kekhawatiran pemerintah akan aksi protes warga soal kenaikan PBB, seperti di Pati dan Bone, yang akan meluas. Dia menegaskan bahwa kepala daerah harus mengedepankan kepentingan masyarakat ketika mengeluarkan suatu kebijakan, tak terkecuali dalam hal penyesuaian pajak.
“Ya, pada intinya semua kan harus menjadi bahan pertimbangan bagi kepala daerah. Tidak memberatkan warga, menjaga kondusifitas, gitu ya,” ucap Bima.
Politikus Partai Amanat Nasional itu menambahkan bahwa pajak daerah, termasuk PBB-P2, hanyalah salah satu instrumen untuk mendukung pendapatan daerah. Oleh karena itu, kepala daerah diimbau agar tidak sepenuhnya mengandalkan pajak untuk mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD).
“Yang paling penting adalah pajak itu, seperti disepakati di rapat hari ini, hanya salah satu instrumen stimulan saja. Jadi enggak boleh mengandalkan pajak saja. Kami bersepakat tadi, kepala daerah ini didorong untuk lebih kreatif dan inovatif lagi. Ada banyak sekali sumber-sumber pendapatan yang lain,” kata Bima.
Daftar Kenaikan Tarif PBB
Kepada Bergeloramcom di Jakarta dilaporkqn, berikut daftar daerah yang menaikkan tarif PBB-P2 ratusan persen.
1. Kabupaten Jombang (Jawa Timur)
Kenaikan PBB mencapai 1 202 %, bahkan untuk sebagian wajib pajak mencapai 800%, sementara beberapa justru menerima penurunan PBB. Hal ini terjadi akibat pembaruan data Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang belum diperbarui dalam waktu lama..000an wajib pajak bahkan mengajukan keringanan ke Bapenda.
2. Kota Cirebon (Jawa Barat)
Lonjakan PBB dilaporkan hampir mencapai 1 000%, memicu aksi protes besar oleh komunitas warga seperti Paguyuban Pelangi Cirebon. Pemerintah kota menyatakan tengah mengevaluasi ulang Perda terkait untuk mengurangi bebanmasyarakat.
3. Kabupaten Semarang (Jawa Tengah)
Kenaikan signifikan sekitar 441% terjadi pada lahan di jalan strategis di Ambarawa. Seorang warga, Tukimah (69), bahkan terkejut ketika tagihan pajaknya membengkak tanpa adanya perbaikan bangunan atau lokasi yang berubah. Pemkab membuka opsi penilaian ulang bagi warga yang merasa keberatan.
4. Kota Mojokerto (Jawa Timur)
Laporan menyebutkan kenaikan PBB mencapai 300 %, sehingga menjadi salah satu wilayah dengan lonjakan signifikan.
5. Kabupaten Bone (Sulawesi Selatan)
Kenaikan PBB-P2 mencapai 300%, memicu aksi mahasiswa di DPRD Bone. Warga menyampaikan kritik terhadap kurangnya sosialisasi dan dasar penetapan kenaikan, meski pemerintah daerah menyatakan penyesuaian dilakukan berdasarkan Zona Nilai Tanah (ZNT) yang sudah lama tidak diperbarui.
6. Kota Palu (Sulawesi Tengah)
Warga mengeluhkan tagihan PBB yang melonjak drastis, misalnya dari sekitar Rp 499.000 menjadi Rp 2,5 juta, atau dari Rp 531.000 menjadi Rp 5,1 juta. Pemkot menyatakan kenaikan terjadi akibat mutakhirnya NJOP dan janji akan melakukan evaluasi data.
7. Kota Solo (Jawa Tengah)
Dalam laporan menyebut terjadi kenaikan tagihan PBB di Solo hingga lebih dari 420%—menimbulkan perhatian dan keluhan dari masyarakat. (Calvin G. Eben-Haezer)