JAKARTA- Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) menyoroti kecurangan yang terjadi di dalam manajemen BPJS Kesehatan dan rumah-rumah sakit seperti yang diungkap oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani beberapa waktu lalu. Anehnya jalan keluar yang dilakukan pemerintah justru menghapus 5.227.852 peserta KIS/BPJS Kesehatan (Pemenerima Bantuan Iuran) yang dibayarkan pemerintah lewat APBN. Hal ini diungkapkan oleh Roy Pangharapan dari Pengurus Nasional Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) kepada Bergelora.com di Jakarta, Kamis (1/8).
“Lah yang curang itu BPJS dan rumah sakit, koq rakyat miskin penerima PBI yang dihukum. Gimana nih Pak Presiden. Gak salah tuh?” demikian tegasnya kepada Bergelora.com di Jakarta, Kamis (1/8).
Menurutnya lima juta lebih rakyat miskin yang selama ini iurannya dibayar pemerintah terancam kehilangan jaminan kesehatannya karena telah dihapus dari daftar penerima PBI.
“Asal tahu aja, kalau sakit, gak punya uang, tinggal tunggu kematian saja. Gawal bener nasib rakyat saat ini,” ujarnya.
Menurutnya sudah waktunya, Presiden Jokowi mengatasi persoalan BPJS Kesehatan secara prinsipil sehingga negara, rumah sakit dan terutama rakyat jangan lagi terus menerus dirugikan.
“Hanya ada satu jalan kular bagi BPJS yaitu presiden segera menerbitkan Peraturan Pengganti Undang-Undang SJSN,” ujarnya.
Ia mengingatkan bahwa semakin lama, pemerintah tidak berhasil memperbaiki manajemen BPJS Kesehatan, karena memang tidak bisa diperbaiki lagi.
“Yang bayar iuran KIS/BPJS Kesehatan secara mandiri, kalau sakit sudah tidak semuanya dicover BPJS. Sehingga hal ini menjadi beban rumah sakit. Kalau punya uang, sekuat apa bayar biaya kesehatan di RS,” ujarnya.

Kecurangan BPJS
Sebelumnya, Pemerintah mengendus indikasi terjadinya kecurangan alias fraud dalam proses penagihan kepada pihak rumah sakit dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Oleh karena itu pemerintah meminta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan memperbaiki sistem penyelenggaraan program JKN secara menyeluruh.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, dalam rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo, salah satu poin yang dibahas adalah mengenai indikasi fraud yang membuat keuangan BPJS Kesehatan semakin terseok-seok.
“Ada beberapa indikasi kemungkinan terjadinya fraud, itu juga perlu di-address,” ujar Sri Mulyani Selasa (30/7).
Dia mencontohkan, beberapa rumah sakit melakukan kecurangan (fraud) dengan mengklaim tagihan untuk kategori kelas yang lebih tinggi dari seharusnya. Lantas, tagihan rumah sakit tersebut ke BPJS menjadi lebih mahal atau overclaim. Tagihan rumah sakit kepada BPJS Kesehatan yang melebihi seharusnya ini membuat pengeluaran BPJS makin bengkak.
“BPJS sudah men-down grade status beberapa rumah sakit, ada sekitar 660 rumah sakit sehingga itu sendiri saja sudah bisa menghemat puluhan hingga ratusan miliar,” kata Sri Mulyani.
Oleh karena itu, Presiden Jokowi telah meminta BPJS Kesehatan memperbaiki sistem secara menyeluruh mulai dari basis data kepesertaan, sistem rujukan antara puskesmas dan rumah sakit, sistem tagihan, penguatan peran pengawasan pemerintah daerah pada fasilitas kesehatan tingkat lanjut (FKTL), hingga kategorisasi peserta penerima bantuan iuran PBI.
Secara khusus, pemerintah juga meminta BPJS Kesehatan membangun sistem yang baik untuk menanggulangi potensi-potensi penipuan dan kecurangan dari pihak peserta maupun rumahsakit.
“Overclaim, atau tidak ada pasien tapi kemudian diklaim, termasuk sistem akuntansi BPJS dalam menangani tagihan juga diperbaiki,” lanjut Menkeu.
Di sisi lain, pemerintah juga mengharapkan kerja sama dan partisipasi aktif pihak pemerintah daerah dalam mengawasi penyelenggaraan program JKN, terutama pada rumah sakit kategori fasilitas kesehatan tingkat lanjut (FKTL).
“Peranan pemda tidak hanya mendaftarkan peserta tapi juga diharapkan memiliki peran lebih besar dalam melakukan screening, termasuk koordinasi dan pengendalian terhadap rumah sakit,” tutur Sri Mulyani. (Web Warouw)